Tambang Timah Ilegal Rusak Tahura Bukit Menumbing & Hutan Lindung, Harta Alam dan Sejarah Terancam
December 19, 2025 09:03 PM

 

BANGKAPOS.COM--Sejumlah kawasan hutan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kini porak poranda akibat aktivitas tambang timah ilegal.

Mirisnya, kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Menumbing di Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat, mengalami kerusakan lingkungan yang cukup serius.

Aktivitas penambangan bijih timah ilegal ini berlangsung secara manual maupun menggunakan mesin oleh para penambang tanpa izin di dalam kawasan hutan konservasi.

Tidak hanya Bukit Menumbing, kawasan hutan lindung di Bangka Selatan juga menjadi sasaran para pelaku tambang ilegal.

Dampaknya, lingkungan alami, ekosistem hutan, hingga sumber air di kawasan tersebut terancam rusak permanen.

Tahura Bukit Menumbing: Harta Alam dan Sejarah yang Terancam

Tahura Bukit Menumbing memiliki luas sekitar 3.354,02 hektare dengan ketinggian mencapai 400 meter di atas permukaan laut.

Kawasan ini membentang di Desa Air Putih, Desa Air Limau, Desa Air Belo, serta Kelurahan Menjelang dan Kelurahan Sungai Daeng.

Selain dikenal karena keindahan alamnya, Bukit Menumbing juga menyimpan nilai sejarah perjuangan bangsa dan menjadi habitat berbagai satwa liar yang dilindungi.

Namun, saat ini, keberadaannya tengah terancam.

Pantauan Bangkapos.com pada Selasa (16/12/2025), suasana asri masih terasa di beberapa titik kawasan hutan.

Pepohonan hijau, hembusan angin sejuk, dan kicauan burung masih terdengar jelas.

Namun keindahan itu tidak sepenuhnya utuh. Di sejumlah sudut kawasan hutan konservasi ini, terlihat bekas-bekas kerusakan lingkungan:

  • Tanah berlubang akibat aktivitas tambang ilegal.
  • Aliran sungai keruh dan batuan bergeser.
  • Pepohonan tumbang, ditinggalkan begitu saja.

Kerusakan paling parah terlihat di badan Bukit Menumbing, khususnya di blok Perlindungan, sekitar 1,9 kilometer dari Pesanggrahan Menumbing.

Pasanggrahan Menumbing adalah salah satu lokasi bersejarah dan ikonik yang berada di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Menumbing, Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Pasanggrahan Menumbing adalah situs bersejarah di Bukit Menumbing yang kini menjadi simbol penting sejarah, wisata, dan konservasi di Bangka Barat

Pasanggrahan Menumbing dulunya digunakan sebagai tempat peristirahatan dan kediaman pejabat atau tamu penting pada masa kolonial Belanda.

Beberapa tokoh nasional yang pernah menjalani masa pengasingan di Pesanggrahan Menumbing  di antaranya, Mohammad Hatta,  Abdoel Gaffar Pringgodigdo, Soerjadi Suryadarma, Asa’at, Mohammad Roem, Ali Sastroamidjojo, Haji Agus Salim (tercatat ikut dipindahkan ke Muntok kemudian), Ir. Soekarno

Pesanggrahan Menumbing pada masa itu bukan sekadar lokasi pengasingan, tetapi juga tempat pertemuan dan perumusan strategi perjuangan diplomasi Indonesia, termasuk saat menyongsong Perjanjian Roem‑Royen, yang kemudian membuka jalan bagi pengakuan kedaulatan Republik Indonesia

TAMBANG ILEGAL -- Lokasi badan Bukit Menumbing, berada di blok Perlindungan dengan jarak 1,9 kilometer dari Pesanggrahan Menumbing. Terdapat aktivitas tambang ilegal (TI) manual atau dikenal dengan istilah ngelimbang atau pengambilan tanah dengan cara menggali lubang secara manual. (Istimewa/ Pamhut Tahura)

Aktivitas Tambang Ilegal di Bukit Menumbing

Personel Pengamanan Hutan (Pamhut) Tahura Bukit Menumbing menyebutkan bahwa aktivitas tambang ilegal dilakukan secara manual, dikenal dengan istilah "ngelimbang", yaitu pengambilan tanah dengan cara menggali lubang.

Di lokasi, petugas menemukan berbagai peralatan sederhana:

  1. Cangkul dan sekop.
  2. Alat dodos untuk pemisahan material.
  3. Sakan karpet untuk menyaring bijih timah.

Lahan hutan yang digarap diperkirakan seluas 50 x 30 meter.

Beberapa titik juga ditemukan kem atau tempat berteduh sementara bagi para penambang, menandakan aktivitas telah berlangsung cukup lama.

Lubang tambang mencapai kedalaman 3 meter, dengan pasir bekas galian masih berserakan, menunjukkan aktivitas baru saja dilakukan.

Tantangan Petugas Pamhut

Narto (44), Pengamanan Hutan Tahura Bukit Menumbing, menceritakan keseharian mereka yang penuh tantangan.

Bersama empat rekannya, mereka menembus lebatnya hutan untuk mengawasi kawasan seluas ribuan hektare.

“Kami berjumlah lima orang sejak 2 Maret 2022. Banyak suka duka yang kami alami, termasuk bentrok dengan masyarakat,” ujar Narto, ditemui di Pos 1 Bukit Menumbing.

Ia menambahkan, aktivitas ilegal mining masih berlangsung di blok Perlindungan hingga saat ini, dilakukan manual dengan keberadaan kem di lokasi.

Tugas Pamhut, menurutnya, bukan langsung menangkap pelaku, melainkan memberi arahan agar tidak melakukan aktivitas ilegal dan kemudian melaporkan ke atasan.

