Ahok Beberkan Permainan Kotor Bos Sawit: Saya Menentang Kalau Papua Jadi Lahan Sawit
December 22, 2025 04:29 PM

TRIBUNPEKANBARU.COM - Presiden Prabowo Subianto ingin sawit ditanam di Papua untuk menghasilkan bahan bakar minyak (BBM).

Prabowo mengatakan langkah tersebut dilakukan agar Indonesia dapat mencapai swasembada energi dalam lima tahun.

Keinginan itu disampaikan Prabowo kepada sejumlah kepala daerah se-Papua dalam Rapat Percepatan Pembangunan Papua yang digelar di Istana Negara, Rabu (17/12) lalu.

Selain sawit, Prabowo juga ingin lahan di Papua ditanami tebu dan singkong untuk menghasilkan etanol.

Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menolak wacana tanah Papua ditanam sawit tersebut.

Penolakan itu disampaikan Ahok di channel Youtube miliknya pada Minggu (21/12/2025) usai wacana tanam sawit di Papua diutarakan Presiden RI Prabowo Subianto.

Menurut Ahok, wacana tersebut tidak dapat diterima akal sehat. 

Ahok membenarkan sejumlah negara maju memang tidak bisa lepas dari deforestasi. Begitupun dengan China dan Malaysia.

Namun demikian kata Ahok, pembukaan lahan sawit tidak dilakukan secara ugal-ugalan. Seperti di Malaysia hanya membuka lahan sawit di bekas wilayah tambang. 

Pun di China, pembukaan lahan tambang harus seimbang dengan Reboisasi yang dilakukan. Namun hingga saat ini, di Indonesia, pemerintahannya hanya mampung menebang hutan tanpa melakukan pengembalian hutan yang sudah rusak.

“Kita cuma potong saja, enggak ada penanaman, hutan lindung pun disikat dicuri dan Pura-pura enggak tahu,” jelasnya.

Maka Ahok menentang pembukaan lahan sawit di Papua. Terkecuali kata Ahok, lahan yang dipakai sawit di Papua merupakan lahan bekas pertambangan. 

“Jadi saya menentang kalau Papua itu jadi ganti sawit, tapi kalau daerah bekas tambang, tailing, daerah yang tandus, itu masih oke, untuk ketahanan energi,”

“Jadi kata nenek saya, jangan tukar beras dengan ubi,” pungkasnya.

Permainan Bos Sawit

Politisi PDIP Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) buka-bukaan soal boroknya permainan bos sawit dalam mempermainkan hasil sumber daya alam (SDA) Indonesia. 

Hal itu diungkapkan Ahok di channel Youtube miliknya pada Minggu (21/12/2025) usai wacana tanam sawit di Papua diutarakan Presiden RI Prabowo Subianto. 

Ahok terang-terangan tidak setuju tanah Papua diubah menjadi lahan perkebunan sawit seperti Sumatra dan Kalimantan. 

Pasalnya kata Ahok, sawit bukan solusi untuk memperbaiki ekonomi Papua. Sebab banyak permainan kotor yang dilakukan bos sawit. 

Hal inilah kata Ahok, yang membuatnya menolak membuka lahan sawit di Pulau Belitung saat dirinya menjadi Bupati Belitung Timur. 

Ahok mengatakan bahwa dirinya sudah tahu permainan bos-bos sawit dalam mengakali pembukaan lahan hijau menjadi sawit. 

Biasanya kata Ahok, bos sawit hanya modal pinjam nama orang untuk bisa buka lahan apabila pemerintah membuka lahan sawit dengan model perkebunan rakyat (PR). 

“Karena plasma 20 persen apalagi 80 persen ditemukan di lapangan banyak nomini, pinjam nama orang doang, itu tidak jalan,” jelas Ahok. 

Maka kata Ahok, cara agar mengakali pengusaha sawit yang nakal saat itu dirinya mengusulkan agar pengusaha mau memberikan hasil 20 atau 40 persen hasil sawit ke koperasi desa. 

Hal ini kata Ahok, harusnya bisa dilihat Prabowo sebagai peluang. Apalagi pemerintah saat ini memiliki program koperasi desa. 

Di mana seharusnya hal itu bisa dimanfaatkan untuk mengelola sawit rakyat. Bukan melalui BUMN atau pun swasta. 

“Harusnya koperasi yang memegang, bukan lagi BUMN,” jelas Ahok.  

Sebagian masyarakat Papua menolak adanya penanaman pohon sawit.

Beberapa kelompok masyarakat Papua yang menolak sawit adalah masyarakat adat suku besar Tehit bersama sub-suku Mlaqya, Gemna, Afsya, Nakna, dan Yaben seperti dimuat Walhi Papua pada 3 November 2025.

Mereka mendiami wilayah Distrik Konda dan Distrik Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya. 

Mereka menolak rencana pembukaan perkebunan kelapa sawit oleh sebuah perusahaan sawit dalam negeri.

Dalam pernyataan sikap yang disampaikan kepada masyarakat, masyarakat adat menegaskan bahwa mereka tidak pernah memberikan persetujuan kepada pihak manapun untuk menguasai atau memanfaatkan tanah dan hutan adat mereka.

“Kami tidak pernah menyerahkan sejengkal pun tanah adat kepada perusahaan atau pemodal. Tanah dan hutan adat adalah sumber kehidupan kami yang telah diwariskan secara turun-temurun,” ujar Holland Abago, perwakilan masyarakat adat Tehit, Selasa (28/10/2025).

Mereka menilai, proses perizinan dan rencana operasi perusahaan sawit tersebut dilakukan tanpa konsultasi dan persetujuan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat. 

Selain itu, masyarakat menilai proyek tersebut bertentangan dengan komitmen pemerintah Indonesia dalam menjaga kelestarian lingkungan dan menekan emisi karbon, sebagaimana disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Umum PBB ke-80 di New York pada 23 September 2025.

“Rencana perkebunan sawit ini bertentangan dengan komitmen negara, konstitusi, serta prinsip pembangunan berkelanjutan. Pemerintah seharusnya melindungi hak-hak masyarakat adat, bukan mengabaikannya,” lanjut Abago.

Dalam pernyataannya, masyarakat adat mengajukan empat tuntutan utama yakni meminta Bupati Sorong Selatan untuk menolak dan tidak mengeluarkan izin usaha perkebunan di atas tanah adat.

Meminta Kepala Kantor Pertanahan Sorong Selatan untuk menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memproses penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah adat Tehit.

Menegaskan bahwa tanah dan hutan adat hanya diwariskan untuk kesejahteraan generasi penerus dan keinginan kehidupan.

Perlu diingat bahwa jika tuntutan tidak ditindaklanjuti, masyarakat akan menggelar aksi besar-besaran sebagai bentuk pembelaan terhadap hak adat mereka.

“Pengetahuan dan komitmen kami dalam menjaga hutan adat selama ini telah memberikan kontribusi bagi kehidupan dan keselamatan bumi. Oleh karena itu, kami menolak segala bentuk eksploitasi yang mengancam masa depan lingkungan dan generasi kami,” tegas Abago.

Perlu diketahui, wilayah adat Tehit di Sorong Selatan selama ini diketahui memiliki kawasan hutan yang masih terjaga dengan baik dan menjadi penyangga penting ekosistem di Papua Barat Daya.

( Tribunpekanbaru.com / wartakota )

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.