PROHABA.CO, ACEH TENGAH - Sejak bencana hidrometeorologi melanda pada 26 November 2025, warga di Kecamatan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah, masih hidup dalam kegelapan tanpa aliran listrik.
Sebanyak 25 kampung di wilayah tersebut terdampak langsung, membuat aktivitas rumah tangga lumpuh.
Tidak hanya peralatan elektronik yang tak bisa digunakan, warga juga kehilangan akses terhadap jaringan internet maupun komunikasi seluler.
Mazmin Putra, warga Kampung Gele, menuturkan bahwa sejak bencana terjadi, jaringan komunikasi di wilayahnya benar-benar lumpuh.
Ketersediaan bahan bakar minyak (BBM), gas, dan kebutuhan pokok semakin menipis.
“Gas dan BBM sudah tidak ada. Bahan pokok kurang. Masyarakat masih berharap dengan bantuan pascabencana,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Jumat (19/12/2025).
Mayoritas kampung di Kecamatan Bintang berada di sekitar Danau Laut Tawar.
Setelah bencana, akses darat menuju wilayah tersebut rusak parah.
Satu-satunya cara untuk keluar masuk kampung adalah menggunakan perahu.
Ketika BBM habis, sebagian warga bahkan harus mengayuh perahu dengan tangan.
Selama hampir 20 hari terakhir, warga terpaksa mempercayakan pembelian kebutuhan pokok kepada beberapa orang yang menggunakan perahu mesin menuju Kota Takengon.
Ada pula yang menempuh perjalanan lebih jauh hingga ke Jalan KKA di Kabupaten Bener Meriah untuk membeli BBM, beras, dan sembako lainnya.
Ongkos perjalanan dengan speedboat sempat mencapai Rp 200.000 per orang pada pekan pertama pascabencana, sebelum turun menjadi Rp 80.000–100.000 pada pekan berikutnya.
“Tidak semua warga punya uang saat itu, jadi banyak yang kesulitan,” kata Mazmin.
Baca juga: Terungkap! Pemuda di Empat Lawang Terima Rp100 Ribu dalam Aksi Pembunuhan Tetangganya
Dari 25 kampung terdampak, terdapat tiga kampung yang hingga kini sangat sulit diakses: Atu Payung, Konyel, dan Serule.
Material longsor menutup jalan, sehingga alat berat belum bisa masuk.
Warga di kampung tersebut bahkan harus bergotong royong mengangkat sepeda motor untuk melintas ke kampung lain.
“Tiga kampung ini sama sekali belum bisa dimasuki alat berat. Mereka terblokir material bencana dan lumpuh,” jelas Mazmin.
Ketiadaan listrik membuat aktivitas rumah tangga semakin sulit.
Mencuci pakaian masih bisa dilakukan secara manual, tetapi kegiatan lain seperti menyetrika atau memasak nasi dengan rice cooker tidak mungkin dilakukan.
Lebih parah lagi, warga tidak memiliki akses komunikasi.
“Apalagi tidak ada sinyal handphone. Sampai sekarang, harus bagaimana lagi?” keluh Mazmin.
Mazmin dan warga lainnya berharap agar pemerintah segera melakukan penanganan, baik perbaikan infrastruktur jalan maupun pemulihan aliran listrik.
Jalur Takengon–Bintang via Nosar memang sudah mulai bisa dilalui, tetapi kondisinya masih licin dan berlumpur sehingga berisiko.
“Listrik juga belum dari Rawe ke Nosar.
Mudah-mudahan roda empat segera tembus dan listrik diperbaiki, supaya warga kembali mudah melintas dan berbelanja. Belum lagi harga kebutuhan pangan saat ini mencekik,” ujarnya.
Baca juga: Wali Kota Banda Aceh Kecewa Kondisi Listrik, Soroti Kinerja dan Komunikasi PLN
Di sisi lain, PT PLN (Persero) melaporkan telah berhasil memulihkan jaringan transmisi 150 kilovolt (kV) Pangkalan Brandan–Langsa pada Rabu (17/12/2025) pukul 13.30 WIB.
Dengan pemulihan tersebut, sistem kelistrikan Aceh yang sebelumnya terisolasi kini kembali terhubung dengan backbone sistem kelistrikan Sumatera.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menegaskan bahwa jaringan transmisi Pangkalan Brandan–Langsa merupakan penopang utama interkoneksi sistem kelistrikan Sumatera dan Aceh.
“Tersambungnya kembali transmisi Pangkalan Brandan–Langsa adalah titik penting dalam pemulihan kelistrikan Aceh.
Jalur ini menjadi backbone interkoneksi Sumatera–Aceh, sehingga pemulihannya membuka jalan bagi tahapan lanjutan pemulihan sistem secara menyeluruh,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (18/12/2025).
Pemulihan interkoneksi dilakukan melalui pembangunan tower darurat pada sejumlah titik transmisi yang terdampak banjir dan longsor.
Proses ini tidak mudah karena medan pascabencana sangat menantang: akses lokasi terbatas, kontur tanah labil, serta curah hujan tinggi yang menyebabkan genangan air dan lumpur ekstrem.
Setelah jaringan transmisi berhasil tersambung, PLN memasuki tahap pengoperasian kembali pembangkit listrik, khususnya PLTU Nagan Raya.
Proses ini diharapkan membuat sistem kelistrikan Aceh berangsur-angsur pulih.
Baca juga: Aksi Pencurian Kabel Trafo PLN di Langsa Baro, Sekitar 30 Rumah Padam
Baca juga: 16 Malam Tanpa Listrik, Warga Baktiya Barat dan Langkahan Bertahan dalam Gelap Pascabanjir
Baca juga: Dukung Pemulihan Listrik Aceh, Direksi PLN Pusat Kunjungi PLTU Nagan Raya 3-4