TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa mengungkapkan, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) membentuk dua grup bernama 'Education Council' dan 'Mas Menteri Core Team'.
Namun ada kejanggalan, lantaran grup yang disebut bertujuan untuk mempersiapkan digitalisasi pendidikan itu dibentuk pada sekitar bulan Juli dan Agustus 20219.
Padahal Nadiem baru dilantik sebagai menteri pada Oktober 2019.
"Sebelum menduduki jabatan sebagai Mendikbud, sekitar bulan Juli 2019 dan Agustus 2019, terdakwa Nadiem Anwar Makarim membuat dua grup WhatsApp (WA), yaitu grup WA ‘Education Council’ dan grup WA ‘Mas Menteri Core Team’,” ujar JPU dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Apa yang bisa diketahui dari dua grup WA yang dibuat Nadiem Makarim?
Jumlah grup: Ada dua grup WA yang dibuat pada Juli–Agustus 2019, sebelum Nadiem resmi menjabat Menteri Pendidikan.
Siapa saja anggotanya?
Apa tujuan grup?
Konteks dakwaan:
Berapa yang diterima Nadiem menurut Jaksa?
Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung menyampaikan, kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) pada program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek telah merugikan negara sebesar Rp 2,1 triliun.
Jaksa mengatakan, eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menerima uang sebanyak Rp 809 miliar dari pengadaan itu.
Hal tersebut terungkap dalam surat dakwaan untuk terdakwa Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021.
Sidang dakwaan terdakwa Sri digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (16/12/2025).
"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu terdakwa Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp 809.596.125.000," ucap jaksa Roy Riady, dalam persidangan.
Jaksa lantas merinci perhitungan kerugian negara Rp 2,1 triliun dalam kasus tersebut:
1. Angka kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 (Rp 1,5 triliun)
2. Pengadaan CDM yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar Rp 621.387.678.730,00 (Rp 621 miliar).
Bukan hanya Nadiem Makarim, jaksa mengungkapkan, pengadaan ini juga memperkaya sejumlah orang dan korporasi.