Keheningan yang Berbicara: Refleksi Humanis dalam Patung Logam Redy Rahadian
December 16, 2025 08:03 PM

 

TRIBUNNEWS.COM - Di tengah derasnya arus kehidupan modern yang cepat dan riuh, seni kerap hadir sebagai ruang hening—sebuah jeda yang memungkinkan manusia kembali menyimak suara batinnya.

Patung, sebagai medium tiga dimensi, memiliki kemampuan khas untuk menghadirkan keheningan yang justru berbicara lebih dalam.

Keheningan inilah yang konsisten terasa dalam karya-karya Redy Rahadian, pematung kontemporer Indonesia yang selama lebih dari dua dekade menjadikan logam sebagai medium perenungan.

Baca juga: Peringatan Hari Deklarasi Papua Barat, Massa Gelar Aksi di Patung Kuda Jakarta

Melalui baja dan material industri yang diproses dengan teknik pengelasan tingkat lanjut, Redy menghadirkan karya yang tidak hanya kuat secara visual, tetapi juga sarat muatan reflektif tentang ketahanan, keseimbangan, dan perjalanan manusia menghadapi realitas hidup.

Dalam kerangka tersebut, karya-karyanya menemukan relevansi tanpa perlu bersifat menggurui atau memaksa. Ia mengajak penikmatnya untuk berhenti sejenak, mengamati, lalu merenung—sebuah ajakan yang hadir secara perlahan namun konsisten.

Bagi Redy Rahadian, logam bukan semata material industri yang kaku dan dingin. Ia melihatnya sebagai medium yang menyimpan memori, tekanan, sekaligus potensi gerak.

Melalui penguasaan teknik pengelasan tingkat tinggi, Redy mengolah baja dan logam lainnya menjadi bentuk-bentuk yang mengandung makna humanis, merekam relasi manusia dengan mimpi, beban hidup, serta upaya menjaga keseimbangan di tengah perubahan zaman.

“Saya selalu percaya bahwa material yang paling keras justru menyimpan kemungkinan paling puitis. Logam mengajarkan saya tentang ketahanan, kesabaran, dan proses,” ungkap Redy Rahadian dalam salah satu refleksinya tentang praktik berkarya, Selasa (16/12/2025).

Konsistensi selama lebih dari dua dekade menjadikan patung sebagai bahasa personal sekaligus universal.

Latar belakang Redy di bidang mekanik memberi fondasi teknis yang kokoh, namun kekuatan utamanya terletak pada kedalaman gagasan.

Tema tentang kerja sama, daya juang, dan aspirasi manusia untuk melampaui keterbatasan terus hadir berulang, membentuk karakter karya yang mudah dikenali sekaligus tetap relevan dengan konteks zaman.

Makna Karya Terbang Tinggi

Salah satu representasi kematangan artistik tersebut terwujud dalam karya Terbang Tinggi, yang dipresentasikan di The Apurva Kempinski Bali.

Patung ini tidak tampil sebagai simbol kemenangan yang lantang, melainkan sebagai pernyataan sunyi tentang keberanian untuk bangkit dengan kesadaran penuh.

Secara konseptual, Terbang Tinggi menangkap fase antara keterikatan dan kebebasan—ketika manusia masih berpijak pada realitas, namun mulai berani menatap kemungkinan tanpa batas.

Bentuknya merekam ketegangan yang seimbang: ada beban, ada dorongan, dan ada arah. Alih-alih menampilkan gerak yang eksplosif, Redy justru menghadirkan ketenangan visual sebagai kekuatan utama karya ini.

“Terbang bukan tentang meninggalkan tanah sepenuhnya, tetapi tentang memahami pijakan sebelum melangkah lebih jauh,” demikian makna yang tercermin dari pendekatan Redy terhadap karya tersebut.

Logam yang berat dan padat diolah menjadi metafora perjalanan batin manusia. Dalam Terbang Tinggi, kekuatan tidak dimaknai sebagai dominasi, melainkan sebagai keteguhan arah dan tujuan.

Karya ini berbicara tentang aspirasi yang tumbuh dari kesadaran, bukan dari ambisi kosong—sebuah refleksi yang terasa dekat dengan realitas kehidupan kontemporer.

Penempatan Terbang Tinggi di ruang publik semakin memperkuat dialog antara karya, ruang, dan penikmatnya. Patung ini tidak hadir sebagai objek yang terpisah, melainkan menyatu dengan lanskap dan atmosfer sekitarnya.

Dalam konteks tersebut, ia berfungsi sebagai penanda visual sekaligus pengingat: bahwa di tengah kemewahan, kesibukan, dan pencapaian, manusia tetap membutuhkan ruang untuk merefleksikan arah hidupnya.

Melalui Terbang Tinggi, Redy Rahadian kembali menegaskan posisinya sebagai seniman yang memandang patung bukan semata persoalan bentuk dan material, melainkan pengalaman dan makna.

Di antara logam, ruang, dan waktu, karyanya mengajak kita memahami bahwa keberanian terbesar kerap lahir dari ketenangan, dan bahwa untuk benar-benar terbang, seseorang perlu terlebih dahulu berdamai dengan pijakannya.

(Tribunnews.com/ Hasiolan EP)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.