Ditulis oleh:
Bambang Soesatyo,
Anggota DPR RI/Ketua MPR RI ke-15/Ketua DPR RI ke-20/Ketua komisi I|| DPR RI ke 7/Dosen Pascasarjana (S3) Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan (Unhan)
TRIBUNNEWS.COM - MENYONGSONG pergantian tahun dari 2025 memasuki tahun 2026, semua elemen masyarakat Indonesia masih berselimutkan dukacita teramat mendalam mengenang mereka yang berpulang dalam bencana Sumatera. Semua komunitas juga sangat prihatin dengan dinamika kehidupan jutaan warga setempat yang terdampak bencana ekologis itu. Dukacita dan keprihatinan bersama itu menjadi pengingat bahwa sekarang dan di hari-hari mendatang, banyak pekerjaan yang harus segera dituntaskan untuk memulihkan kehidupan warga terdampak.
Saat memasuki tahun 2026, menjadi keniscayaan untuk bertanya tentang apa yang selayaknya dilakukan di sepanjang tahun berjalan nanti. Utamanya, tentu saja, tentang apa yang sepatutnya dijadikan prioritas. Pertanyaan itu akan terjawab ketika membuka dan menyimak kembali catatan peristiwa atau realisasi program pembangunan di sepanjang tahun 2025 yang akan berakhir dalam beberapa hari mendatang. Patut untuk diakui bahwa gambaran tentang kerusakan akibat bencana di provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat dan serta provinsi Aceh otomatis menambah daftar masalah yang patut mendapat perhatian ekstra, atau bahkan masuk skala prioritas.
Baca juga: Bamsoet Minta Hentikan Polemik Politik dan Fokus Tangani Bencana Sumatra
Sebab, sebagaimana sudah menjadi catatan bersama. di sepanjang 2025 ini, masih tercatat sejumlah persoalan yang belum diselesaikan sebagaimana mestinya. Suka tidak suka, harus dikatakan bahwa sepanjang tahun 2025 ini sudah terbentang persoalan multidimensional yang tidak bisa dan tidak boleh disederhanakan karena sangat kompleks. Demonstrasi skala besar dan aksi anarkis di berbagai kota pada Agustus 2025 sudah cukup jelas memberi gambaran tentang persoalan multidimensional dimaksud.
Ada masalah yang lahir dan berkait dengan aspek moral serta etika berpolitik. . Kecewa dan marah terhadap praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang marak memunculkan agenda tuntutan publik tentang perampasan aset koruptor. Belum lagi pada aspek ekonomi yang ditandai dengan melemahnya konsumsi rumah tangga dan gelembung jumlah pengangguran. Masalah pada aspek hukum pun terkesan sangat menonjol karena sudah sampai pada tahap menodai rasa keadilan.
Selain itu, fakta tentang pengingkaran sejumlah institusi negara pada tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) pun tak luput dari perhatian dan kecaman masyarakat. Salah satu akibat dari pengingkaran Tupoksi itu adalah penegakan hukum yang tidak berkeadilan. Ekses lain dari pengingkaran itu adalah memburuknya kualitas layanan publik dari beberapa institusi negara. Salah satu langkah Presiden Prabowo Subianto melakukan perbaikan adalah dengan membentuk Komite Percepatan Reformasi Polri.
Saat memasuki tahun 2026 nanti, ragam masalah yang sedang dan akan dihadapi pemerintah bersama semua elemen masyarakat sebenarnya sudah cukup jelas. Selain panggilan dan kewajiban merehabilitas dan rekonstruksi provinsi Sumut, Sumbar dan Aceh, aspek lain yang juga sangat penting untuk dicermati adalah fakta bahwa kinerja perekonomian nasional sedang tidak baik-baik saja. Dampaknya nyata dan dirasakan langsung oleh semua komunitas. Daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga melemah. Banyak pabrik berhenti berproduksi. Akibatnya, banyak komunitas pekerja harus menerima keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Cakupan wilayah dari bencana ekologis Sumatera, menurut hasil pendataan hingga 22 Desember 2025, mencapai 52 kabupaten/kota. Dari ratusan desa yang terdampak, sembilan (9) desa dilaporkan hilang atau hancur. Tak kurang dari 147.000 rumah rusak. Sedikitnya 1.600 fasilitas umum dan 145 jembatan dilaporkan rusak. Sebanyak 967 gedung sekolah juga rusak. Jumlah warga terdampak bencana mencapai lebih dari 3,3 juta jiwa. Sedangkan jumlah warga yang meninggal tercatat 1.106 jiwa, sementara 175 orang lainnya masih dalam pencarian. Dari jumlah pengungsi sekitar satu juta warga, lebih dari 7.000 orang terluka.
