Kasus Pemerasan WNA Korea Selatan, Jaksa Herdian Malda Ksastria Dicopot Usai Terjaring OTT KPK
December 22, 2025 05:05 PM

POSBELITUNG.CO--Kasus dugaan pemerasan terhadap warga negara asing (WNA) asal Korea Selatan kembali mengguncang institusi penegak hukum. 

Salah satu jaksa yang terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diketahui bernama Herdian Malda Ksastria, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang.

Berdasarkan penelusuran, Herdian Malda Ksastria baru menduduki jabatan Kasipidum sejak Mei 2024. Ia merupakan jaksa dengan latar belakang pendidikan Sarjana Hukum dan Magister Hukum.

Namun, kariernya di Korps Adhyaksa kini terancam berakhir setelah diduga terlibat dalam praktik pemerasan terhadap pihak berperkara.

Akibat dugaan tindak pidana tersebut, Herdian Malda Ksastria diberhentikan dari jabatannya dan kini berstatus tersangka.

Ia terancam hukuman pidana penjara karena perbuatannya.

Dijerat Pasal Pemerasan UU Tipikor

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, membenarkan bahwa para jaksa yang terjaring OTT KPK dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

“Perkara ini disangkakan Pasal 12e Undang-Undang Tipikor, yaitu pemerasan oleh penyelenggara negara,” ujar Anang saat ditemui di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2025).

Anang menegaskan, Kejaksaan Agung telah mengambil langkah tegas dengan memberhentikan sementara seluruh jaksa yang terlibat, termasuk Herdian Malda Ksastria.

“Untuk menjaga independensi dan objektivitas penanganan perkara, yang bersangkutan telah diberhentikan sementara, baik Kasipidum, Kasubag, maupun jaksa lainnya yang terlibat,” tegas Anang.

Tiga Jaksa dan Dua Pihak Swasta Jadi Tersangka

Selain Herdian Malda Ksastria, dua jaksa lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka. Tak hanya dari unsur aparat penegak hukum, kasus ini turut menyeret pihak swasta.

Dua tersangka non-jaksa yang ikut diamankan yakni seorang pengacara berinisial DF dan seorang penerjemah atau ahli bahasa berinisial MS.

Keduanya diduga berperan dalam praktik pemerasan terhadap korban.

Dugaan Pemerasan dalam Perkara ITE

Menurut Anang, dugaan pemerasan terjadi saat penanganan perkara pidana umum Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang melibatkan WNA Korea Selatan sebagai pelapor.

Dalam proses penanganan perkara tersebut, para oknum jaksa diduga tidak menjalankan tugas secara profesional.

Mereka disebut melakukan transaksi ilegal dengan meminta sejumlah uang kepada pihak-pihak yang berperkara.

“Dalam penanganan perkara ini, jaksa tidak bertindak profesional dan terindikasi adanya transaksi berupa permintaan uang kepada para pihak,” ungkap Anang.

Barang Bukti Rp 941 Juta Disita

Dari hasil OTT dan pengembangan perkara, penyidik menyita uang tunai sekitar Rp 941 juta.

Uang tersebut diduga kuat berasal dari praktik pemerasan yang dilakukan para tersangka.

Barang bukti uang itu diperoleh dari hasil OTT KPK serta penyerahan barang bukti lanjutan saat perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.

Seluruh tersangka saat ini telah ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejagung.

Awal Mula Kasus Terungkap

Kasus ini bermula dari OTT yang dilakukan KPK. Menurut Anang, Kejaksaan Agung sebenarnya telah lebih dulu menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 17 Desember 2025.

“Saat itu kami sudah menetapkan tersangka, namun yang bersangkutan tidak berada di tempat. Ternyata sudah diamankan oleh KPK,” jelas Anang.

Setelah koordinasi, penanganan perkara kemudian diambil alih oleh Kejaksaan Agung dengan tetap melibatkan barang bukti hasil OTT KPK.

Modus Ancaman terhadap Korban

Sebelum pelimpahan perkara ke Kejagung, KPK mengungkap modus yang digunakan para pelaku. Jaksa diduga mengancam korban dengan tuntutan lebih berat, penahanan, hingga ancaman hukum lainnya apabila permintaan uang tidak dipenuhi.

“Modusnya berupa ancaman pemberian tuntutan lebih tinggi, penahanan, dan ancaman lain terhadap korban,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Jumat (19/12/2025).

Penyidik menduga pengacara dan penerjemah turut berperan sebagai perantara dalam proses pemerasan tersebut.

Kejagung Tegaskan Tak Lindungi Oknum

Anang Supriatna menegaskan Kejaksaan Agung tidak akan memberikan perlindungan kepada oknum internal yang terbukti bersalah.

Ia memastikan proses hukum akan berjalan transparan dan objektif.

“Prinsipnya, kami tidak akan melindungi siapa pun. Jika alat bukti kuat dan cukup, pasti akan kami tindak lanjuti, termasuk bila perkara ini berkembang dan menyeret pihak dengan jabatan lebih tinggi,” tegasnya.

Kasus ini kembali menjadi sorotan publik sekaligus ujian serius bagi komitmen reformasi internal di tubuh Kejaksaan, terutama dalam upaya memberantas praktik korupsi di lingkungan aparat penegak hukum sendiri. 

(Tribunnews.com/Wartakota.live/Bangkapos.com)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.