Prabowo Targetkan Penanaman Sawit di Papua dalam 5 Tahun ke Depan
December 16, 2025 08:16 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden RI Prabowo Subianto di Jakarta menargetkan penanaman sawit di Papua dalam kurun waktu 5 tahun sebagai langkah menuju energi mandiri berbasis potensi lokal.

Arahan tersebut disampaikan Prabowo saat memimpin rapat bersama seluruh kepala daerah Papua di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).

“Nanti kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM dari kelapa sawit, juga tebu menghasilkan etanol, singkong cassava juga untuk menghasilkan etanol sehingga kita rencanakan dalam 5 tahun semua daerah bisa berdiri di atas kakinya sendiri swasembada pangan dan swasembada energi.”

Dalam rapat itu, Prabowo menekankan pentingnya diversifikasi energi berbasis potensi lokal.

Dampak Fiskal dan Penghematan

Menurut Prabowo, kemandirian energi dan pangan akan berdampak besar pada penghematan anggaran negara, khususnya subsidi dan impor bahan bakar.

“Dengan demikian kita akan menghemat ratusan triliun untuk subsidi, ratusan triliun untuk impor BBM dari luar negeri.”

Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo saat menyoroti nilai impor BBM Indonesia yang masih mencapai Rp520 triliun.

“Bayangkan kalau kita bisa potong setengah berarti ada Rp250 triliun, apalagi kita bisa potong Rp500 triliun.” Prabowo menilai penghematan itu dapat membuka ruang fiskal besar bagi pembangunan daerah.

Baca juga: Satgas PKH: 31 Perusahaan Diduga Penyebab Banjir Sumatra, Ada Indikasi Pidana

Data Kunci Energi dan Sawit

Rencana penanaman sawit di Papua disertai sejumlah angka penting yang menunjukkan skala kebijakan dan dampaknya bagi fiskal negara:

  • Rp520 triliun → nilai impor BBM Indonesia saat ini.
  • 5 tahun → target waktu penanaman sawit di Papua.
  • Ratusan triliun → potensi penghematan subsidi dan impor BBM.
  • 1 triliun per kabupaten → ruang fiskal yang diklaim bisa terbuka untuk pembangunan daerah.

Adat Terhimpit, Hutan Terkikis

Masyarakat adat dan aktivis lingkungan menilai ekspansi sawit di Papua bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut keberlangsungan tradisi dan hak hidup.

“Masifnya ekspansi perkebunan sawit menyebabkan masyarakat adat sulit menjalankan tradisi seperti ritual maupun upacara adat sehingga pengetahuan lokal ini terancam hilang,” ujar Juru Kampanye Kaoem Telapak, Ziadatunnisa, dikutip Kompas.com, Jumat (12/12/2025).

Ia menjelaskan, riset Kaoem Telapak di Sumatera, Kalimantan, dan Papua menunjukkan ekspansi sawit memicu pelanggaran HAM, terutama terhadap masyarakat adat. Operasi sering berjalan tanpa izin resmi dan berdampak langsung pada perempuan adat.

Kekhawatiran serupa juga disampaikan kalangan akademisi.

“Ekspansi sawit berpotensi memperburuk ketimpangan, mengancam masyarakat adat, dan menimbulkan kerusakan lingkungan,” kata Hidayatullah Rabbani, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam laporan Kompas.com  (3 Januari 2025).

Rabbani menyoroti risiko sosial dan ekologis ekspansi sawit, terutama setelah Presiden Prabowo menyebut sawit sebagai “aset strategis” dalam Musrenbangnas, 30 Desember 2024.

Menurutnya, meski sawit menyumbang hampir 4 persen PDB nasional, kebijakan ekspansi tanpa memperhatikan dampak ekologis dan sosial berisiko memperburuk deforestasi, ketimpangan agraria, serta melemahkan posisi petani swadaya dan masyarakat adat.

Organisasi lingkungan juga menegaskan dampak nyata ekspansi sawit terhadap hutan.

“Ada sekitar 3,2 juta hektare lahan mengalami deforestasi akibat ekspansi sawit skala besar,” ungkap Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dalam laporan Kompas.com  (3 Januari 2025).

Walhi menolak klaim bahwa kebun sawit dapat dianggap sebagai hutan, dan menilai rencana pemerintah memperluas lahan sawit berisiko memperparah deforestasi di Papua serta mengancam ruang hidup masyarakat adat.

Pengamat Energi: Pemerintah Harus Hati-hati

Dari sisi akademisi, pengamat energi UGM Fahmy Radhi menilai target swasembada energi 4–5 tahun realistis, tetapi perlu kajian mendalam.

“Target swasembada energi realistis, tetapi pemerintah harus hati‑hati dalam kebijakan fiskal dan analisis dampak lingkungan.” Pernyataan itu disampaikan Fahmy dalam diskusi yang dilaporkan Kompas.com  (28 Oktober 2024).

Target sawit di Papua bukan sekadar angka lima tahun. Publik menanti, apakah janji penghematan ratusan triliun benar‑benar terwujud tanpa mengorbankan hutan dan masyarakat adat.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.