Prabowo Wacanakan Penanaman Sawit di Papua, Ahok Menolak
December 22, 2025 06:06 PM

Tribunlampung.co.id, Jakarta -  Presiden Prabowo Subianto ingin Papua ditanami sawit agar menghasilkan bahan bakar minyak (BBM).

Hal itu dia sampaikan dalam rapat percepatan pembangunan Papua di Istana Negara, Jakarta, pada Selasa (16/12/2025).

Selain itu, Prabowo ingin Papua juga ditanami tebu hingga singkong agar bisa memproduksi bioetanol.

Dalam pernyataannya, Prabowo menargetkan semua daerah bisa swasembada pangan dan swasembada energi dalam lima tahun ke depan.

Mengenai pernyataan Prabowo tersebut, Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berikan tanggapan.

Ahok menolak wacana tanah Papua ditanam sawit. 

Menurut Ahok, wacana tersebut tidak dapat diterima akal sehat. 

Ahok membenarkan sejumlah negara maju memang tidak bisa lepas dari deforestasi. Begitupun dengan China dan Malaysia.

Namun demikian kata Ahok, pembukaan lahan sawit tidak dilakukan secara ugal-ugalan. Seperti di Malaysia hanya membuka lahan sawit di bekas wilayah tambang. 

Pun di China, pembukaan lahan tambang harus seimbang dengan Reboisasi yang dilakukan. Namun hingga saat ini, di Indonesia, pemerintahannya hanya mampung menebang hutan tanpa melakukan pengembalian hutan yang sudah rusak.

“Kita cuma potong saja, enggak ada penanaman, hutan lindung pun disikat dicuri dan Pura-pura enggak tahu,” jelasnya dilansir dari Warta Kota.

Maka Ahok menentang pembukaan lahan sawit di Papua. Terkecuali kata Ahok, lahan yang dipakai sawit di Papua merupakan lahan bekas pertambangan. 

“Jadi saya menentang kalau Papua itu jadi ganti sawit, tapi kalau daerah bekas tambang, tailing, daerah yang tandus, itu masih oke, untuk ketahanan energi,”

“Jadi kata nenek saya, jangan tukar beras dengan ubi,” pungkasnya.

Sebagian masyarakat Papua menolak adanya penanaman pohon sawit.

Beberapa kelompok masyarakat Papua yang menolak sawit adalah masyarakat adat suku besar Tehit bersama sub-suku Mlaqya, Gemna, Afsya, Nakna, dan Yaben seperti dimuat Walhi Papua pada 3 November 2025.

Mereka mendiami wilayah Distrik Konda dan Distrik Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya. 

Mereka menolak rencana pembukaan perkebunan kelapa sawit oleh sebuah perusahaan sawit dalam negeri.

Dalam pernyataan sikap yang disampaikan kepada masyarakat, masyarakat adat menegaskan bahwa mereka tidak pernah memberikan persetujuan kepada pihak manapun untuk menguasai atau memanfaatkan tanah dan hutan adat mereka.

“Kami tidak pernah menyerahkan sejengkal pun tanah adat kepada perusahaan atau pemodal. Tanah dan hutan adat adalah sumber kehidupan kami yang telah diwariskan secara turun-temurun,” ujar Holland Abago, perwakilan masyarakat adat Tehit, Selasa (28/10/2025).

Mereka menilai, proses perizinan dan rencana operasi perusahaan sawit tersebut dilakukan tanpa konsultasi dan persetujuan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat. 

Selain itu, masyarakat menilai proyek tersebut bertentangan dengan komitmen pemerintah Indonesia dalam menjaga kelestarian lingkungan dan menekan emisi karbon, sebagaimana disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Umum PBB ke-80 di New York pada 23 September 2025.

“Rencana perkebunan sawit ini bertentangan dengan komitmen negara, konstitusi, serta prinsip pembangunan berkelanjutan. Pemerintah seharusnya melindungi hak-hak masyarakat adat, bukan mengabaikannya,” lanjut Abago.

Dalam pernyataannya, masyarakat adat mengajukan empat tuntutan utama yakni meminta Bupati Sorong Selatan untuk menolak dan tidak mengeluarkan izin usaha perkebunan di atas tanah adat.

Meminta Kepala Kantor Pertanahan Sorong Selatan untuk menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memproses penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah adat Tehit.

Menegaskan bahwa tanah dan hutan adat hanya diwariskan untuk kesejahteraan generasi penerus dan keinginan kehidupan.

Perlu diingat bahwa jika tuntutan tidak ditindaklanjuti, masyarakat akan menggelar aksi besar-besaran sebagai bentuk pembelaan terhadap hak adat mereka.

“Pengetahuan dan komitmen kami dalam menjaga hutan adat selama ini telah memberikan kontribusi bagi kehidupan dan keselamatan bumi. Oleh karena itu, kami menolak segala bentuk eksploitasi yang mengancam masa depan lingkungan dan generasi kami,” tegas Abago.

Perlu diketahui, wilayah adat Tehit di Sorong Selatan selama ini diketahui memiliki kawasan hutan yang masih terjaga dengan baik dan menjadi penyangga penting ekosistem di Papua Barat Daya.

Baca juga: Roy Suryo Cs Ajukan Uji Forensik Ijazah Jokowi, Libatkan UI dan BRIN

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.