TRIBUNTRENDS.COM - Manajemen Roti O akhirnya menyampaikan permohonan maaf setelah peristiwa penolakan pembayaran tunai oleh seorang nenek viral di media sosial.
Insiden tersebut terjadi ketika sang nenek berniat membeli Roti O di salah satu outlet yang berada di kawasan halte Busway Monas, Jakarta.
Pada saat kejadian, nenek tersebut diketahui hendak melakukan pembayaran secara tunai. Namun, transaksi itu ditolak oleh pihak outlet.
Situasi tersebut kemudian menarik perhatian seorang pengacara bernama Arlius Zebua yang kebetulan berada di lokasi yang sama.
Melihat kejadian itu, Arlius langsung membela sang nenek dan melayangkan protes kepada pegawai Roti O.
Arlius menyayangkan kebijakan penolakan pembayaran tunai tersebut, terlebih karena sang nenek tidak memiliki fasilitas pembayaran digital berupa QRIS.
Menurutnya, kebijakan tersebut dinilai kurang berpihak kepada konsumen, khususnya kalangan lanjut usia yang belum tentu terbiasa atau memiliki akses terhadap metode pembayaran non-tunai.
Sebagai informasi, QRIS merupakan singkatan dari Quick Response Code Indonesian Standard.
QRIS adalah standar nasional kode QR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk mempermudah transaksi pembayaran digital agar lebih praktis, cepat, dan terintegrasi di berbagai platform.
"Uang cash harus kalian terima masak harus QRIS? Nenek-nenek itu kan tidak ada QRIS-nya, gimana?" protes Arlius, dikutip dari akun Instgaram @arli_alcatraz, Senin (21/12/2025).
Arlius lalu meminta pegawai Roti O agar menelpon bosnya.
Tidak lama kemudian, datang seorang petugas keamanan Transjakarta.
Menurutnya, uang keluaran Bank Indonesia (BI) saat ini adalah alat tukar yang sah digunakan.
"Masak bayar cash mereka tidak mau. Nenek-nenek itu tidak ada QRIS. Ini uang Indonesia bukan?" tegas Arlius kepada petugas keamanan.
Pada akhir video, Arlius tampak menolong nenek-nenek tersebut.
Pengacara asli Kota Medan, Sumatra Utara itu kembali meluapkan kekecewaannya.
"Lucu negara Indonesia, harus QRIS," tandasnya.
Arlius lewat akun media sosial pribadinya juga melayangkan somasi terbuka kepada Roti O.
SOMASI TERBUKA.
Kepada Yth,
Direktur PT. Sebastian Citra Indonesia
Di_
Jakarta.
Bahwa melalui somasi terbuka ini saya sampaikan kepada Direktur PT. Sebastian Citra Indonesia selaku Pengelola dan yang bertanggung jawab secara hukum atas penjualan dan transaksi pembelian Roti O kepada Masyarakat, khususnya di Halte Busway Monas.
Saya secara pribadi menyampaikan keberatan dan merasa dirugikan atas pemberlakuan SOP transaksi pembelian Roti O yang tidak menerima uang tunai (cash) dan harus menggunakan QRIS, dan perlu saya sampaikan bahwa apabila somasi terbuka ini tidak ditanggapi maka saya akan pikir-pikir mau makan Roti O lagi atau tidak...
Jakarta Pusat, 18 Desember 2025.
ARLIUS ZEBUA, S.H., M.H
Sementara hingga hari ini Minggu (21/12/2025), video di atas sudah ditonton lebih dari 500 ribu kali.
Ribuan warganet ikut meramaikan dengan berbagai komentarnya.
Roti O lewat akun Instagram resminya, menyampaikan permohonan maaf buntut kejadian ini.
Manajemen mengakui terjadi kegaduhan butut penolakan pembayaran tunai dari seorang nenek-nenek.
Pihak Roti O juga berjanji akan melakukan evaluasi.
Berikut pernyataan lengkapnya:
Kami mohon maaf atas kejadian yang beredar dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan.
Penggunaan aplikasi dan transaksi non-tunai di outlet kami bertujuan untuk memberikan kemudahan serta memberikan berbagai promo dan potongan harga bagi pelanggan setia kami.
Saat ini kami sudah melakukan evaluasi internal agar ke depannya tim kami dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.
Terima kasih atas masukan dan kepercayaan yang diberikan kepada kami.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso memberikan tanggapannya.
Ia mengingatkan ada aturan untuk tidak menolak pembayaran secara tunai.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Bunyinya:
Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
"Keragaman demografi dan tantangan geografis serta teknologi Indonesia maka uang tunai masih sangat diperlukan dan dipergunakan dalam transaksi di berbagai wilayah," katanya.
Denny menekankan, baik pembayaran tunai maupun non-tunai sama-sama sah.
“Penggunaan rupiah untuk alat transaksi sistem pembayaran dapat menggunakan instrumen pembayaran tunai atau nontunai sesuai kenyamanan dan kesepakatan pihak-pihak yang bertransaksi,” tegas Denny, dikutip dari Kompas.com.
(TribunTrends.com/Tribunnews.com/Endra)