Transfer dana Rp809,59 miliar dari PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB) ke PT Gojek Indonesia pada 2021 murni transaksi korporasi internal AKAB

Jakarta (ANTARA) - Penasihat hukum Nadiem Anwar Makarim, Dodi Abdulkadir menegaskan uang senilai Rp809,59 miliar yang disebut diterima kliennya tidak ada kaitannya dengan Nadiem maupun kebijakan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.

"Transfer dana Rp809,59 miliar dari PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB) ke PT Gojek Indonesia pada tahun 2021 murni transaksi korporasi internal PT AKAB," ucap Dodi dalam keterangan kepada media di Jakarta, Selasa malam.

Ia menjelaskan transaksi itu merupakan langkah administratif yang dilakukan PT AKAB pada tahun 2021 dalam menjalankan tata kelola perusahaan sebelum pelaksanaan penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO).

Dia pun mengaku memiliki bukti melalui dokumentasi korporasi bahwa Nadiem tidak menerima sepeser pun dari transaksi tersebut.

Selain itu, Dodi menambahkan tidak ada pula bukti Nadiem menerima keuntungan pribadi atau memperkaya pihak lain.

"Kekayaannya justru merosot 51 persen saat menjabat menteri," ucap dia.

Di sisi lain, dia menegaskan tidak ada kaitan antara investasi Google di PT AKAB dengan pemilihan Chrome OS di Kemendikbudristek.

Disebutkan bahwa hampir 70 persen investasi Google di PT AKAB terjadi pada 2018, yakni hampir 1,5 tahun sebelum Nadiem menjabat sebagai menteri.

Penambahan saham Google pada 2020 sebesar 7,04 persen dan pada 2022 sebanyak 4,72 persen, kata dia, hanya merupakan langkah Google untuk menghindari dilusi dan mengembalikan persentase kepemilikan Google yang jauh terkikis dikarenakan banyaknya investor baru yang masuk, dari total investasi yang diterima oleh PT AKAB dari seluruh investor yang mencapai lebih dari 9 miliar dolar Amerika Serikat (AS).

Dodi menyebutkan Nadiem juga tidak pernah memberi perintah, arahan, atau keputusan untuk memilih laptop Chromebook atau sistem operasi Chrome (Chrome OS).

Peran Nadiem hanya memberikan pendapat terhadap paparan dan masukan yang diberikan oleh Ibrahim Arief mengenai penggunaan Chrome OS dibandingkan dengan Windows OS.

"Setiap keputusan yang diambil oleh tim teknis dilakukan secara independen tanpa ada intervensi dari Nadiem. Sementara penyusunan harga satuan laptop dengan Chrome OS ditentukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)," tutur Dodi.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi periode 2019-2024 Nadiem Anwar Makarim disebut menerima uang Rp809,59 miliar terkait kasus dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan berupa pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) di lingkungan Kemendikbudristek pada 2019–2022.

Hal itu diungkapkan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung Roy Riady pada sidang pembacaan surat dakwaan terhadap tiga terdakwa dalam kasus yang sama, yakni Ibrahim Arief alias Ibam, Sri Wahyuningsih, dan Mulyatsyah.

"Uang yang diterima Nadiem berasal dari PT AKAB melalui PT Gojek Indonesia," ujar JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa.

JPU mengungkapkan sebagian besar sumber uang PT AKAB berasal dari investasi Google senilai 786,99 juta dolar Amerika Serikat.

Hal tersebut dapat dilihat dari kekayaan Nadiem yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada tahun 2022, yakni terdapat perolehan harta jenis surat berharga senilai Rp5,59 triliun.

Dalam kasus itu, ketiga terdakwa diduga merugikan keuangan negara senilai Rp2,18 triliun, yang meliputi sebesar Rp1,56 triliun terkait program digitalisasi pendidikan pada Kemendikbudristek, serta senilai 44,05 juta dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp621,39 miliar akibat pengadaan CDM yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat pada program digitalisasi pendidikan.

Disebutkan bahwa ketiga terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum tersebut bersama-sama dengan Nadiem dan mantan Staf Khusus Mendikbudristek Jurist Tan.

Perbuatan melawan hukum yang dilakukan para terdakwa, antara lain melakukan pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi berupa laptop Chromebook dan CDM tahun anggaran 2020, 2021, dan 2022, yang tidak sesuai dengan perencanaan pengadaan serta berbagai prinsip pengadaan.

Selain itu, para terdakwa, bersama dengan Nadiem dan Jurist, turut diduga melakukan pengadaan laptop Chromebook pada Kemendikbudristek melalui e-Katalog maupun aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) tahun 2020, 2021, dan 2022 tanpa melalui evaluasi harga pelaksanaan pengadaan laptop Chromebook serta tidak didukung dengan referensi harga.

Atas perbuatannya, ketiga terdakwa terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, surat dakwaan terhadap Nadiem baru akan dibacakan pada Selasa (23/7), setelah sidangnya ditunda karena pembantaran (penangguhan masa penahanan) akibat mantan Mendikbudristek itu masih dalam keadaan sakit.