Beda Sikap Wakil Ketua & Anggota Komisi II DPR soal Aceh Minta Bantuan PBB Tangani Banjir
December 17, 2025 07:38 AM


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf dan Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhammad Khozin berbeda sikap menanggapi langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh yang meminta bantuan dari dua lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menangani bencana.

Dua lembaga itu adalah United Nations Development Programme (UNDP) dan UNICEF.

Baca juga: Ratusan Anak Korban Banjir di Aceh Tamiang Jalani Trauma Healing

Dede Yusuf menilai langkah Pemprov Aceh minta bantuan dua lembaga PBB ini tidak perlu dipersoalkan.

Sebab menurutnya dalam kondisi darurat bencana, pemerintah daerah berhak meminta bantuan dari pihak mana pun. 

Sebaliknya Muhammad Khozin menilai langkah Pemprov Aceh yang meminta bantuan dari dua lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menangani bencana tidak tepat.

"Tidak usah dijadikan perdebatan, yang penting satu nyawa lagi bisa tertolong adalah keharusan," kata Dede kepada wartawan, Selasa (16/12/2025).

 

 

Menurut Dede, kondisi medan yang sulit kerap menjadi kendala utama dalam penyaluran bantuan.

"Artinya, Pemda pasti berusaha semaksimal mungkin mendapat bantuan dari mana saja," ujar politikus Partai Demokrat ini.

Ia menegaskan, bantuan harus dipandang sebagai upaya pertolongan mencegah korban lebih banyak. 

"Kita yakinkan juga bahwa pemerintah dan presiden sudah melakukan upaya maksimal menangani kondisi. Negara lain pun juga sudah menawarkan bantuan," tegas Dede.

Kewenangan Pemerintah Pusat

Sementara itu Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB, Muhammad Khozin, menilai urusan luar negeri merupakan kewenangan absolut pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

"Pemda tak memiliki kewenangan hubungan luar negeri. Urusan luar negeri merupakan kewenangan absolut pemerintah pusat," kata Khozin kepada wartawan, Selasa (16/12/2025).

Ia merujuk Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan sejumlah kewenangan absolut berada di tangan pemerintah pusat. 

"Salah satunya adalah politik luar negeri, itu domain absolut pemerintah pusat, tidak bisa diutak atik," ujar Khozin.

Namun, Khozin menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak sepenuhnya dilarang menjalin kerja sama dengan pihak luar negeri. 

Menurut dia, kerja sama tersebut harus berada dalam kerangka dan persetujuan pemerintah pusat.

"Namun, konteksnya kerja sama Pemda dengan lembaga atau Pemda di luar negeri atas dasar kerja sama penerusan kerja sama pemerintah pusat atau atas dasar persetujuan pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 PP No 28 Tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah," ucap Khozin. 

Dalam konteks bantuan luar negeri akibat bencana, Khozin menyebut pemerintah daerah dimungkinkan menerima bantuan dari luar negeri, tetapi tetap harus melalui mekanisme pemerintah pusat. Peran pemerintah daerah, kata dia, sebatas mengusulkan.

"Posisi Pemda hanya pengusul ke pemerintah pusat. Lembaga penentu adalah pemerintah pusat, yakni BNPB sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PP No 28 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Non Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana," jelasnya.  

Namun, Khozin mengaku memahami situasi darurat yang dihadapi daerah tersebut. Ia menilai kondisi itu harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat.

"Kami memahami situasi yang dialami Pemprov Aceh, termasuk aksi pengibaran bendera putih di Aceh. Pesan ini harus ditangkap oleh pemerintah pusat untuk lebih akseleratif dan lebih cepat dalam penanganan bencana di Sumatera dan Aceh," imbuhnya. 

Aceh Surati 2 Lembaga PBB 

Mengenai permintaan bantuan PBB tersebut sebelumnya disampaikan Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA pada Minggu (14/12/2025).

"Secara khusus Pemerintah Aceh resmi juga telah menyampaikan permintaan keterlibatan beberapa lembaga internasional atas pertimbangan pengalaman bencana tsunami 2004, seperti UNDP dan UNICEF," kata Muhammad dalam keterangan tertulisnya. 

