Menata RT dan RW dengan Uji Kelayakan
December 22, 2025 09:54 AM

Erwin Ardian
Pemimpin Redaksi Tribun Pekanbaru

PEMILIHAN Ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga secara serentak di Kota Pekanbaru pada Desember 2025 menandai babak baru dalam penataan pemerintahan paling dasar.

Kebijakan Pemerintah Kota Pekanbaru yang memberlakukan uji kelayakan dan kepatutan bagi calon RT dan RW patut dicatat sebagai langkah progresif, sekaligus memunculkan ruang diskusi publik yang luas.

Selama ini, jabatan RT dan RW kerap dipandang sebatas posisi administratif dan sosial. Padahal, di tangan merekalah pelayanan publik paling dekat dengan warga dijalankan: dari urusan administrasi kependudukan, kebersihan lingkungan, keamanan, hingga menjadi penghubung utama program pemerintah. Karena itu, kualitas kepemimpinan RT dan RW sangat menentukan wajah pelayanan kota.

Langkah Pemko Pekanbaru yang tetap menyerahkan pemilihan kepada warga, namun mendahuluinya dengan tahapan fit and proper test, mencoba menyeimbangkan antara demokrasi lokal dan standar kompetensi. Calon tetap dipilih warga, tetapi warga hanya dihadapkan pada kandidat yang telah melalui penyaringan dasar.

Namun, kebijakan ini juga menyimpan sejumlah persoalan yang perlu diantisipasi sejak awal. Uji kelayakan dan kepatutan harus dijalankan secara objektif, transparan, dan bebas kepentingan. Tanpa mekanisme yang jelas dan terukur, proses ini berpotensi memunculkan kecurigaan, bahkan dianggap sebagai pintu masuk intervensi birokrasi dalam pilihan warga.

Pemko Pekanbaru perlu memastikan bahwa indikator penilaian—mulai dari komitmen pelayanan, kepemimpinan, ketertiban lingkungan, pengelolaan sampah, hingga integritas dan rekam jejak sosial—diterjemahkan dalam instrumen yang konkret dan bisa dipertanggungjawabkan.

Standar ini harus diumumkan secara terbuka agar publik memahami siapa dan mengapa seseorang dinyatakan layak atau tidak.

Selain itu, kapasitas pihak kelurahan dan OPD lintas sektor sebagai penguji juga perlu dipastikan. Mereka bukan hanya dituntut memahami aspek administratif, tetapi juga dinamika sosial di lingkungan warga. Tanpa sensitivitas sosial, uji kelayakan bisa berubah menjadi proses formalistik yang kehilangan ruh pelayanan masyarakat.

Bagi warga, kebijakan ini seharusnya menjadi peluang untuk mendapatkan pemimpin lingkungan yang lebih berkualitas. RT dan RW bukan lagi sekadar figur senior atau yang “paling dikenal”, melainkan sosok yang siap bekerja, mampu berkoordinasi, dan berintegritas. Namun hal ini hanya tercapai jika warga dilibatkan secara aktif dalam pengawasan prosesnya.

Pemko juga perlu membuka ruang keberatan atau klarifikasi bagi calon yang dinyatakan tidak lolos. Mekanisme ini penting untuk menjaga keadilan sekaligus mencegah konflik sosial di tingkat lingkungan. Tanpa saluran yang jelas, potensi gesekan horizontal justru bisa meningkat.

Lebih jauh, uji kelayakan seharusnya tidak berhenti pada tahap pencalonan. Setelah terpilih dan dilantik pada Januari 2026, RT dan RW perlu dibekali pelatihan berkelanjutan serta sistem evaluasi kinerja yang terukur.

Dengan begitu, kualitas kepemimpinan lingkungan dapat dijaga secara konsisten.
Kebijakan uji kelayakan RT dan RW adalah langkah berani untuk memperbaiki fondasi pelayanan publik di Pekanbaru.

Agar tidak sekadar menjadi prosedur baru, Pemko harus memastikan proses ini adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan warga. Demokrasi lingkungan akan semakin kuat jika kualitas dan legitimasi berjalan beriringan. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.