Serba-serbi Putusan MK Perkara Royalti yang Digugat Ariel Dkk
GH News December 17, 2025 10:09 PM
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan putusan terkait gugatan Undang-Undang Hak Cipta yang diajukan oleh sejumlah musisi. MK mengubah sejumlah pasal dalam UU Hak Cipta itu.

Dirangkum detikcom, Rabu (17/12/2025), gugatan nomor 28/PUU-XXIII/2025 itu telah terdaftar sejak Maret 2025. Berikut daftar pemohon dalam perkara tersebut:

1. Tubagus Arman Maulana (Armand Maulana)2. Nazril Irham (Ariel NOAH)3. Vina DSP Harrijanto Joedo (Vina Panduwinata)4. Dwi Jayati (Titi DJ)5. Judika Nalom Abadi Sihotang6. Bunga Citra Lestari (BCL)7. Sri Rosa Roslaina H (Rossa)8. Raisa Andriana9. Nadin Amizah10. Bernadya Ribka Jayakusuma11. Anindyo Baskoro (Nino)12. Oxavia Aldiano (Vidi Aldiano)13. Afgansyah Reza (Afgan)14. Ruth Waworuntu Sahanaya15. Wahyu Setyaning Budi Trenggono (Yuni Shara)16. Andi Fadly Arifuddin (Fadly Padi)17. Ahmad Z Ikang Fawzi (Ikang Fawzi)18. Andini Aisyah Hariadi (Andien)19. Dewi Yuliarti Ningsih (Dewi Gita)20. Hedi Suleiman (Hedi Yunus)21. Mario Ginanjar22. Teddy Adhytia Hamzah23. David Bayu Danang Joyo24. Tantri Syalindri Ichlasari (Tantri Kotak)25. Hatna Danarda (Arda)26. Ghea Indrawari27. Rendy Pandugo28. Gamaliel Krisatya29. Mentari Gantina Putri (Mentari Novel).

Apa isi gugatannya?

Dalam permohonannya, para musisi ini menggugat sejumlah pasal UU Hak Cipta. Salah satunya pasal mengenai pembayaran royalti kepada pemilik hak cipta saat karyanya dibawakan dalam konser.

Berikut pasal-pasal yang digugat:

Pasal 9 ayat 3:

Pasal 23 ayat 5:

Pasal 81:

Pasal 87 ayat 1:

Pasal 113 ayat 2:

Dalam permohonannya, para pemohon mengaku hanya akan membahas soal hak ekonomi pertunjukan atau performing rights. Para pemohon menyebut sudah menjadi kebiasaan umum bahwa penyelenggara acara pertunjukan atau event organizer yang membayar royalti atas pertunjukan di tempat hiburan, konser, radio, televisi, dan lainnya.

Para pemohon pun meminta MK untuk:

1. Menyatakan Pasal 9 ayat (3) UU Hak Cipta konstitusional sepanjang dimaknai bahwa penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tidak memerlukan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta dengan kewajiban untuk tetap membayar royalti atas penggunaan secara komersial ciptaan tersebut

2. Menyatakan Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta konstitusional sepanjang frasa 'setiap orang' dimaknai sebagai 'Orang atau badan hukum sebagai penyelenggara acara pertunjukan' kecuali apabila diperjanjikan berbeda oleh pihak terkait mengenai ketentuan pembayaran royalti dan sepanjang dimaknai bahwa pembayaran royalti dapat dilakukan sebelum dan sesudah dilakukannya penggunaan komersial suatu ciptaan dalam suatu pertunjukan

3. Menyatakan Pasal 81 UU Hak Cipta konstitusional sepanjang dimaknai untuk penggunaan secara komersial dalam suatu pertunjukan tidak diperlukan lisensi dari pencipta dengan kewajiban untuk membayar royalti untuk pencipta melalui LMK

4. Menyatakan Pasal 87 UU Hak Cipta konstitusional sepanjang tidak dimaknai bahwa pencipta, pemegang hak cipta ataupun pemilik hak terkait juga dapat melakukan mekanisme lain untuk memungut royalti secara nonkolektif dan/atau memungut secara diskriminatif

5. Menyatakan bahwa ketentuan huruf f dalam Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta inkonstitusional dan tidak berkekuatan hukum.

Putusan MK

Setelah sekitar 9 bulan berproses, MK membacakan putusan terhadap gugatan Ariel dkk pada Rabu (17/12). MK mengabulkan sebagian gugatan tersebut.

"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan.

Salah satu poin putusan MK itu menegaskan pembayaran royalti dilakukan penyelenggara pertunjukan. MK menyebut suatu pertunjukan pada prinsipnya melibatkan dua pihak utama, yakni penyelenggara pertunjukan dan pelaku pertunjukan.

MK menilai frasa 'setiap orang' dalam Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta berpotensi menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum mengenai siapa yang seharusnya membayarkan royalti. MK menilai hal itu terjadi lantaran frasa tersebut dapat ditafsirkan sebagai siapa pun yang terlibat dalam pertunjukan itu.

MK menilai keuntungan dari suatu pertunjukan komersial salah satunya ditentukan jumlah penjualan tiket. Dia mengatakan pihak yang memiliki pengetahuan dan kendali penuh atas penjualan tiket itu merupakan penyelenggara pertunjukan.

