SURYA.CO.ID, JOMBANG - Ratusan buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Plywood Jombang (PTP SBPJ-GSBI Jombang) menggelar unjuk rasa di depan gedung DPRD Jombang, Selasa (16/12/2025).
MasSa aksi yang sudah berkumpul sejak pukul 07.30 WIB di depan DPRD Jombang ini menyuarakan dua tuntutan utama.
Tuntutan pertama terkait penolakan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh sebuah perusahaan dan tuntutan kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jombang tahun 2026.
Pantauan SURYA, massa butuh datang dengan beragam poster, banner tuntutan disertai kibaran bendera serikat mereka. Panasnya cuaca tidak menghalangi para buruh yang didominasi pekerja pria itu untuk menyuarakan aspirasi mereka.
Satu per satu, secara bergantian, para buruh menyampaikan keresahannya dengan menggunakan microphone yang tersambung ke sebuah sound di atas mobil pikap.
Suara kencang yang keluar dari sound itu menarik perhatian masyarakat maupun pengendara yang melintas di lokasi gedung DPRD Jombang yang berlokasi di Jalan KH Wahid Hasyim.
Ketua PTP SBPJ-GSBI Jombang, Hadi Purnomo menjelaskan bahwa pihaknya menuntut kenaikan UMK 8-10 persen tahun depan.
Tuntutan ini diajukan menyusul adanya informasi yang menyebut bahwa angka kenaikan yang diusulkan hanya sekitar 3,6 persen.
"Angka tersebut sangat minim bagi kami. Di tahun 2026, semua kebutuhan hidup pasti naik. Kaum buruh membutuhkan kenaikan upah yang layak," ucap Hadi.
Tuntutan kedua yang disuarakan adalah penyelesaian PHK sepihak yang dilakukan oleh PT Sumber Graha Sejahtera (SGS) terhadap 105 karyawannya.
Hadi mengungkapkan, sebagian besar pekerja telah menandatangani kesepakatan pemutusan hubungan kerja (PB) karena khawatir tidak mendapat pesangon sama sekali.
"Saat ini hanya tersisa 21 orang yang bertahan dan memperjuangkan hak mereka melalui serikat kami. Tujuannya agar mereka memperoleh hak pesangon 100 persen, tidak seperti rekan-rekannya yang telah menyetujui PB dan hanya mendapat 50 persen pesangon yang dibayar cicilan selama 10 bulan," paparnya.
Hadi menyayangkan alasan perusahaan yang menyatakan merugi sebagai dasar PHK. Menurutnya, alasan tersebut tidak konsisten dengan perusahaan yang mampu melunasi tunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan selama empat bulan.
Juga perusahaan mampu melunasi ke koperasi perusahaan senilai Rp 1,5 miliar, dan membangun sejumlah fasilitas baru. "Kondisi ini dinilai tidak etis jika perusahaan tetap beralasan sedang merugi," ungkapnya.
Meskipun sejak pagi berpanas-panasan dan meninggalkan pekerjaan masing-masing, nyatanya para buruh tak bisa menemui anggota dewan karena para wakil rakyat sedang mengikuti agenda lain.
Pengunjuk rasa menyatakan kekecewaan karena tidak ada satu pun anggota DPRD yang menemui mereka selama aksi berlangsung, dengan alasan sedang melakukan studi banding.
Sementara Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Jombang, Isawan Nanang Rusdiyanto mengakui telah menerima aspirasi dari serikat buruh. Pihaknya telah melakukan komunikasi dan identifikasi awal terkait dugaan PHK tidak prosedural di PT SGS.
"Pemda berkomitmen melakukan pembinaan agar perusahaan menaati prosedur yang berlaku. Kami juga ingin para pekerja memahami mekanisme PHK yang sesuai aturan," jelas Isawan.
Ia menambahkan, aspirasi buruh terkait usulan kenaikan UMK 2026 sebesar 8-10 persen telah masuk dalam pembahasan tim deteksi dini dan sempat didiskusikan dalam hearing dengan Komisi D DPRD.
Disnaker menyatakan akan terus memfasilitasi proses penyelesaian kedua permasalahan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Dengan kondisi ini, teman-teman dari buruh berharap adanya dukungan dari dewan. Hanya saja saat ini tadi anggota dewan tidak ada di tempat. Berkaitan kenaikan UMK 8-10 persen, tim deteksi dini kami sudah teridentifikasi pada waktu kami hearing dengan komisi D," pungkas Isawan. ******