Said Abdullah Ingatkan Digitalisasi Jangan Singkirkan Rupiah
December 26, 2025 05:32 PM

SURYA.co.id, Surabaya - Penolakan pembayaran tunai oleh seorang nenek di sebuah toko roti memantik sorotan publik, hingga Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah angkat bicara menegaskan rupiah tetap sah sebagai alat pembayaran di seluruh Indonesia.

“Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa rupiah merupakan pembayaran yang sah, kedudukannya diatur di dalam Undang Undang No 8 tahun 2011 tentang mata uang,” kata Said Abdullah dalam pernyataan yang SURYA.co.id terima Jumat (26/12/2025).

Undang-undang tersebut jelas menyebutkan rupiah berlaku di seluruh wilayah Indonesia, sehingga tidak ada alasan bagi pihak manapun menolak penggunaannya.

Menurut Said, penolakan rupiah bukan sekadar masalah etika, tetapi bisa berkonsekuensi hukum.

“Bila ada merchant atau penjual menolak pembeli memberikan pembayaran memakai rupiah, maka merchant tersebut bisa dikenai sanksi pidana maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp200 juta,” tegasnya.

Pernyataan ini muncul dalam wawancara dengan sejumlah awak media di Jakarta, 26 Desember 2025. Kasus nenek membeli roti dengan uang tunai rupiah yang ditolak menjadi simbol kegelisahan masyarakat terhadap tren cashless yang makin dominan.

Said menekankan perlunya edukasi agar masyarakat tidak sembarangan menolak rupiah.

“Kita perlu mengedukasi masyarakat, jangan sembarangan menolak pembayaran memakai rupiah, sebab itu bisa berkonsekuensi pidana,” ujarnya.

“Saya berharap Bank Indonesia juga harus ikut mengedukasi masyarakat, bahwa rupiah masih menjadi mata uang nasional dan menjadi alat pembayaran yang sah,” katanya.

Menurutnya, jangan sampai penggunaan layanan digital membuat merchant menutup opsi pembayaran tunai.

“Pemerintah dan DPR belum merevisi pembayaran dengan uang tunai (rupiah), maka wajib bagi siapapun di Indonesia untuk menerimanya,” tambahnya.

Analisis mendalam menunjukkan, fenomena ini bukan sekadar soal transaksi, melainkan soal kedaulatan mata uang. Rupiah adalah simbol negara, menolak rupiah berarti menolak eksistensi hukum yang mengikat seluruh warga.

Said membandingkan dengan praktik di negara maju. “Sebagai perbandingan, di Singapura, negara maju dengan layanan cashless paling baik saja mereka masih memberikan layanan pembayaran tunai hingga 3000 SGD,” jelasnya.

Hal ini menunjukkan bahwa digitalisasi tidak otomatis menghapus peran uang tunai. Di banyak negara maju, opsi pembayaran tunai tetap dijaga demi inklusi finansial.

Said menegaskan, Indonesia tidak melarang merchant menggunakan pembayaran non-tunai. “Kita tidak melarang, bahkan mendukung pihak merchant menggunakan pembayaran non tunai, akan tetapi jangan menutup pihak pembeli membayar dengan tunai,” katanya.

Tambahlagi, kata Said, kondisi geografis Indonesia belum sepenuhnya mendukung layanan digital. “Di wilayah kita, tidak semua tercover layanan internet, sehingga tidak semua wilayah bisa menggunakan layanan non tunai,” ujarnya.

Said menekankan, Bank Indonesia harus menindak tegas pelaku usaha yang menolak rupiah.

“Sekali lagi saya berharap Bank Indonesia menekankan ini kepada para pelaku usaha di Indonesia dan yang melakukan penolakan penggunaan mata uang nasional ‘Rupiah’ ditindak,” tegasnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.