TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Influencer Fajar Sad Boy membagikan pengalamannya menghadapi bullying di media sosial dan mengajak Generasi Z menjaga kesehatan mental di tengah tekanan era digital.
Pesan tersebut ia sampaikan saat menghadiri Gen Z Fest: The Next Wave of Digital Natives yang digelar Kemendukbangga/BKKBN di Jakarta Timur, Sabtu (20/12/2025).
Fajar mengakui bahwa komentar negatif dan perundungan bukan hal baru baginya sebagai figur publik muda yang aktif di media sosial. Namun, ia memilih menjadikan pengalaman tersebut sebagai motivasi untuk terus berkembang, bukan sebagai alasan untuk terpuruk.
“Alhamdulillah ya, terutama jadiin motivasi,” ujar Fajar dalam sesi diskusi interaktif di hadapan peserta Gen Z.
Bullying di ruang digital kerap muncul dalam bentuk ejekan, komentar kebencian, hingga penilaian personal yang dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak psikologisnya. Kondisi ini dapat memengaruhi kepercayaan diri dan kesehatan mental anak muda, terutama mereka yang masih dalam proses mencari jati diri.
Baca juga: KPI Tanggapi Kritik Deddy Corbuzier Terkait Fajar Sad Boy Muncul di TV
Meski mampu bertahan, Fajar menegaskan bahwa bangkit dari bullying bukan berarti membenarkan perundungan itu sendiri.
Menurutnya, akan jauh lebih baik jika seseorang bisa berkembang tanpa harus disakiti terlebih dahulu.
“Percuma kalian mau ngomongin aku. Gak apa-apa ngomongin aja, tapi aku gak bakalan diam, aku gak bakalan cuek,” katanya.
Fajar menekankan pentingnya sikap saling menghargai, bahkan dalam situasi yang tidak menyenangkan. Ia juga memilih merespons para pelaku bullying dengan nada yang lebih reflektif.
“Alhamdulillah kalian sehat selalu, yang pernah nge-haters, pernah nge-bully, semua semoga panjang umur dan sehat selalu,” ujarnya.
Melalui Gen Z Fest, Kemendukbangga/BKKBN mendorong kesadaran bahwa bullying bukan hanya persoalan individu, tetapi tantangan sosial yang membutuhkan empati, dukungan lingkungan, serta peran keluarga sebagai tempat aman bagi generasi muda.
Pesan yang disampaikan Fajar Sad Boy menjadi pengingat bahwa ruang digital seharusnya menjadi tempat berekspresi yang sehat, bukan ruang yang melanggengkan perundungan.