Titik-Titik Tambang Ilegal

Berdasarkan pengawasan Pamhut dan informasi warga, terdapat lima titik lokasi ilegal mining yang masih aktif.

Para penambang mengambil bijih timah dengan metode manual maupun menggunakan mesin dongfeng.

Narto menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian Tahura Bukit Menumbing.

“Kami meminta masyarakat Bangka Barat menjaga Tahura Bukit Menumbing. Menumbing ikon Bangka Barat, kedepan harus terjaga kelestariannya,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan dampak serius jika hutan terus rusak, termasuk risiko banjir, longsor, dan kerusakan wisata Pesanggrahan Menumbing.

Penindakan Polisi di Bangka Selatan

RAZIA TAMBANG ILEGAL - Jajaran Unit II Tindak Pidana Khusus Satreskrim Polres Bangka Selatan ketika melakukan razia tambang ilegal di Kolong Air Pam, Jalan Gunung Namak, Sabtu (13/12/2025) sore. Dalam razia tersebut lima orang pemilik tambang ditetapkan sebagai tersangka.
RAZIA TAMBANG ILEGAL - Jajaran Unit II Tindak Pidana Khusus Satreskrim Polres Bangka Selatan ketika melakukan razia tambang ilegal di Kolong Air Pam, Jalan Gunung Namak, Sabtu (13/12/2025) sore. Dalam razia tersebut lima orang pemilik tambang ditetapkan sebagai tersangka. (Bangka Pos/Cepi Marlianto)

Aktivitas penambangan timah ilegal juga terjadi di hutan lindung Kolong Air Pam, Jalan Gunung Namak, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan.

Polisi melakukan penggerebekan pada Sabtu (13/12/2025) sore, menangkap lima pemilik ponton yang merusak lingkungan, beserta sejumlah alat tambang jenis Ponton Isap Produksi (PIP).

Kepala Unit II Tindak Pidana Khusus Satreskrim Polres Bangka Selatan, Ipda Peres Prasetya, mengatakan aktivitas ilegal ini telah berlangsung lama dan mesin masih beroperasi saat penggerebekan.

Polisi berhasil mengamankan lima unit ponton, lima pemilik, dan lima pekerja. Satu orang pemilik ponton berhasil melarikan diri dan kini diburu aparat.

Kronologi Penindakan

  • Pukul 13.00 WIB: Laporan masyarakat diterima penyidik Unit II Tipidsus.
  • Pukul 15.00 WIB: Tim tiba di lokasi, mendapati lima ponton aktif menyedot pasir timah dari dasar kolong.
  • Para pemilik ponton berasal dari Desa Sungai Pasir, Kelurahan Toboali, dan Desa Kaposang.
  • Lima pekerja tambang, termasuk satu anak di bawah umur, diperiksa sebagai saksi.

Polisi juga menyita semua peralatan tambang, termasuk selang spiral, mesin penggerak, dan perangkat penyaring. Barang bukti dibawa ke Polres Bangka Selatan untuk proses penyidikan lebih lanjut.

Penindakan di Kolong Lidang, Desa Kaposang

Selain Kolong Air Pam, penindakan juga dilakukan di Kolong Lidang, Desa Kaposang, pada Kamis (11/12/2025).

Satu unit tambang ilegal diamankan, beserta pemilik dan dua pekerja.

Pemilik tambang, Raya (34), ditetapkan sebagai tersangka. Salah satu pekerja berusia di bawah 18 tahun menjadi perhatian khusus penyidik.

Sanksi Hukum dan Ancaman

Para tersangka tambang ilegal dijerat pasal berlapis:

  • Pasal 89 ayat (1) huruf a dan b UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
  • Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara.
  • Ancaman pidana berkisar antara minimal tiga hingga lima tahun dan maksimal 15 tahun kurungan penjara. 

Polisi menegaskan proses hukum tidak berhenti pada penangkapan, melainkan menelusuri pemodal dan penadah hasil tambang ilegal.

Dampak Kerusakan Lingkungan

Kerusakan hutan akibat tambang timah ilegal menimbulkan berbagai dampak ekologis:

  1. Rusaknya habitat flora dan fauna.
  2. Terhambatnya fungsi hutan sebagai penyangga air dan mencegah banjir.
  3. Potensi longsor di area lereng dan perbukitan.
  4. Ancaman bagi wisata sejarah dan budaya Pesanggrahan Menumbing.

Imbauan Aparat

Kepolisian Resor Bangka Selatan dan Pamhut menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan. Pesan utama:

  • Jangan terlibat aktivitas pertambangan ilegal.
  • Laporkan kegiatan merusak hutan ke aparat.
  • Bantu menjaga kelestarian alam demi generasi mendatang.

“Kami tidak akan berhenti di pelaku lapangan. Semua pihak yang terlibat akan ditelusuri sesuai hukum yang berlaku,” tegas Peres Prasetya.

Tahura Bukit Menumbing dan hutan lindung di Bangka Selatan merupakan aset ekologis, budaya, dan sejarah yang harus dilindungi.

Kerusakan akibat tambang timah ilegal mengancam kelestarian hutan, keberlangsungan ekosistem, dan keamanan masyarakat.

Kolaborasi antara aparat kepolisian, Pamhut, dan masyarakat menjadi kunci menjaga kelestarian hutan.

Dengan penegakan hukum yang tegas dan pengawasan berkelanjutan, diharapkan kegiatan ilegal dapat dihentikan, sehingga Bukit Menumbing tetap menjadi ikon Bangka Barat yang lestari dan berkelanjutan.

(Bangkapos.com/Riki Pratama/Cepi Marlianto/Zulkodri)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.