Kondisi Kesehatan Anak-anak di Aceh Tengah yang Masih Terisolir
December 22, 2025 06:38 PM

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Aceh Dr Sulasmi mengisahkan, kondisi terkini Aceh Tengah pasca bencana banjir bandang dan longsor yang terjadi pada akhir November lalu.

Di hari 28 ini, wilayah yang terkenal dengan dataran tinggi Gayo ini masih terisolir.

“Di sini ketinggiannya sekitar 1.800 sampai 2.000 meter di atas permukaan laut. Banyak jalur darat yang menghubungkan kecamatan dan desa masih tertutup,” kata dokter Lasmi dalam konferens pers via daring di IDAI Jakarta, Senin (22/12/2025).

Pascabencana wilayah Aceh Tengah sudah menerima bantuan.

Baca juga: TNI Kirim Prajurit Ke Celala Aceh Tengah Usai Harga Beras Tembus Rp300 Ribu Pascabencana

Sayangnya belum merata karena kondisi geografis dan akses yang terbatas.

BANJIR ACEH – Foto udara memperlihatkan banjir bandang merendam permukiman dan lahan sawah warga di Aceh Tengah, November 2025. Kejadian serupa di Kabupaten Bireuen merusak lebih dari 2 ribu hektare sawah dan memicu ancaman krisis pangan.
BANJIR ACEH – Foto udara memperlihatkan banjir bandang merendam permukiman dan lahan sawah warga di Aceh Tengah, November 2025. Kejadian serupa di Kabupaten Bireuen merusak lebih dari 2 ribu hektare sawah dan memicu ancaman krisis pangan. (Serambinews.com)

"Selama 15 hari kami tidak memiliki akses untuk BBM dan listik. Bahkan di beberapa tempat ada yang sampai 19 hari listrik mati total," kata dia.

Bencana alam ini membuat 1.624 warga Aceh Tengah terdampak, termasuk 458 bayi. 

Dari total 295 desa di 14 kecamatan, banyak rumah hancur atau tertimbun longsor, sehingga warga terpaksa tinggal di 66 titik pengungsian yang tersebar. 

Jumlah korban meninggal tercatat 24 orang, termasuk bayi berusia tiga hari.

"Ada satu kecamatan yang masih terisolir penuh di mana belum dapat diakses kecuali melalui udara, karena medannya sangat sulit sekali," tuturnya.

Fasilitas Kesehatan Belum Beroperasi

Keterbatasan fasilitas kesehatan juga menjadi tantangan utama. 

Sejumlah puskesmas belum bisa beroperasi, sementara RS masih beroperasi tetapi kini persediaan obatnya menipis dan stok oksigen sangat minim.

“Rumah sakit masih beroperasi, tapi stok oksigen dan obat sulit diperoleh. Evakuasi sulit dilakukan karena medan yang berat,” tambah dia. 

Kondisi ini membuat anak-anak menjadi kelompok paling rentan. 

Kekurangan oksigen, obat-obatan, dan akses kesehatan menimbulkan risiko serius bagi kesehatan mereka. 

ISPA, penyakit kulit seperti dermatitis, hingga diare menjadi penyakit yang paling banyak dialami anak-anak.

"Meskipun kami saat ini sangat kekurangan obat-obatan untuk bisa melayani pasien, kami tetap harus turun ke daerah-daerah. Selain itu juga di daerah kami mulai kehabisan stok oksigen untuk pelayanan pasien," ujar dia.

Saat ini IDAI terus memantau situasi dan berkoordinasi dengan pemerintah untuk memastikan kebutuhan medis bagi anak-anak dan bayi tetap terpenuhi.

(Tribunnews.com/ Rina Ayu Panca Rini)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.