TRIBUNJAMBI.COM - Tragedi memilukan di Kota Medan, Sumatera Utara yang melibatkan seorang siswi SD berinisial Al dan ibu kandungnya, Faizah, kini memasuki babak baru.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberikan atensi serius.
KPAI mengungkap peristiwa ini bukanlah pembunuhan biasa.
Melainkan sebuah fenomena kejahatan langka yang disebut sebagai Parisida.
Mengenal Parisida: Ketika Anak Menjadi Pelaku
Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini, menjelaskan istilah Parisida digunakan untuk menggambarkan kasus pembunuhan di mana orang tua menjadi korban dan anak kandung adalah pelakunya.
Berdasarkan penelusuran lapangan bersama lembaga perlindungan anak daerah, KPAI melihat adanya kompleksitas yang luar biasa dalam kasus Al.
“Kejadian ini adalah Parisida. Di dalam kasus seperti ini, banyak faktor yang berkelindan, mulai dari faktor emosional anak, ekonomi, kurangnya dukungan sosial, hingga pola pengasuhan yang bermasalah,” ungkap Diyah dalam keterangannya melalui kanal YouTube tvOne News, Rabu (17/12/2025).
Baca juga: Terkuak Motif Siswi SD Bunuh Ibu Kandungnya Lewat Curhatan, Ada Kemiripan Pembunuh Ayah di Jaksel
Baca juga: Ijazah Jokowi Ditunjukkan di GPK, Kenapa Roy Suryo cs Masih Ragu? Prediksi Alumni UI Terbukti
Baca juga: Duka di Pelataran Masjid: Pemuda Tebing Tinggi Tanjabbar Jambi Diduga Putus Cinta Nekat Akhiri Hidup
Awalnya, publik menduga tindakan nekat Al dipicu oleh amarah spontan saat melihat kakaknya dimarahi sang ibu pada Selasa malam.
Namun, temuan KPAI menunjukkan fakta yang lebih kelam.
Berdasarkan curahan hati Al kepada pendamping sebelum proses rekonstruksi, terungkap bahwa ada luka emosional yang sudah lama terpendam.
Bagi Al, tindakannya adalah bentuk "pembelaan" untuk orang-orang yang ia sayangi.
Ia merasa tidak nyaman melihat perilaku ibunya yang kerap temperamen dan sering meluapkan amarah kepada kakak serta ayahnya.
"Anak ini sebenarnya membela kakaknya dan ayahnya. Ia merasa tidak nyaman dengan perilaku ibunya yang sering marah-marah. Perasaan itu menumpuk menjadi beban emosional," jelas Diyah.
"Topeng" Keceriaan dan Kegagalan Regulasi Emosi
Satu hal yang mengejutkan adalah profil kepribadian Al.
Meski telah melakukan tindakan ekstrem, Al dikenal sebagai anak yang tampak ceria dan biasa saja di mata publik.
Fenomena ini, menurut Diyah, serupa dengan kasus 'MAS' di Jakarta Selatan yang juga melakukan Parisida terhadap ayah dan neneknya beberapa waktu lalu.
Baca juga: Siapa Alham Siagian? Ayah Siswi SD Diduga Bunuh Ibu Kandung di Medan: Disebut Selingkuh, Minta Cerai
Baca juga: Sosok HM Kunang, Ayah Bupati Bekasi yang Dikabarkan Ikut Kena OTT KPK: Dikenal Jawara
Hal ini membuktikan bahwa pelaku Parisida tidak selalu menunjukkan perilaku menyimpang secara kasat mata.
KPAI menilai Al mengalami kegagalan dalam meregulasi emosi.
Tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk "protes" ekstrem karena Al bingung bagaimana cara menyikapi kondisi rumah tangga yang penuh tekanan.
Tragedi ini menjadi pengingat pahit bagi masyarakat tentang betapa krusialnya pola asuh yang sehat, komunikasi keluarga yang terbuka, serta pentingnya mendampingi kesehatan mental anak sejak dini agar emosi negatif tidak berubah menjadi dendam yang mematikan.
DISCLAIMER
Sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, kami merahasiakan identitas lengkap anak yang berhadapan dengan hukum demi masa depannya.
Mari bersama menciptakan pola asuh yang sehat dan lindungi anak-anak Indonesia dari segala bentuk kekerasan fisik maupun psikologis.
Baca juga: Jerambah Titian Kini Aman Nyaman, Pengunjung Hutan Mangrove Apresiasi PetroChina yang Renovasi
Baca juga: Batik di Kuala Tungkal Tanjab Barat Semakin Profesional, Warga Puji PetroChina
Baca juga: Momen Al Ghazali Cium Kaki Maia Estianty di Hadapan Alyssa Daguise, Terekam Saat di Depan Kakbah