TRIBUNJATIM.COM - Bendera Merah Putih dikibarkan para korban banjir di Aceh.
Negara pun diketahui menolak bantuan dari asing.
Terkait hal tersebut, Sekjen TII angkat bicara.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Transparency International Indonesia (TII), Danang Widoyoko, mengatakan terdapat hal yang kurang tepat di saat negara menolak bantuan asing untuk korban bencana banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar).
Bahkan dirinya menggunakan diksi 'kacau balau'.
Terlebih jika ditarik benang merahnya dengan aksi korban bencana banjir di Aceh yang mengibarkan bendera putih, alasan yang beredar lataran mereka menyerah menghadapi bencana.
Dengan kata lain, Danang mengatakan bahwa seharusnya bantuan dari mana saja diterima di kondisi yang kritis pasca-bencana banjir dan tanah longsor yang melanda tiga provinsi tersebut.
"Ini jelas sekali tampak kacau balau manajemen bencananya, banyak kontradiksi dan kekacauan, padahal sebetulnya kita punya banyak pengalaman," ujarnya dalam program Bola Liar bertajuk Polemik Bantuan Asing Bencana Sumatera, Prabowo: Indonesia Mampu, disiarkan YouTube Kompas TV, yang dikutip pada Sabtu (20/12/2025).
Baca juga: Sejak Subuh Billy Korban Banjir Sumatera Menunggu Beri Hadiah ke Prabowo: Semoga Presiden Sehat
Menurut Danang seharusnya dalam manajemen bencana, Pemerintah Indonesia memiliki pengalaman, salah satunya berkaca pada penanganan bencana tsunami Aceh.
Danang menekankan seharusnya dari pengalaman tersebut banyak kiat-kiat yang bisa dipraktikkan dalam menangani bencana banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumut dan Sumbar.
"Kita punya pengalaman terbaik, karena saat tsunami Aceh kita relatif dianggap berhasil, begitu ada banyak orang yang terlibat di Aceh, mestinya dilibatkan. Kita nggak tahu siapa yang mengkoordinir penanganan bencana ini," lanjutnya.
Di sisi lain, lanjut Danang, pemerintah Indonesia malah memperlihatkan sisi sensitivitasnya di tengah penanganan pasca-bencana, salah satunya marah saat dikritik.
Dan juga termasuk pernyataan menteri di Kabinet Merah Putih yang menurut Danang simpang siur.
Ia menilai tidak adanya komando yang tepat di lapangan membuat penanganan bencana berjalan tidak efektif.
Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto tampak ingin memimpin langsung penanganan pasca-bencana, namun pelaksanaannya di lapangan tidak berjalan optimal.
Baca juga: Daftar 9 Perusahaan yang Tinggalkan 40 Lubang Tambang Begitu Saja, Banjir dan Longsor Mengancam
Kondisi ini dinilai sebagai persoalan serius, terlebih ketika pemerintah terkesan ingin mengambil alih seluruh penanganan bencana secara mandiri, namun bersikap sensitif terhadap partisipasi masyarakat.
Hal itu terlihat dari kritik yang muncul saat influencer Ferry Irwandi turut membantu korban bencana banjir.
Ia juga menilai pemerintah seolah kurang menerima keterlibatan masyarakat, padahal dengan luasnya bencana yang terjadi, negara tidak mungkin bekerja sendiri.
Saat ditanya soal masih banyaknya korban yang belum terjangkau bantuan dan kemungkinan dibukanya bantuan asing, ia menegaskan bahwa persoalan utama bukan asal bantuan, melainkan siapa yang paling cepat menjangkau dan mendistribusikannya.
Menurutnya, bantuan dari luar negeri maupun dalam negeri sama-sama tidak menjadi masalah selama dapat segera sampai ke korban.
"Pada intinya Danang menegaskan di masa darurat ini (pasca-bencana banjir dan tanah longsor) yang utama adalah bagaimana secepatkan membantu atau mendistribusikan bantuan kepada para korban. Lantaran masa kritis terjadi di saat pasca-bencana banjir dan tanah longsor," imbuhnya.
Baca juga: 71.637 Pengungsi Tidur Tanpa Tenda yang Layak, Bupati Aceh Utara Terus Kontak Mensos dan BNPB
Aksi pengibaran bendera putih sebagai simbol menyerah menghadapi bencana, dalam beberapa hari ini marak terjadi di berbagai wilayah di Aceh.
Fenomena tersebut menuai sorotan publik dan memunculkan berbagai spekulasi terkait makna dan tujuan di balik aksi yang begitu masif tersebut.
Pada Minggu (14/12/2025), bendera putih berkibar di sejumlah daerah di pinggiran jalan lintas nasional Banda Aceh-Medan, mengutip Serambinews.com.
Bendera putih itu dikibarkan oleh warga di sejumlah titik di antaranya di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur dan Aceh Utara.
Sejumlah warga saat ditemui mengatakan bendera putih itu dipasang karena masyarakat yang terdampak bencana alam banjir bandang sudah menyerah dan tak sanggup lagi untuk menanganinya.
"Kami sekarang menyerah dan tak sanggup lagi dan butuh bantuan," ujar seorang warga, Bakhtiar saat dijumpai di Perlak, Aceh Timur.
Menanggapi hal itu, Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem mengaku tidak mengetahui maksud pengibaran bendera putih tersebut.
Ia menyatakan belum pernah menerima informasi ataupun laporan terkait aksi tersebut.
“Saya tidak terkopi itu, apa maksud mereka? Yang itu di luar jangkauan kita,” kata Mualem, saat diwawancarai usai menerima bantuan kemanusiaan dari Menteri Sosial Saifullah Yusuf di Kantor Gubernur Aceh, Selasa (16/12/2025).
Mualem menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui siapa pihak yang menginisiasi aksi tersebut.
Ia juga menilai pengibaran bendera putih tersebut bukan bagian dari kebijakan ataupun arahan pemerintah.
“Siapa yang perintah itu, apa maksudnya itu?,” katanya.
Lebih lanjut, Mualem menekankan bahwa posisi Aceh saat ini mutlak berada dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Kita sudah jelas, kan Aceh dalam NKRI,” tegasnya.
Hingga saat ini pemerintah pusat masih menolak bantuan asing untuk korban bencana banjir dan tanah longsor di Pulau Sumatra yang terjadi pada akhir November 2025.
Beberapa hari lalu Presiden Prabowo Subianto mengaku telah mendapat banyak panggilan telepon dari kepala negara lain yang menawarkan bantuan untuk penanganan bencana di Sumatra. Namun, Prabowo menolak bantuan itu dan menyatakan pemerintah Indonesia mampu mengatasi sendiri.
Hal ini dia sampaikan dalam Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).
"Saya ditelepon banyak kepala negara lain ingin kirim bantuan, saya bilang, 'Terima kasih concern (perhatian) Anda, kami mampu. Indonesia mampu mengatasi ini'," ungkap Prabowo.
Prabowo menegaskan pemerintah bisa mengatasi sendiri bencana di Sumatra saat menanggapi desakan penetapan status darurat bencana nasional.
Menurutnya, pemerintah masih bisa mengendalikan situasi setelah banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara.
Menurut data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatatkan per Sabtu (20/12/2025), siang pukul 12.33 WIB:
Meninggal Dunia: 1.071 jiwa
Kabupaten atau Kota Terdampak: 52
Korban luka-luka: 7.000 orang
Korban hilang: 185 orang