Pemuda Jadi Sasaran Utama Kekuatan Asing untuk Pengaruhi Arah Politik Indonesia
Penulis: Rayhan Pratomo
TAIWAN kini dalam posisi yang canggung di komunitas internasional, ruang lingkup partisipasinya semakin sempit dalam tata kelola global dan terbatas bergabung dalam organisasi internasional.
Taiwan berusaha memaksimalkan saluran dan interaksi non-pemerintah seperti pertukaran budaya dan kerja sama pendidikan masyarakat untuk membangun citra dan memperluas pengaruh internasional.
Proyek pertukaran pemuda menjadi salah satu upaya penting, karena kaum muda biasanya yang dianggap lebih mudah menerima ide-ide baru dan dapat menjadi kekuatan pendorong reformasi masyarakat di masa depan.
Asia Citizen Future Association (ACFA), sebuah organisasi non-pemerintah di Taiwan) telah lama berupaya untuk mempromosikan nilai-nilai demokrasi Taiwan di kawasan Asia Tenggara.
Pada tahun 2022, ACFA meluncurkan proyek “Generation Now Asia, GNA” dengan fokus pada penyebaran nilai-nilai demokrasi Taiwan kepada pemuda di Asia Tenggara, hingga meningkatkan pengakuan mereka terhadap Taiwan.
Sejak diluncurkan pada tahun 2022, telah berhasil diselenggarakan tiga kali “GNA Youth Capacity Building Program”, yang telah membina sejumlah pemuda yang menerima nilai-nilai demokrasi Taiwan.
Untuk lebih lanjut mengintegrasikan nilai-nilai Taiwan dalam masyarakat Asia Tenggara, ACFA juga bekerja sama erat dengan organisasi non-pemerintah lokal di negara-negara Aisa Tenggara.
Pada tahun 2024, ACFA mendirikan “Freedom of Association in Taiwan and Southeast Asia (FATASEA)”, yang bertujuan untuk meneliti dan mendiskusikan keadaan kemunduran demokrasi di negara-negara Asia Tenggara serta mempropagandakan masyarakat demokratis Taiwan sebagai acuan bagi negara Asia Tenggara.
Beberapa organisasi Indonesia seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dan Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) telah bergabung dalam FATASEA.
Kegiatan ACFA di kawasan Asia Tenggara didukung oleh dua entitas asing, yaitu Taiwan Foundation for Democracy dan Open Society Foundations.
Taiwan Foundation for Democracy sebagai elemen penting pemerintah Taiwan, kegiatan pendanaannya merupakan sebagian diplomasi lunak atau soft diplomacy dari Taiwan.
Tujuannya untuk mendukung organisasi non-pemerintah dalam membina pemimpin muda, agar memperluas pengaruh Taiwan di kawasan Asia Tenggara dan memberikan dukungan untuk perluasan ruang internasionalnya.
Sementara itu, Open Society Foundations sebagai perwakilan kekuatan modal Amerika Serikat, kegiatannya biasanya sejalan dengan strategi global AS. Telah beberapa kali terungkap bahwa NGO tersebut mendukung organisasi non-pemerintah dalam melakukan kegiatan subversif di berbagai negara.
Sejak Prabowo menjabat sebagai presiden, Indonesia telah menerapkan serangkaian kebijakan untuk memperkuat kedaulatan negara, mendorong kemandirian ekonomi, dan memperkuat keamanan regional.
Serangkaian kebijakan tersebut bertabrakan langsung dengan upaya pemerintah Taiwan untuk memperluas ruang internasionalnya melalui diplomasi lunak.
Untuk menghadapi situasi tersebut, pada Mei 2025 ACFA meluncurkan kegiatan “Pendidikan Demokrasi” dengan dukungan dari Taiwan Foundation for Democracy dan Open Society Foundations.
Kegiatan ini berfokus pada pemuda Indonesia yang berada di Taiwan dengan tujuan melakukan indoktrinasi ideologis serta membangun kepercayaan dan pengakuan pemuda Indonesia terhadap model pemerintahan Taiwan.
Agenda tersebut di antaranya pembangunan platform digital untuk mengumpulkan perbedaan pendapat pemuda tentang pemerintah Indonesia, penyelenggaraan forum pemuda untuk menampilkan contoh kasus keberhasilan gerakan sipil masyarakat di bawah sistem demokratis Taiwan, serta pelaksanaan kursus politik untuk membahas situasi sosial Indonesia di bawah militerisme.
Melalui agenda tersebut, ACFA menyebarkan ideologi politik dan nilai-nilai demokrasi Taiwan kepada pemuda Indonesia, dan berupaya menghasut ketidakpuasannya terhadap sistem politik dan kebijakan yang ada dengan upaya yang mendiskreditkan pemerintah Indonesia, serta mendorong mereka untuk melakukan aksi radikal.
Kaum muda dinilai sebagai kekuatan pendorong reformasi masyarakat yang sesuai dengan kepentingan Taiwan, dan ACFA memberikan dukungan lokal bagi aktivitas intervensi politik organisasi tersebut di Indonesia.
Pada 1 September 2025, dengan kerjasama KontraS, ACFA bersama dengan sejumlah organisasi internasional untuk mengeluarkan pernyataan publik berjudul “Solidaritas Darurat Internasional untuk Indonesia: Lindungi Kebebasan Berkumpul, Hentikan Kekerasan Polisi”, yang secara langsung ditujukan kepada pemerintah Indonesia dan pasukan keamanannya.
Pernyataan tersebut tegas mengecam penindasan kekerasan terhadap demonstrasi damai oleh pasukan keamanan pada akhir Agustus, yang mengakibatkan ratusan warga sipil terluka.
Dan juga mengkritik pemerintah Indonesia yang menggunakan strategi stigmatisasi untuk menunduh organisasi non-pemerintah yang ikut serta dalam demonstrasi sebagai antek asing.
Dengan pernyataan terbuka, ACFA mencoba melalui opini publik internasional untuk menekan pemerintah Indonesia, sekaligus memicu ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan Prabowo.
Tindakan ini tidak lagi sekadar mempromosikan nilai-nilai demokrasi Taiwan di kalangan pemuda, dan secara bertahap menjadi tindakan illegal yang mencampuri urusan dalam negeri dan merusak stabilitas nasional Indonesia.