Perceraian di Usia Senja Meningkat, Pengamat Sebut Perempuan Kini Lebih Berani Mengakhiri Pernikahan
December 19, 2025 09:27 AM

SRIPOKU.COM, PALEMBANG– Kasus gugatan cerai yang diajukan Atalia Praratya terhadap suaminya, Ridwan Kamil, menambah sorotan terhadap fenomena gray divorce atau perceraian di usia senja.

Perceraian pada pasangan berusia 50 tahun ke atas diketahui terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Pakar Etika sekaligus praktisi kehidupan berumah tangga, Sri Suroso, menilai fenomena ini tidak terlepas dari perubahan pola pikir perempuan.

Menurutnya, pada masa lalu perempuan cenderung bertahan dalam pernikahan meski mengalami penderitaan karena adanya stigma bahwa perceraian adalah aib, terutama bagi perempuan.

“Dulu perempuan takut bercerai dan memilih menahan kekerasan fisik, mental, hingga perselingkuhan demi menjaga nama baik keluarga,” ujar Sri Suroso, Jumat (19/12/2025).

Namun kini, kondisi tersebut mulai berubah. Perempuan dinilai semakin terdidik, terbuka, dan berani mengambil keputusan terbaik bagi dirinya ketika tidak lagi mampu bertahan dalam hubungan yang menyakitkan.

Sri Suroso mencontohkan Atalia Praratya sebagai sosok perempuan terdidik yang memiliki kedudukan.

Menurutnya, keberanian untuk bercerai muncul ketika rasa malu dan tekanan batin akibat perilaku pasangan sudah tidak dapat ditoleransi.

“Sekarang perempuan sudah lebih berani mengambil keputusan. Kalau sudah tidak kuat, dia tidak lagi diam,” kata Pemilik Lembaga Pendidikan Carissa tentang peningkatan SDM. 

Meski demikian, ia mengakui bahwa perceraian tetap membawa beban berat, terutama bagi pihak perempuan. Dalam banyak kasus, tanggung jawab mengasuh anak lebih sering berada di pundak ibu. 

“Tidak banyak laki-laki yang benar-benar bertanggung jawab. Perempuan yang akhirnya berjuang sendiri demi anak-anaknya,” ujarnya.

Sri Suroso menekankan bahwa keberanian perempuan untuk keluar dari hubungan yang menyakitkan bukanlah hal negatif.

Menurutnya, kekerasan dalam rumah tangga tidak selalu berbentuk fisik. KDRT itu bisa berupa makian, tekanan mental, dan perlakuan tidak menghargai. Kalau perempuan tidak mau lagi menahan itu, dia berhak pergi dan membangun hidupnya kembali. 

Di sisi lain, Sri Suroso juga membagikan tips menjaga keharmonisan rumah tangga berdasarkan pengalamannya hampir enam dekade berumah tangga. Ia menekankan pentingnya kebersamaan dalam menikmati hidup.

"Kalau untuk senang-senang, tidak boleh sendiri-sendiri. Harus bersama pasangan,” ujarnya.

Selain itu, keterbukaan, saling menjaga kehormatan, dan saling menghargai dinilai menjadi kunci utama.

Ia mengingatkan bahwa peluang untuk berselingkuh kini terbuka bagi laki-laki maupun perempuan. Karena itu harus ada keterbukaan dan kesepakatan dalam rumah tangga.

"Untuk itu juga penting menjaga penampilan sebagai bentuk penghargaan kepada pasangan. Walaupun di rumah, tetap jaga penampilan. Jangan ketika suami pulang, kita terlihat kucel dan tidak terurus,” katanya.

Kini di usia hampir 80 tahun, Sri Suroso telah menjalani pernikahan selama 56 tahun, dikaruniai sembilan cucu dan satu cicit.

Pengalamannya menjadi cerminan bahwa keharmonisan rumah tangga membutuhkan komitmen, keterbukaan, dan saling menghargai di setiap fase kehidupan.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.