Sudah pasti bahwa jutaan warga yang menjalani kehidupan di wilayah bencana benar-benar tidak nyaman karena segala sesuatunya sudah rusak parah akibat endapan lumpur dan wujud material lain yang dibawa banjir bandang atau tanah longsor. Sudah barang tentu semua kerusakan pada wilayah pemukiman warga itu patut segera diperbaiki untuk mencapai tahap layak huni. Patut disyukuri karena pemerintah telah mengalokasikan anggaran sampai Rp 60 triliun untuk memulihkan semua wilayah terdampak bencana Sumatera. Semua berharap agar kementerian teknis yang berkait dengan upaya pemulihan Sumatera itu segera berkoordinasi dan memulai kerja nyata, demi pulihnya harapan semua warga terdampak.
Selain urgensi rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah terdampak bencana di Sumatera, masalah lain yang tak kalah pentingnya untuk segera ditangani adalah kerja-kerja nyata bagi penguatan kinerja ekonomi nasional. Cakupan masalah dalam perekonomian nasional hari-hari ini meliputi gelembung pengangguran yang menyebabkan semakin melemahnya daya beli atau konsumsi rumah tangga, kecenderungan mati suri sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) hingga potensi bangkrutnya perusahaan atau produsen di sektor manufaktur karena pasar dalam negeri dibanjiri produk impor ilegal, termasuk impor pakaian bekas.
Hasil survei Asian Development Bank yang dipublikasi Kadin Indonesia pada 2020 menyebutkan bahwa hampir 50 persen dari total UMKM sudah bangkrut. Persentase itu merefleksikan jutaan pelaku UMKM tidak mampu bertahan. Kebangkrutan UMKM Indonesia tentu saja ikut berkontribusi menciptakan gelembung pengangguran. Tidak hanya UMKM, sektor manufaktur Indonesia juga mengalami tekanan yang signifikan yang menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sepanjang tahun 2024-2025.
Menurut BPS, jumlah pengangguran di Indonesia meningkat menjadi 7,28 juta orang per Februari 2025. Pada periode yang sama, total angkatan kerja bertambah 3,67 juta orang, menjadi 153,05 juta jiwa. Penambahan angkatan kerja baru melahirkan asumsi bahwa jumlah penangguran pun terus bertambah. Tak hanya BPS, IMF pun memprediksi tingkat pengangguran Indonesia pada 2025 bisa mencapai 5 persen.
Kurang lebih seperti itulah gambaran atau ringkasan persoalan multidimensional yang saat ini dihadapi pemerintah dan masyarakat. Dalam upaya menguatkan kinerja perekonomian nasional, diperlukan inisiatif baru dan stimulus yang mengarah pada upaya pemulihan produktivitas, peningkatan daya saing produk, penciptaan lapangan kerja, hingga rancangan kebijakan untuk memulihkan daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga.
Para pembantu presiden diharapkan terus berinovasi dengan mengkreasi kebijakan dan program yang solutif untuk mereduksi kompleksitas masalah. Dalam konteks itulah inisiatif Kementerian Pertanian menyusun strategi transformasi dan investasi sektor pertanian yang berdampak langsung pada masyarakat layak dicermati dan dijadikan contoh kasus. Sebagaimana dijelaskan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, inti dari inisiatif ini adalah hilirisasi produk pertanian. Salah satu nilai tambah dari inisiatif adalah kemampuannya menciptakan delapan (8) juta lapangan kerja.
Inisiatif lain dan stimulus ekonomi yang dapat memulihkan produktivitas dunia usaha adalah ketegasan dalam melindungi serta merawat pasar dalam negeri. Jumlah penduduk yang lebih dari 286 juta jiwa menjanjikan permintaan yang besar di pasar domestik. Dengan potensi permintaan yang demikian besar, menjadi sebuah anomali jika sektor manfaktur dalam negeri selalu dibayangi kebangkrutan.
Karena itu, inisiatif Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa merawat pasar dalam negeri dengan memerangi penyelundupan patut diapresiasi. Inisiatif ini menjadi relevan jika dikaitkan dengan stimulus melalui penguatan likuiditas perbankan untuk mendukung pemulihan dan penguatan produktivitas dunia usaha nasional yang juga sudah diterapkan Menteri Purbaya.
inisiatif Menteri Pertanian dan Menteri Keuangan itu solutif dan relevan untuk mereduksi kompleksitas persoalan sekarang. Patut untuk berharap agar di tahun 2026 para pembantu Presiden semakin kreatif menggagas inisiatif baru yang solutif. Sebab, Indonesia memang harus mengurai dan mencari jalan keluar untuk bisa mereduksi persoalan multidimensional sekarang ini. Jangan lupa, tantangannya adalah koordinasi lintas sektor.
Baca juga: Catatan Politik Bamsoet: Merawat Pembangunan Berkelanjutan dan Peran Golkar di Tengah Perubahan