Jakarta (ANTARA) - Menteri Transmigrasi (Mentrans) M Iftitah Sulaiman Suryanagara mengungkapkan bahwa sebanyak 50 perusahaan menyatakan minat berinvestasi di berbagai kawasan transmigrasi dengan potensi investasi senilai Rp180-240 triliun dalam empat tahun ke depan.

"Simulasi (Tim Ekspedisi Patriot/TEP) lintas kampus memperkirakan potensi investasi masuk ke kawasan transmigrasi mencapai Rp180-240 triliun dalam empat tahun ke depan," katanya di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan tim tersebut juga memproyeksikan investasi mampu menyerap hingga 200 ribu tenaga kerja baru, yang diharapkan dapat menggerakkan roda perekonomian di daerah transmigrasi.

Ia menyampaikan, menurut riset TEP, sejumlah kawasan strategis yang berpotensi menjadi tujuan investasi antara lain Kawasan Transmigrasi Kaliorang di Kalimantan Timur dengan potensi di sektor tambang, sawit, dan pelabuhan.

"Kami (Kementerian Transmigrasi) juga sebetulnya sudah melakukan (penandatanganan) MoU (memorandum of understanding), contoh dengan LX International Corp dari Korea Selatan, itu mereka akan masuk investasi Rp1,2 triliun untuk pelabuhan," ucap Iftitah.

Terdapat juga rencana investasi sebesar Rp5 triliun di Kawasan Transmigrasi Melolo, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, yang memiliki potensi pengembangan pabrik gula, industri tebu, beserta bioetanol.

Sementara di Merauke, Papua Barat, investasi yang berpotensi masuk bernilai lebih dari Rp100 triliun untuk mengembangkan potensi perikanan, kelautan, dan tebu.

Berdasarkan skalanya, lanjut Iftitah, investasi senilai Rp500 juta hingga Rp3 miliar cukup untuk membangun fasilitas alat pengering produk pertanian bertenaga surya (solar dryer), maupun instalasi pengolahan minyak kelapa murni (virgin coconut oil/VCO) dan minyak atsiri pala pada skala desa.

Pada skala kawasan, investasi sebesar Rp2-10 miliar dibutuhkan untuk mengembangkan rice milling unit (RMU) atau mesin penggiling untuk komoditas singkong maupun jagung dengan kapasitas 5-10 ton per hari.

Investasi sejumlah Rp15-25 miliar dibutuhkan untuk pengembangan sentra industri kecil dan menengah (IKM), pabrik pengolahan VCO, fasilitas cold storage (unit penyimpangan berpendingin), serta koridor logistik laut pada skala kepulauan dan berpotensi menaikkan pendapatan kawasan hingga 45-60 persen.

Sedangkan untuk klaster sawit, pabrik berkapasitas 5-30 ton tandan buah segar (TBS) per jam membutuhkan investasi Rp30-100 miliar dengan kebutuhan lahan 10-15 hektare.

Sementara, pengembangan rumah potong hewan (RPH) modern dan pengalengan ikan memerlukan investasi Rp15-50 miliar.

Iftitah mengatakan masuknya investasi penting agar kawasan transmigrasi tidak lagi menjadi wilayah yang menghasilkan komoditas dengan nilai tambah rendah, tapi dapat bertransformasi menjadi pusat ekonomi baru dengan fasilitas produksi yang terintegrasi.

Meskipun demikian, ia mengingatkan perlunya aturan dan pengawasan yang ketat agar investasi dan pengembangan ekonomi yang dilakukan tidak menjadi eksploitatif dan menimbulkan masalah lingkungan ke depannya.

"Hal-hal (potensi ekonomi) yang seperti ini yang kami cari untuk diberdayakan. Tapi, pada prinsipnya, kami juga ingin keberlanjutan. Jangan sampai nanti ada eksplorasi malah nanti merusak lingkungan," ujarnya.