BANJARMASINPOST.CO.ID - Baru saja nikah, seorang suami RU (21) di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar) menuntut ganti rugi sebesar Rp30 juta dari istrinya, FA (22).
Hal ini terjadi setelah sang istri tepergok berselingkuh dengan lelaki lain. Padahal pernikahan mereka baru saja berlangsung.
Kabarnya, istri yang berinisial FA dipergoki oleh sang suami. Dia berselingkuh dengan pria berinisial AJ (25).
Kasus ini mencuat setelah adanya laporan keributan pada salah satu rumah warga di Kecamatan Mapilli, Rabu (17/12/2025) kemarin.
AJ, selingkuhan FA ini sempat dianiaya warga yang kesal dengan ulahnya usai ketahuan selingkuh.
"Pihak suami dari FA meminta ganti rugi untuk uang dapur pernikahan sebesar tiga puluh juta," kata Kapolsek Wonomulyo AKP Sandy Indrajatiwiguna kepada wartawan, Kamis (18/12/2025).
Baca juga: Sudah Ngaku Bunuh Ibu Kandung, Siswi SD Malah Tuai Sorotan Keluarga: Semua Kejanggalan Mulai Tampak
Dia menyebut awalnya laporan ini disampaikan kepala dusun terkait adanya keributan.
Dipicu pria AJ berselingkuh dengan perempuan FA yang masih berstatus istri sah lelaki RU.
Sandy menyebut, sempat terjadi pemukulan saat adanya keributan, beruntung petugas langsung mendatangi lokasi untuk pengamanan.
Berdasarkan hasil mediasi di Polsek Wonomulyo, pihak yang sempat terlibat keributan sepakat berdamai.
Selain meminta ganti rugi uang panai, RU juga memutuskan menceraikan istrinya.
“Karena ada hubungan antara perempuan FI dan lelaki AJ, maka RU selaku suami bersedia menceraikan FI dan tidak akan menafkahinya lagi," lanjutnya.
Dia menambahkan pernikahan RU dan FI sebenarnya baru beberapa minggu berlangsung.
Sementara AJ selaku korban penganiayaan juga bersedia memberikan uang Rp 10 juta untuk membantu mengembalikan uang panai yang dituntut suami selingkuhannya.
Uang panai adalah mahar atau mas kawin dalam budaya tertentu, khususnya di daerah Minangkabau dan beberapa daerah di Indonesia Timur.
Uang ini biasanya diberikan oleh calon suami kepada keluarga calon istri sebagai tanda keseriusan menikah dan bentuk penghargaan terhadap keluarga istri.
"Uang panai" atau uang belanja untuk pengantin mempelai wanita yang diberikan oleh pengantin pria merupakan tradisi adat suku Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan.
Uang panai ini sejak dulu berlaku sebagai mahar jika pria ingin melamar wanita idamannya hingga sekarang.
Namun, uang panai ini biasanya menjadi beban bagi pria untuk melamar wanita idamannya.
Pasalnya, nilai uang panai sebagai syarat adat untuk membiayai pesta perkawinan untuk pengantin wanita tidaklah sedikit. Nilainya bahkan bisa mencapai miliaran rupiah.
Uang panai memiliki kelas sesuai dengan strata sang wanita, mulai dari kecantikan, keturunan bangsawan, pendidikan, hingga pekerjaannya.
Pengaruh faktor pendidikan misalnya, jika gadis yang akan dilamar memiliki pendidikan sebagai sarjana strata 1, harga panai akan lebih mahal dari gadis lulusan SMA, sedangkan perempuan lulusan S2 akan jauh lebih mahal dari perempuan lulusan S1.
Sebagai contoh, jika uang panai bagi perempuan lulusan SMA senilai Rp 50 juta, maka uang panai bagi gadis berpendidikan S1 diperkirakan Rp 75 juta hingga Rp 100 juta. Untuk perempuan berketurunan bangsawan, nilai uang panai bisa mencapai miliaran rupiah.
Masih banyak faktor lain yang mempengaruhi nilai uang panai, seperti sang gadis misalnya sudah berhaji atau belum.
Meski demikian, nilai uang panai biasanya masih bisa didiskusikan oleh keluarga kedua calon mempelai.
Nilai uang panai yang mahal kerap dipertanyakan. Konon zaman dulu, para orangtua ingin melihat keseriusan sang pria dalam melamar anak wanitanya sehingga sang pria betul-betul berusaha mengupayakan uang panai untuk mendapatkan wanita pujaan hatinya.
"Makanya susah untuk mendapatkan orang suku Bugis Makassar, tapi susah pula lepasnya atau bercerai. Dalam artian, tingginya harga panai akan membuat pihak lelaki akan berpikir seribu kali untuk menceraikan istrinya karena ia sudah berkorban banyak untuk mempersunting istrinya. Pada uang panai itulah dilihat kesungguhan sang pria untuk mendapatkan wanita pujaan hatinya," kata Budayawan Sulawesi Selatan Nurhayati Rahman, Sabtu (11/3/2017).
Dosen Universitas Hasanuddin ini mengatakan, uang panai merupakan penghargaan pria kepada sang gadis yang ingin diperistri.
Menurut dia, uang panai menunjukkan dengan jelas bahwa warga Bugis sangat menghargai keberadaan perempuan sebagai makhluk Tuhan yang sangat berharga sehingga tak sembarang orang dapat meminang wanita Bugis.
(Banjarmasinpost.co.id/Kompas.com/tribunsulbar.com)