Polemik Jabatan Sipil Polisi, Pemerintah Pilih Terbitkan PP daripada Revisi UU Polri
December 22, 2025 08:47 AM

 

TRIBUNGORONTALO.COM -- Pemerintah memutuskan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai langkah untuk mengakhiri polemik terkait penempatan anggota Polri di jabatan sipil, alih-alih merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).

Kebijakan ini diambil menyusul polemik terbitnya Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 serta Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan bahwa penerbitan PP dipilih karena dinilai sebagai langkah paling cepat dan efektif untuk merespons dinamika yang berkembang.

Pemerintah, kata Yusril, saat ini fokus menyelesaikan persoalan pasca Putusan MK agar polemik tidak meluas ke berbagai arah.

“Pemerintah saat ini fokus menuntaskan problem pasca Putusan MK dan polemik terhadap Perpol Nomor 10 Tahun 2025 agar tidak melebar ke mana-mana,” ujar Yusril dalam keterangan tertulis, Minggu (21/12/2025).

Menurut Yusril, dari sisi proses legislasi, penyusunan PP jauh lebih singkat dibandingkan dengan merevisi undang-undang.

Karena pertimbangan itulah Presiden memilih jalur pengaturan melalui PP.

“Penyusunan PP jelas akan lebih cepat dibanding menyusun undang-undang. Karena itu, Presiden memilih pengaturan melalui PP,” ucapnya.

Yusril menjelaskan, Pasal 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) secara tegas membuka ruang bagi jabatan ASN tertentu untuk diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri, dengan ketentuan lebih lanjut diatur melalui Peraturan Pemerintah.

Atas dasar tersebut, PP dinilai menjadi landasan hukum yang jelas dan konstitusional.

Di sisi lain, Pasal 28 ayat (4) UU Polri mengatur bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan birokrasi sipil di luar kepolisian apabila telah pensiun atau mengundurkan diri.

Pasca Putusan MK, Yusril menegaskan bahwa jabatan yang tidak boleh diisi oleh anggota Polri adalah jabatan yang tidak memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian.

“Kalau demikian, jabatan apa saja yang mempunyai sangkut paut dengan kepolisian? Ini yang akan diatur dalam PP,” jelasnya.

Lebih lanjut, Yusril menyebut PP yang tengah disusun dimaksudkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 28 ayat (4) UU Polri, Putusan Mahkamah Konstitusi, sekaligus Pasal 19 UU ASN.

PP tersebut nantinya akan menggantikan dan menata ulang pengaturan mengenai jabatan-jabatan yang dapat diisi oleh anggota Polri yang sebelumnya diatur dalam Perpol Nomor 10 Tahun 2025.

Terkait perbandingan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang mengatur penugasan prajurit TNI di luar struktur militer langsung dalam undang-undang, Yusril menilai hal tersebut merupakan pilihan kebijakan pembentuk undang-undang. Ia menegaskan, pengaturan melalui PP tidak bertentangan dengan konstitusi.

“Meski Pasal 28 ayat (4) UU Polri tidak secara eksplisit memerintahkan pengaturan lebih lanjut melalui PP, namun berdasarkan Pasal 5 UUD 1945, Presiden berwenang menetapkan PP untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya,” kata Yusril.

Yusril juga menambahkan, keputusan apakah UU Polri akan direvisi atau tidak ke depan sepenuhnya bergantung pada hasil kerja Komisi Percepatan Reformasi Polri yang diketuai Prof Jimly Asshiddiqie, serta kebijakan Presiden setelah menerima rekomendasi dari komisi tersebut.

“Apakah ke depan UU Polri akan diubah atau tidak, itu tergantung pada hasil kerja Komisi Percepatan Reformasi Polri dan kebijakan Presiden setelah komisi menyelesaikan tugasnya,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, proses penyusunan PP telah dimulai sejak dua hari terakhir dengan melibatkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Kementerian Sekretariat Negara, serta Kementerian Hukum, di bawah koordinasi Kemenko Kumham Imipas.

Presiden, lanjut Yusril, telah menyetujui pengaturan penugasan anggota Polri di jabatan sipil melalui PP tersebut.

“Diharapkan paling lambat akhir Januari 2026, PP tersebut sudah dapat diselesaikan,” pungkasnya.

(*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.