TRIBUNNEWS.COM - Lonjakan harga RAM global kian menjadi perhatian serius bagi industri teknologi dunia.
Pada periode sebelum ledakan teknologi kecerdasan buatan (AI), khususnya sekitar 2018–2021, harga RAM cenderung stabil bahkan sempat menurun.
Namun sejak pertengahan tahun ini, sekitar Juni dan berlanjut hingga Oktober 2025 mulai mengalami kenaikan signifikan.
Melansir dari Reuters, RAM DDR5-6000 32 GB yang biasanya digunakan dalam sistem komputer modern untuk bermain game dan pembuatan konten profesional, kini dijual di atas harga 200 dollar AS sekitar Rp 3,3 juta.
Harga tersebut jauh dari sebelumnya, dimana tipe RAM ini hanya dijual di bawah 100 dollar AS sekitar Rp 1,6 juta.
Sementara RAM tipe DDR4-3600 32 GB yang biasa digunakan untuk PC gaming kelas atas harganya kini berkisar di angka 150 dollar AS sekitar Rp 2,4 juta.
Naik sekitar dua kali lipat dari harga ritel sebelumnya di kisaran 80 dollar AS sekitar Rp 1,3 juta.
Hal serupa juga terjadi pada kit RAM DDR5 Corsair Dominator 64GB CL30 untuk PC High-End dulu harganya dipatok 280 dollar AS sekitar Rp 4,6 juta.
Namun harga RAM tersebut tiba-tiba naik hampir 100 persen menjadi 547 dollar AS atau sekitar Rp 9 juta.
Mengutip laporan situs IGN (Imagine Games Network) kenaikan harga memori yang terjadi secara tajam dalam beberapa bulan terakhir dipicu oleh melonjaknya permintaan dari pusat data kecerdasan buatan (AI), yang kini menyerap sebagian besar pasokan memori dunia.
Baca juga: Kekosongan Hukum AI Dapat Sorotan, Pemerintah dan DPR Diminta Segera Buat Aturan
Banyaknya perusahaan teknologi global yang berlomba membangun dan memperluas pusat data AI untuk mendukung pengembangan model kecerdasan buatan generative, membuat infrastruktur ini membutuhkan kapasitas memori yang jauh lebih besar dibanding perangkat konsumen seperti PC, laptop, atau smartphone.
Jika perangkat konsumen umumnya hanya membutuhkan RAM belasan gigabyte, satu server AI justru memerlukan ratusan gigabyte hingga terabyte memori berperforma tinggi untuk beroperasi secara optimal.
Kebutuhan ekstrem tersebut lantas mendorong pusat data AI menjadi pembeli utama RAM di pasar global.
Perusahaan pengelola server AI juga memiliki kemampuan finansial yang jauh lebih besar, sehingga bersedia membayar harga premium demi mengamankan pasokan memori.
Kondisi inilah yang membuat produsen memori seperti Samsung, SK Hynix, dan Micron memprioritaskan produksi untuk sektor AI dibanding pasar konsumen.
Peralihan prioritas pasokan secara langsung mengurangi ketersediaan RAM untuk produsen PC, laptop, dan smartphone.
Akibatnya, pasokan menjadi terbatas sementara permintaan tetap tinggi, menciptakan ketidakseimbangan pasar.
Sesuai hukum ekonomi, ketika permintaan meningkat tajam sementara pasokan menyusut, harga akan terdongkrak naik secara signifikan.
Dengan kondisi tersebut, harga RAM diprediksi akan tetap berada di level tinggi dalam jangka menengah hingga panjang.
Selama pusat data AI terus menyerap porsi besar pasokan memori dunia, pasar konsumen harus bersiap menghadapi realitas baru.
Alhasil RAM bukan lagi komponen murah, melainkan sumber tekanan utama dalam rantai industri teknologi global.
Lonjakan harga RAM global belakangan mulai menimbulkan dampak serius bagi sejumlah industri.
Di industri game, mahalnya RAM menjadi hambatan langsung bagi pengembangan gim kelas atas.
Gim modern membutuhkan kapasitas memori besar untuk menjalankan grafis realistis, dunia terbuka berskala luas, serta kecerdasan buatan dalam permainan.
Ketika harga RAM meningkat tajam, biaya produksi perangkat gaming ikut naik, sementara basis pengguna berisiko menyusut akibat harga PC gaming yang semakin mahal.
Kondisi ini dikhawatirkan memperlambat inovasi dan membuat pengembang lebih berhati-hati dalam merancang gim berteknologi tinggi.
Tekanan serupa dirasakan industri PC dan laptop. Produsen menghadapi dilema antara mempertahankan harga jual atau menjaga spesifikasi produk.
Kenaikan harga RAM memaksa sebagian produsen memangkas kapasitas memori bawaan atau menaikkan harga perangkat.
Akibatnya, konsumen mendapatkan perangkat dengan spesifikasi lebih rendah pada harga yang sama, atau harus membayar lebih mahal untuk performa yang setara dengan generasi sebelumnya.
Dampak paling nyata terlihat pada segmen menengah dan entry-level. PC dan laptop yang sebelumnya terjangkau kini menjadi lebih mahal, sehingga mempersempit akses masyarakat terhadap perangkat komputasi.
Hal tersebut tentunya berpotensi memperlebar kesenjangan digital, terutama di negara berkembang yang sangat bergantung pada perangkat berbiaya rendah.
Industri smartphone juga tidak luput dari tekanan. RAM merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan performa ponsel, khususnya untuk multitasking dan aplikasi berat.
Kenaikan harga memori membuat produsen terpaksa melakukan penyesuaian strategi, seperti mengurangi kapasitas RAM, menunda peluncuran model baru, atau menaikkan harga jual.
Beberapa vendor bahkan memangkas spesifikasi lain untuk mengimbangi mahalnya RAM, sehingga kualitas keseluruhan perangkat ikut terpengaruh.
(Tribunnews.com / Namira)