"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, pihak yang seharusnya membayar royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta melalui LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) ketika dilakukan penggunaan ciptaan dalam suatu pertunjukan secara komersial adalah pihak penyelenggara pertunjukan," ujar hakim MK Enny.

"Demikian pula halnya untuk pembayaran royalti bagi penggunaan hak cipta untuk pertunjukan secara komersial yang telah memperoleh izin langsung dari pencipta atau pemegang hak cipta yang tidak memberikan kuasa kepada LMK. Dengan demikian, frasa 'setiap orang' dalam Pasal 23 ayat (5) UU 28/2014 harus dimaknai termasuk penyelenggara pertunjukan," sambungnya.

Utamakan Restorative Justice

MK juga menegaskan penerapan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta harus ditempatkan sebagai upaya terakhir (ultimum remedium). MK menyatakan sanksi pidana dilakukan jika upaya sanksi administrasi hingga restorative justice tak terpenuhi.

MK menyebut penerapan sanksi pidana secara langsung terhadap pelanggaran hak cipta, khususnya yang berkaitan dengan pertunjukan karya seni, berpotensi menimbulkan rasa takut bagi seniman. Selain itu, aturan itu dinilai malah menghambat kebebasan seniman, musisi, serta pelaku pertunjukan dalam berkarya dan tampil di ruang publik.

"Penerapan sanksi pidana sebagai upaya pertama akan dapat menimbulkan kekhawatiran/ketakutan bagi pengguna ciptaan yang banyak berprofesi sebagai seniman, musisi, dan pelaku pertunjukan, untuk tampil di ruang publik. Hal tersebut berpengaruh pula pada ekosistem seni dan budaya, yaitu kreativitas mereka dalam mengekspresikan dan menampilkan suatu karya," ujar MK.

MK menegaskan sanksi pidana harus menjadi alternatif terakhir. MK menegaskan hal itu tidak hanya berlaku terhadap pelanggaran hak ekonomi pencipta atau pemegang hak cipta dalam pertunjukan ciptaan pada Pasal 9 ayat (1) huruf f saja, tetapi juga terhadap pelanggaran lainnya yang berkaitan dengan penggunaan ciptaan secara komersial.

Minta Besaran Royalti Diatur dengan Jelas

MK juga menegaskan besaran imbalan yang wajar atau royalti tak boleh ditentukan secara sepihak. MK menilai besaran royalti atau imbalan ditentukan berdasarkan aturan resmi yang berlaku.

mengatakan frasa 'imbalan yang wajar' dalam Pasal 87 ayat (1) UU 28/2014 telah memberikan ruang penafsiran dan ketidakpastian hukum mengenai makna dari imbalan atau royalti yang wajar. Menurut dia, imbalan yang wajar harus dimaknai sebagai royalti yang ditetapkan berdasarkan mekanisme dan tarif dalam peraturan perundang-undangan.

"Imbalan atas penggunaan ciptaan yang dimaksud pun tidak boleh mengabaikan kepentingan masyarakat untuk dapat mengekspresikan dan menikmati hasil karya ciptaan secara mudah dan terjangkau," ujar Hakim MK Enny.

Berikut amar putusan lengkap MK terkait UU Hak Cipta:

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;

2. Menyatakan frasa 'Setiap Orang' dalam norma Pasal 23 ayat (5) UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'termasuk penyelenggara pertunjukan secara komersial'

3. Menyatakan frasa 'imbalan yang wajar' dalam norma Pasal 87 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'imbalan yang wajar, sesuai dengan mekanisme dan tarif berdasarkan peraturan perundang-undangan'

4. Menyatakan frasa 'huruf f' dalam norma Pasal 113 ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'dalam penerapan sanksi pidana dilakukan dengan terlebih dahulu menerapkan prinsip restorative justice'

5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya

6. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.

Armand Maulana (Anggi/detikcom)Armand Maulana (Anggi/detikcom)

Pemohon Bersyukur Atas Putusan MK

Salah satu pemohon, Armand Maulana, bersyukur dengan keberadaan putusan MK ini. Dia mengatakan putusan MK mengakhiri kisruh royalti di kalangan musisi.

"Pak Hakim Mahkamah Konstitusi (sudah) jelaskan, sekarang sudah insyaallah udah tidak ada lagi kekisruhan di lapangannya, gitu. Karena tadi udah sangat-sangat jelas banget tuh bahwa penyanyi bukannya membayar, tapi si penyelenggaranya yang mendatangkan ekonomi, hak ekonomi di situ," kata Armand setelah menghadiri sidang putusan di gedung MK, Jakarta Pusat.

Dia mengatakan putusan ini memberi kepastian hukum dan mengakhiri kebingungan publik. Dia juga bersyukur MK memberi penegasan terkait penerapan sanksi pidana menjadi pilihan terakhir.

"Karena sampai detik ini ada penyanyi, saya tidak akan menyebutkan siapa, tapi masih tetap disomasi dan pengin dipidana gitu. Jadi itu udah, udah pasti selesai dulu secara perdata dan sebagainya. Itu benar-benar terakhir banget, benar-benar terakhir," katanya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.