Tangan Gemetar Suara Tercekat Menahan Tangis, Dicky Mantan Karyawan Bank Sebut Karinya Hancur
December 24, 2025 11:51 AM

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Dicky Syahbandinata mantan karyawan Bank daerah di JAwa Barat  menahan tangis dalam persidangan kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Selasa (23/12/2025) sore.

Saat membacakan pembelaannya, Dicky mengaku menjadi karyawan terbaik bank BJB selama tiga tahun berturut-turut.

Namun, selepas memberikan kemampuan terbaiknya pada perusahaan, ia justru merasa dijadikan kambing hitam atas kasus dugaan korupsi tersebut.

Ia terseret kasus tersebut atas jabatannya sebagai Kepala Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB sejak akhir 2017.

Lima tahun kemudian, ia hengkang dari tersebut  untuk meniti karir di perusahaan lain. Lepas dari perusahaan itu, pada awal tahun 2025, ia dicokok oleh penyidik Jaksa Agung terkait kasus Sritex.

Baca juga: Ribuan Mantan Karyawan Sritex Tuntut THR dan Pesangon Rp 380 Miliar, Minta Presiden Turun Tangan

Pengamatan Tribun, tangan Dicky tampak gemetar memegang kertas pembelaan yang ia bacakan. Dalam pembacaan pembelaan, suaranya sempat tercekat dan tangisnya hampir pecah.

"Saya tidak bersalah. Saya tidak memiliki motif dan interest apapun dalam kredit kepada Sritex. Saya tidak memiliki niat jahat apapun di dalam kredit kepada Sritex. Dan saya tidak menerima suap dalam bentuk apapun dari Sritex. Saya mohon kepada Majelis Hakim untuk membebaskan saya dari semua dakwaan tersebut," ungkapnya.

Menurut Dicky, jabatannya tidak masuk akal bisa memuluskan kredit Sritex yang mencapai ratusan miliar.

Kredit dengan angka sebesar itu dalam sistem perbankan dilakukan secara berjenjang dengan melibatkan antar divisi.

"Seluruh tahapan proses kredit sejak awal hingga akhir selalu dikawal oleh banyak divisi, unit kerja, divisi kredit, divisi kepatuhan, divisi hukum, divisi operasi maupun divisi-divisi lain yang terkait. Sehingga tidak Mungkin bagi saya sebagai pemimpin divisi korporasi melakukan tindakan-tindakan yang sebagaimana didakwakan," ungkapnya.

Kuasa hukum terdakwa, Otto Cornelis Kaligis mengatakan, dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex kliennya tidak memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan kredit.

Seharusnya, ada 12 orang yang turut diseret dalam kasus ini meliputi Direktur Komersial dan UMKM, Direktur Konsumen dan Ritel, Direktur Operasi, Direktur Keuangan, Direktur Kepatuhan, Direktur IT,  Group Head Korporasi, Group Head Kredit Risk, SEVP Credit Risk, Manager Korporasi, Manager Credit Risk, dan Staf korporasi.

Para pihak tersebut, berperan dalam kapasitasnya melakukan analisa dan mengambil keputusan atas permohonan kredit Sritex yang dituangkan dalam Memorandum Analisa Kredit (MAk) yang dirapatkan dalam rapat teknis dan diputuskan dalam rapat komite kredit.

Namun, hanya kliennya yang dijadikan tersangka, pihak lainnya tersebut bisa lolos. Padahal, jaksa mendalilkan penyertaan pasal 55 ayat (1).

"Ini membuktikan adanya tebang pilih dalam penegakan hukum, ada upaya kriminalisasi yang diterima klien kami," bebernya.

Perkara kredit PT Sritex  pada tahun 2020 hingga 2024. Total pengajuan kredit yang dihitung merugikan negara mencapai Rp 671 miliar.

Kaligis menyebut, Kliennya ditangkap pada 21 Mei 2025, ia dijemput oleh Kejaksaan Agung RI, ditetapkan sebagai tersangka, dan ditahan hingga saat ini.

“Klien kami ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan atas dugaan tindak pidana yang tidak ia lakukan,” paparnya.

Seret Tiga Terdakwa

Kasus dugaan korupsi Sritex di bank bank daerah di Jawa Barat ini  menyeret tiga terdakwa.  Mereka meliputi Mantan Direktur Utama Yuddy Renaldi, Mantan Senior Executive Vice President Bisnis  2019-2023 Beny Riswandi, dan Mantan Kepala Divisi Korporasi dan Komersial 2020 Dicky Syahbandinata. Sidang ketiga terdakwa dilakukan secara terpisah dalam hari yang sama.

Menurut Jaksa, atas perbuatan para terdakwa dalam pemberian kredit modal kerja kepada Sritex pada periode 2020-2024 menyebabkan merugikan keuangan negara sebesar Rp 671 miliar.

"Tindakan mereka Memperkaya Iwan Setiawan Lukminto dan Iwan Kurniawan Lukminto melalui PT Sritex," kata jaksa dalam membacakan berkas dakwaan.

Jaksa merinci, peran terdakwa Yuddy yang merupakan Ketua Komite Kredit memerintahkan terdakwa Dicky untuk memproses permohonan kredit Sritex.

Instruksi tersebut muncul selepas  Yuddy bertemu dengan  Mantan Direktur Keuangan PT Sritex 2006-2023, Allan Moran Severino.

Yuddy juga kukuh menyetujui penambahan kredit sebesar Rp 150 miliar, meski PT Sritex dinilai tidak layak menerima fasilitas tambahan.

Ia juga kembali menyetujui penambahan kredit suplesi hingga Rp 350 miliar yang diajukan Sritex bermodus penghitungan defisit kas yang dinilai tidak sesuai ketentuan serta   penurunan suku bunga kredit Sritex.

Kemudian, terdakwa ketiga, Beny Riswandi didakwa menyetujui pemberian kredit awal PT Sritex sebesar Rp 200 miliar. Pengajuan dicarikan meskipun ada ketidaksesuaian nilai utang bank jangka pendek dalam laporan keuangan perusahaan tersebut.

Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan dakwaan subsider Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.

Selepas jaksa membacakan dakwaan, Hakim Rommel Franciskus Tampubolon menawarkan para terdakwa untuk mengajukan pembelaan tetapi hanya Dicky yang menyambut tawaran itu. Sebaliknya, Yuddy dan Beny tidak mengajukan eksepsi dan memilih melanjutkan agenda persidangan.  (Iwn)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.