TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak menindaklanjuti kasus dugaan suap yang menjerat Bupati nonaktif Lampung Tengah, Ardito Wijaya.
Pasca-operasi tangkap tangan (OTT) pekan lalu, tim penyidik antirasuah mengamankan sejumlah dokumen penting dari hasil penggeledahan maraton di tiga lokasi strategis di Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
Tiga lokasi yang digeledah penyidik KPK adalah :
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan bahwa penyidik telah menyita berbagai dokumen dari tiga lokasi yang digeledah itu.
"Tiga-tiganya ada penyitaan dokumen. Dokumennya apa belum bisa kami sampaikan saat ini karena sekarang masih dipelajari oleh penyidik. Yang pasti dokumen itu terkait dan mendukung penyidik dalam membuat terang perkara ini," kata Budi dalam keterangannya, Rabu (17/12/2025).
Dokumen-dokumen yang disita tersebut akan segera ditelaah dan dianalisis untuk memperkuat konstruksi perkara pokok yakni suap proyek pengadaan.
KPK menduga kuat adanya patokan fee proyek sebesar 15 hingga 20 persen yang disyaratkan oleh Bupati Ardito Wijaya kepada para kontraktor.
"Penyidik nanti akan melakukan telaah dan analisis untuk mendukung pengungkapan perkara ini. Fokus pertama tentu terhadap konstruksi perkara pokoknya, di mana kita menemukan dugaan fakta bahwa bupati mematok fee proyek 15 sampai 20 persen," kata Budi.
Penggeledahan di Dinas Bina Marga dinilai krusial mengingat instansi tersebut menjadi salah satu locus utama dugaan bancakan proyek infrastruktur.
Penyidik kini tengah menelusuri proyek mana saja yang telah diatur pemenangnya, serta siapa saja pihak yang terlibat dalam lingkaran layering atau perantara suap tersebut.
Dari dokumen dan pemeriksaan intensif, KPK juga menyoroti motif di balik praktik rasuah ini.
Terungkap fakta bahwa uang hasil korupsi digunakan untuk menutup biaya politik yang tinggi, termasuk pelunasan utang biaya kampanye Pilkada 2024.
"Ada dugaan fakta bahwa uang-uang hasil tindak pidana korupsi fee proyek ini sebagiannya mengalir untuk menutup biaya kampanye 2024 yang lalu. Ini menjadi problem sistemik, biaya politik tinggi menyebabkan kepala daerah terpilih punya beban mengembalikan modal dengan cara korupsi," ujar Budi.
KPK mensinyalir modus ini tidak hanya terjadi di Dinas Bina Marga.
Temuan awal menunjukkan adanya praktik serupa dalam pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan, di mana pihak swasta telah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
"Kegiatan tangkap tangan ini menjadi pintu masuk bagi KPK untuk melihat lebih dalam dan luas, apakah modus-modus ini juga terjadi di dinas-dinas lainnya," kata Budi.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka yakni :
Diduga, total aliran uang yang diterima Bupati Ardito mencapai Rp5,75 miliar.
Dimana Rp5,25 miliar diantaranya digunakan untuk melunasi pinjaman bank terkait kebutuhan kampanye.
Para tersangka kini telah ditahan di Rutan KPK untuk proses penyidikan lebih lanjut.