Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Fatimatuz Zahroh
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Usulan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur 2026 dibahas Dewan Pengupahan di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jatim, Jumat (19/12/2025).
Dalam forum tersebut, getol dibahas rumusan UMP setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan.
Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur, Jazuli menegaskan, ada permintaan kuat yang disampaikan buruh pada Dewan Pengupahan.
Buruh meminta agar UMP Jatim 2026 menganut pada angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang telah disesuaikan dengan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kondisi daerah.
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) merupakan standar kebutuhan pokok seorang pekerja lajang untuk hidup layak secara fisik, mental, dan sosial dalam satu bulan, yang mencakup makanan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, transportasi, komunikasi, rekreasi, tabungan, dan jaminan sosial.
“Ada kondisi ironis bahwa UMP Jatim adalah terendah keempat nasional. Ini tidak etis dengan kondisi Jatim sebagai penyumbang terbesar kedua ekonomi nasional,” kata Jazuli, saat diwawancara Tribun Jatim Network.
“Maka kita minta UMP Jatim itu minimal sama dengan angka KHL yaitu Rp 3,5 juta,” imbuhnya.
Ia kemudian mengulas UMP Jatim 2025 berada di angka Rp 2,3 juta per pekerja per bulan.
Angka UMP tersebut juga menjadi UMK terendah di Jatim tahun 2025 yang diterapkan di Kabupaten Situbondo.
Ditegaskan Jazuli, komposisi ini diharapkan tidak lagi diterapkan di tahun 2026. Karena justru akan meningkatkan disparitas upah buruh di Jatim.
Baca juga: Dewan Pengupahan Usulkan UMK Tulungagung 2026 Rp 2.617.500, Naik 5,93 Persen dari 2025
“Bahkan kalau menggunakan koefisien alfa tertinggi 0,9 berdasarkan PP tersebut maka UMP Jatim hanya akan berubah sedikit menjadi kisaran Rp 2,5 juta per bulan per pekerja,” ujar Jazuli.
Jika menganut rumusan itu, maka disparitas akan tetap tinggi.
Sebab di Surabaya UMK sudah berkisar di angka Rp 5 juta.
“Kalau alfanya 0,9 pun angka tersebut masih di bawah angka KHL yang ditetapkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional. Di mana KHL Jatim adalah Rp 3,5 juta,” tegasnya.
Untuk itu, ia berharap ada kebijakan khusus dari Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa dalam penetapan UMP Jatim 2026 minimal disamakan dengan KHL.
Sebab dalam PP tersebut tepatnya di pasal 27 ayat 7 disebutkan bahwa penetapan UMP tidak harus hanya mengacu pada rumus yang ditetapkan.
Tetapi juga mempertimbangkan realitas pertumbuhan ekonomi dan KHL di wilayah tersebut.
“Pertumbuhan ekonomi di atas nasional. Nah kondisi ini apakah juga dinikmati buruh atau hanya dinikmati segelintir orang saja. Maka kalau UMP tidak sesuai KHL, maka upah yang diberikan sama saja tidak layak,” tegasnya.
“Padahal seharusnya kemajuan Jatim juga dinikmati oleh seluruh masyarakat termasuk para pekerja. Tolok ukurnya adalah upah buruh di Jatim harus sesuai dengan KHL. Tinggal political will (kemauan politik) dari Gubernur Khofifah” tandasnya.
Sebagaimana informasi, berdasarkan PP Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan, upah minimum adalah upah minimum tahun berjalan ditambah nilai penyesuaian.
Nilai penyesuaian adalah hasil dari Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa). Di mana rentang nilai Alfa adalah 0,5 - 0,9.
Alfa sebagaimana dimaksud pada PP tersebut ditentukan nilainya oleh Dewan Pengupahan provinsi atau Dewan Pengupahan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan pekerja/buruh dan perusahaan; dan perbandingan antara upah minimum dan kebutuhan hidup layak.