Menteri LH Hanif: Dunia Soroti Deforestasi Sumut, Nasib Orangutan Tapanuli Dipertanyakan
GH News December 16, 2025 08:09 PM
Semarang -

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan bahwa laju deforestasi di Sumatera Utara kini menjadi sorotan internasional. Terutama, dampaknya terhadap kelangsungan hidup orangutan tapanuli.

Pernyataan tersebut disampaikan Hanif saat menjadi pembicara dalam acara UI GreenMetric Indonesia 2025 di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Selasa (16/12/2025).

Menurutnya, bencana yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak bisa semata-mata disalahkan pada curah hujan tinggi.

"Deforestasi yang cukup luas akibat aktivitas manusia menjadi salah satu faktor utama yang memperparah bencana di Sumatera Utara," ujar Hanif.

Hanif menyebut kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru sebagai titik paling krusial. Dari total luas sekitar 340 ribu hektare, tutupan hutan di wilayah tersebut kini hanya tersisa sekitar 38 persen. Padahal, kawasan ini merupakan habitat utama orangutan Tapanuli-salah satu spesies kera besar paling langka di dunia.

"DAS Batang Toru menjadi sorotan internasional karena di sanalah orangutan Tapanuli hidup. Populasinya terus kita pertanyakan, sementara tekanan terhadap habitatnya semakin besar," kata dia.

Dalam kurun hampir 15 tahun terakhir, tercatat sekitar 15 ribu hektare hutan di kawasan tersebut berubah menjadi lahan nonhutan. Kondisi ini, menurut Hanif, tidak hanya meningkatkan risiko bencana ekologis, tetapi juga mempercepat fragmentasi habitat orangutan.

Selain deforestasi, Hanif menjelaskan bahwa faktor geomorfologi berupa lereng curam dan struktur batuan muda di wilayah Sumatera bagian utara turut memperbesar risiko longsor. Ketika kondisi ini bertemu dengan curah hujan ekstrem akibat perubahan iklim, dampaknya menjadi sangat fatal.

"Dengan landscape yang terjal, hujan tinggi, dan laju deforestasi yang serius, risikonya menjadi berlipat. Bahkan ada satu desa yang benar-benar hilang," ujarnya.

Hanif menegaskan bahwa krisis ini harus dilihat sebagai peringatan serius, baik bagi keselamatan manusia maupun keberlanjutan satwa liar. Dia menegaskan, kerusakan hutan di kawasan tersebut tidak hanya memperparah bencana banjir dan longsor, tetapi juga mengancam habitat satwa langka yang populasinya kian tertekan.

Hanif menyebut bahwa pendekatan pembangunan yang mengabaikan fungsi ekologis hutan akan terus menempatkan orangutan dan manusia dalam bahaya.

Sebagai langkah lanjut, Kementerian Lingkungan Hidup berencana mengevaluasi kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) serta tata ruang di wilayah terdampak, termasuk Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Evaluasi ini diharapkan dapat menekan laju deforestasi dan melindungi habitat penting orangutan tapanuli ke depan.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.