TRIBUNMANADO.CO.ID - Dugaan praktik suap kini menyeret nama oknum penyidik yang pernah bertugas di Polres Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara.
Aipda FD, yang sebelumnya menjabat sebagai Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA), diduga menerima uang sebesar Rp 10 juta dari seorang terlapor kasus pelecehan seksual dengan permintaan penghentian perkara.
Kasus ini mengemuka setelah korban dan terlapor dipertemukan kembali di Mapolres Sangihe pada 15 Desember 2025.
Kronologi
Kasus ini bermula pada 6 November 2024, saat seorang perempuan berinisial CS melaporkan dugaan pelecehan seksual yang dialaminya.
Laporan tersebut teregistrasi dengan Nomor: R/LI-11/XI/2024/Reskrim.
Suami korban, AS, kepada Tribun Manado, Kamis (18/12/2025) malam sekitar pukul 19.00 Wita menuturkan, selama lebih dari satu tahun, penanganan perkara ini jalan di tempat tanpa perkembangan.
Pada 15 Desember 2025, korban didampingi suaminya (AS) mendatangi kembali Unit PPA Polres Sangihe yang kini dipimpin Kanit Stefan Mitusala.
Dalam pertemuan mediasi yang dihadiri kedua belah pihak, terlapor berinisial GT alias Guntur melontarkan pernyataan mengejutkan.
GT mengaku dimintai uang sebesar Rp 50 juta oleh oknum penyidik untuk menyelesaikan kasus secara kekeluargaan.
Karena keterbatasan ekonomi, GT menyebut hanya menyerahkan Rp 10 juta kepada Aipda FD.
"Kami diminta Rp 50 juta, tapi hanya sanggup Rp 10 juta. Uang diserahkan langsung di sebuah rumah makan dan terekam CCTV," ungkap GT.
Dalam pengakuannya, GT menyebutkan bahwa uang Rp 10 juta tersebut diserahkan karena ia mendapat informasi dari penyidik bahwa uang itu adalah permintaan dari pihak korban sebagai syarat damai.
Mendengar hal itu, korban CS membantah keras.
Ia menegaskan tidak pernah meminta atau menerima uang sepeser pun.
CS menduga bahwa keberadaan uang tersebutlah yang menyebabkan laporannya "mengendap" selama satu tahun terakhir.
Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Aipda FD yang kini telah dimutasi ke Polsek Tahuna membantah semua tuduhan tersebut.
Ia menyatakan bahwa perkara itu sudah ia serahkan sepenuhnya saat mutasi jabatan.
"Tidak benar, tidak benar itu," jawab FD singkat.
Ia berdalih bahwa kendala kasus tersebut murni karena masalah teknis pemeriksaan saksi ahli yang belum sempat terlaksana sebelum dirinya pindah tugas.
Pihak korban kini mendesak Kapolri dan jajaran Polda Sulawesi Utara untuk mengusut tuntas dugaan "percaloan perkara" ini.
"Kami tetap fokus pada laporan kami dan menuntut keadilan.
Jika kasus ini tetap mandek, maka itu seolah membenarkan praktik suap-menyuap di institusi kepolisian," tegas AS, suami korban.
Bergabung dengan WA Tribun Manado di sini >>>