Sosok 2 Pakar yang Diajukan Roy Suryo Cs dalam Gelar Perkara Khusus Kasus Ijazah Jokowi 
Tribun December 17, 2025 12:45 AM

Terungkap sosok dua pakar yang diajukan oleh Roy Suryo Cs dalam gelar perkara khusus kasus ijazah Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (15/12/2025). 

Diketahui, gelar perkara khusus ini diajukan oleh tim merupakan permintaan kuasa hukum Roy Suryo. 

Dua sosok pakar itu adalah Prof Tono Saksono dan Doktor Ridho Rahmadi. Keduanya mempunyai catatan pendidikan yang luar biasa. 

Prof Tono Saksono misalnya. Ia merupakan lulusan Univerditas Gajah Mada (UGM) dan menempuh S2 serta mendapat gelar doktor dari kampus luar negeri. 

Sementara itu, Ridho Ramadhani merupakan dosen di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, ia mendapatkan gelar doktor di Belanda. 

Berikut sosok dua pakar tersebut dan masing-masing perannya dalam kasus ijazah Jokowi. 

Prof Dr Ir Tono Saksono 

Prof Dr Ir Tono Saksono merupakan mantan Guru Besar Universitas Muhammadiyah Prof Hamka (UHAMKA). 

Prof Toni dikenal luas sebagai akademisi yang aktif menyampaikan pandangan ilmiah, khususnya dalam bidang astronomi dan fotogrametri. 

Riwayat pendidikannya dimulai dari Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk jenjang sarjana. 

Gelar magister ia raih dari Ohio State University, Amerika Serikat, sementara gelar doktor diperolehnya dari University of London. 

Selain pernah mengajar di UGM hingga 1994, ia juga menjadi dosen di UHAMKA serta profesor tamu selama tujuh tahun di Universiti Tun Hussein Onn Malaysia dengan fokus penginderaan jauh. 

Dalam keterangannya di Mapolda Metro Jaya, Prof Tono menegaskan pengalamannya di bidang akademik sekaligus praktik profesional. 

"Saya memiliki pengalaman sebagai akademisi dan praktisi, saya kebetulan generasi yang mengalami pendidikan pengukuran dokumen dalam analog dan digital," 

Ia menjelaskan bahwa apabila analisis yang dilakukan oleh Roy Suryo Cs menuntut pendekatan analog, dirinya memiliki kompetensi untuk melakukannya. 

Namun, ia juga menyoroti keterbatasan sarana saat ini. 

Menurut Prof Tono, peralatan fotogrametri berbasis analog sudah tidak tersedia, sehingga pendekatan digital menjadi solusi yang relevan untuk menggantikan metode lama tersebut. Ia pun menyampaikan keyakinannya terhadap metode kajian yang telah dilakukan kubu Roy Suryo. 

"Saya merasa yakin bahwa (kajian ilmiah) Roy Suryo Cs sudah memenuhi kaidah saintifik yang akuntabel dan reliabel. Salah satu buktinya misalnya mereka melakukan tidak hanya 1 metode saja, melakukan banyak metode yang saling memverifikasi," jelasnya.

Sosok Dr Ing Ridho Rahmadi SKom MSc Ing 

Ahli kedua yang dihadirkan adalah Dr Ing Ridho Rahmadi SKom MSc Ing, sosok yang dikenal sebagai pakar kecerdasan buatan dan forensik digital dengan reputasi internasional. 

Saat ini, Ridho juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Ummat. 

Secara akademik, Ridho menempuh pendidikan doktoral di Belanda, serta meraih gelar magister dari Austria dan Republik Ceko. 

Sebelum terjun ke dunia politik, ia berkiprah di ranah teknologi informasi dan AI, termasuk mengajar di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. 

Ridho merupakan kelahiran 13 April 1985 dan menikah dengan Tasnim Rais, putri dari tokoh politik senior Amien Rais, pendiri Partai Ummat. 

Sikap dan Kehadiran Kubu Jokowi 

KASUS IJAZAH PALSU - Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) minta pemeriksaan kasus ijazah palsu pindah di Polresta Solo. Permintaan tersebut disampaikan melalui Pengacaranya, Yakup Hasibuan.
KASUS IJAZAH PALSU - Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) minta pemeriksaan kasus ijazah palsu pindah di Polresta Solo. Permintaan tersebut disampaikan melalui Pengacaranya, Yakup Hasibuan. (Kolase Kompas.com/Kompas TV)

Di sisi lain, perwakilan Presiden ke-7 RI Joko Widodo juga hadir memenuhi undangan penyidik dalam gelar perkara khusus tersebut. 

Kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, menegaskan bahwa forum ini bukanlah ajang untuk menentukan benar atau salahnya perkara dugaan ijazah palsu. 

“Intinya karena itu undangan dari para penyidik, ya kami menghormati dan kami hadir di sini. Namun kita semua sudah tahu bahwa gelar perkara ini adalah hanya pemaparan dari para penyidik, untuk memperlihatkan nih dari awal sampai sekarang ini apa yang telah dilakukan. Dan langkah-langkah selanjutnya seperti apa,” jelasnya. 

Yakup juga menekankan bahwa proses pembuktian perkara tetap akan dilakukan di pengadilan, bukan dalam forum gelar perkara. 

“Jadi ini bukan pemeriksaan eksaminasi mengenai perkaranya, bukan pembuktian perkaranya, karena pembuktian nanti di pengadilan. Jadi kalau ada narasi seakan-akan di sinilah nanti akan dilihat apakah yang sudah dilakukan sudah benar atau tidak, itu salah narasinya. Jadi kita hanya melihat saja nih pemaparan dari para penyidik,” tegasnya. 

Ia menambahkan bahwa dalam forum tersebut, penyidik hanya memaparkan langkah-langkah yang telah ditempuh selama proses penyidikan berlangsung. 

“Iya, karena forum untuk mengkoreksi suatu penyidikan bukan di sini. Ini hanya mereka memaparkan, para penyidik. Apa yang sudah dilakukan, sehingga para tersangka tentu yang memiliki hak kan, untuk mengetahui mungkin apa yang telah dilakukan, apa yang sudah disita dan sebagainya,” tambahnya. 

Sebagai pihak pelapor, Yakup menyebut kliennya juga berhak mengetahui tahapan lanjutan perkara, termasuk pelimpahan berkas ke kejaksaan. 

“Kami sebagai pelapor juga memiliki hak nih untuk mengetahui kapan ini akan dilimpahkan kepada kejaksaan untuk disidangkan nanti,” 

Perkembangan Penanganan Perkara 

Polda Metro Jaya saat ini menangani dua fokus perkara dalam kasus tuduhan ijazah palsu Jokowi. 

Perkara pertama berkaitan dengan dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Jokowi pada 30 April 2025. 

Sementara perkara kedua menyangkut dugaan penghasutan serta penyebaran informasi bohong yang dilaporkan oleh sejumlah pihak ke berbagai kepolisian resor. 

Kedua perkara tersebut telah memasuki tahap penyidikan. 

Hingga kini, penyidik menetapkan delapan orang sebagai tersangka yang terbagi dalam dua klaster. 

Klaster pertama mencakup Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah. 

Kelimanya belum menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Sementara klaster kedua berisi Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma. 

Para tersangka dijerat dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP, serta Pasal 27A juncto Pasal 32 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.