TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Bondowoso - Sebanyak 219 pasangan suami istri (pasutri) di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, mengikuti sidang isbat nikah yang digelar di Pengadilan Agama Bondowoso, Jumat (19/12/2025). Kegiatan ini menjadi upaya negara membantu pasangan yang telah menikah secara agama, namun belum tercatat secara administratif.
Isbat nikah merupakan permohonan pengesahan pernikahan ke Pengadilan Agama bagi pasangan suami istri yang telah menikah secara agama atau biasa disebut nikah siri (sah menurut syariat), tetapi belum atau tidak tercatat secara resmi oleh negara di Kantor Urusan Agama (KUA).
Meski tidak mengenakan busana pengantin, para peserta tampak antusias mengikuti seluruh tahapan sidang isbat nikah secara bergantian. Rata-rata usia pasangan yang mengajukan isbat nikah berkisar antara 20 hingga di atas 45 tahun.
Baca juga: 20 Pasangan Nikah Massal di Situbondo, Bupati Rio Siapkan Kamar Hotel
Ketua Pengadilan Agama Bondowoso, Zainul Arifin, menjelaskan dari ratusan permohonan yang masuk, sebagian besar dikabulkan.
Namun, terdapat empat perkara yang tidak dapat diproses lebih lanjut karena tidak memenuhi rukun sah pernikahan.
“Mayoritas permohonan kami kabulkan. Ini menandakan secara agama mereka menikah sah, hanya saja belum tercatat secara administratif,” jelas Zainul.
Sementara itu, Panitera Muda Pengadilan Agama Bondowoso, Atik Yuliana, menjelaskan beberapa permohonan tidak dikabulkan karena kendala mendasar, seperti wali nikah tidak memenuhi syarat atau perbedaan agama.
Baca juga: Istri Sekdes di Plaosan Probolinggo Laporkan Suaminya karena Nikah Siri Diam-diam
“Kalau yang saya tangani tadi, itu karena pemohon nonmuslim, sehingga wali nikahnya tidak bisa ditemukan,” ujarnya.
Menurut Atik, mayoritas pemohon isbat nikah berasal dari pasangan usia lanjut dengan latar belakang pernikahan siri, kawin cerai tidak tercatat, serta pernikahan yang dahulu dilakukan di bawah umur.
“Ada satu dua yang dulu menikah di bawah umur, tapi saat mengajukan isbat sudah memenuhi usia minimal. Yang tidak memenuhi syarat itu jumlahnya sangat sedikit,” katanya.
Ia menambahkan, pernikahan yang tidak tercatat berpotensi menimbulkan berbagai persoalan administratif di kemudian hari, mulai dari pengurusan Kartu Keluarga, akta kelahiran anak, hingga akses layanan publik lainnya.
Baca juga: Dua Penyintas KMP Tunu Pratama Jaya ini Baru Sebulan Gelar Reserpsi Nikah, Belum Ditemukan
“Kalau sudah tua mau berangkat haji, umrah, atau menikahkan anak, itu semua butuh buku nikah,” ungkapnya.
Bupati Bondowoso, Abdul Hamid, berharap kegiatan isbat nikah dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pencatatan pernikahan secara resmi.
Ia juga mendorong agar layanan serupa dapat diperluas, baik dari sisi wilayah maupun jumlah peserta, sehingga tidak ada lagi warga yang tertinggal dari sistem administrasi negara.
“Kalau pernikahan tertib administrasi, pelayanan publik akan lebih mudah dan hak-hak warga lebih terlindungi,” tambahnya.
(TribunJatimTimur.com)