Menurut dia, selain telah menyurati dua lembaga tersebut saat ini juga tercatat sekitar 77 lembaga dengan mengikutsertakan 1.960 relawannya sudah berada di Aceh. 

Mereka merupakan lembaga atau NGO lokal, nasional dan insternasional.

"Besar kemungkinan keterlibatan lembaga dan relawan akan terus bertambah dalam respons kebencanaan ini," ujarnya. 

Terhadap permintaan tersebut, PBB di Indonesia menyatakan terus memantau situasi secara seksama dan tetap terlibat aktif bersama pemerintah Indonesia dalam mengawal respons darurat di provinsi terdampak.

"Di lapangan sendiri, PBB telah mendukung upaya pemerintah melalui bantuan teknis sesuai dengan mandat program-program yang tengah berlangsung di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat serta bantuan di tingkat nasional melalui kementerian terkait. PBB siap untuk memperkuat dukungan tersebut dengan terus bekerja sama secara erat dengan pemerintah," tulis PBB dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Senin.

Sementara itu, UNDP Indonesia juga telah menerima permintaan resmi dari Pemerintah Provinsi Aceh pada Minggu (14/12/2025). 

Saat ini, UNDP tengah melakukan peninjauan untuk memberikan dukungan terbaik yang dapat diberikan kepada pihak-pihak nasional yang terlibat dalam penanganan, serta masyarakat yang terdampak seiring dengan mandat UNDP mengenai pemulihan dini (early recovery).

Sementara itu, UNICEF juga menyampaikan simpati yang mendalam kepada anak-anak dan keluarga yang terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

UNICEF juga telah menerima surat dari Pemerintah Provinsi Aceh dan saat ini sedang menelaah bidang-bidang dukungan yang diminta, melalui koordinasi dengan otoritas terkait, untuk mengidentifikasi kebutuhan prioritas di mana UNICEF dapat berkontribusi dalam upaya penanganan yang dipimpin oleh pemerintah.

Sejak awal terjadinya banjir yang melanda Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, UNICEF bersama dengan badan-badan PBB lainnya telah bekerja secara erat dengan pemerintah di tingkat nasional dan subnasional serta para mitra dalam mendukung upaya respons darurat. 

Tim UNICEF di Kantor Lapangan Aceh telah berada di lapangan dan diperkuat dengan tambahan keahlian teknis, khususnya di bidang yang berkaitan dengan kesejahteraan anak.

"UNICEF tetap berkomitmen penuh dan siap memberikan dukungan lebih lanjut terhadap respons yang dipimpin oleh pemerintah, melalui koordinasi yang erat dengan otoritas terkait," tulisnya.

Korban Meninggal Lebih dari 1.000 Orang

Senin (15/12/2025) sore, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi (Kapusdatin) Kebencanaan BNPB Abdul Muhari memberikan update informasi terkait jumlah korban jiwa dalam bencana banjir bandang dan longsor yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar).

Abdul Muhari menyebut, jumlah korban jiwa bertambah 14 orang sehingga total keseluruhan menjadi 1.030 orang.

"Untuk korban jiwa meninggal dunia bertambah 14 jiwa, dari 1.016 jiwa pada hari Minggu kemarin, 14 Desember saat ini menjadi 1.030 jiwa," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar di Pusat Informasi dan Media Center Komdigi di lobi Kantor Gubernur Aceh, Kota Banda Aceh, Aceh.

Rinciannya, tujuh jasad ditemukan di Aceh, kemudian enam jasad di Sumut, dan satu jasad di Sumbar.

Kemudian, jumlah korban hilang adalah 206 orang, berkurang dari hari sebelumnya yang berjumlah 212 jiwa. 

Jumlah pengungsi juga sudah berkurang dibandingkan pada hari Minggu kemarin.

"Jumlah pengungsi per hari Minggu 14 Desember itu 624.670 jiwa, saat ini berkurang menjadi 608.940 jiwa. Ini proporsi jumlah terbesar masih di Provinsi Aceh, sebanyak 572.862 jiwa," tutur Abdul.

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.