Dulu Juragan Roti, Kini Wawan Sukses Jadi Bos Kerupuk di Bogor: Sehari Produksi 20 Ribu Biji
December 27, 2025 11:54 AM

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Bagi sebagian orang, makan tanpa kerupuk terasa kurang lengkap.

Tekstur renyah dan gurihnya seolah menjadi pelengkap wajib di setiap hidangan.

Di Kota Bogor, ada sebuah usaha rumahan yang sejak belasan tahun lalu konsisten memenuhi kebutuhan kerupuk bagi warga sekitar.

UMKM BOGOR - Kerupuk mentah disortir satu per satu dan hitung per lima biji sebelum masuk proses penggorengan. Ketelitian inilah yang membuat Kerupuk Nineung tetap konsisten dalam kualitas.
UMKM BOGOR - Kerupuk mentah disortir satu per satu dan hitung per lima biji sebelum masuk proses penggorengan. Ketelitian inilah yang membuat Kerupuk Nineung tetap konsisten dalam kualitas. (TribunnewsBogor.com/Riga Fasya Dwi Jamaludin – Politeknik Negeri Jakarta)

Usaha tersebut bernama Pabrik Kerupuk Nineung, berlokasi di Kampung Pasir, Kecamatan Ciomas, Kota Bogor.

Wawan Hermawan, pemilik Pabrik Kerupuk Nineung, bercerita bahwa awalnya ia tidak berjualan kerupuk.

Sebelum dikenal sebagai pengusaha kerupuk, Wawan menjalankan usaha roti.

Namun, perubahan harga bahan baku membuat usaha rotinya sulit bertahan.

Dari situlah ia mulai mencari peluang lain dan akhirnya menemukan kesempatan di bidang makanan ringan.

“Dulunya itu pabrik roti, tapi karena bahan pokoknya semakin mahal, akhirnya saya coba buka usaha makanan ringan seperti kerupuk ini. Alhamdulillah banyak yang suka dan masih bertahan sampai sekarang,” ujar Wawan saat ditemui langsung di pabriknya.

Pabrik Kerupuk Nineung tidak memproduksi kerupuk mentah.

UMKM BOGOR – Tungku kayu dengan wajan raksasa menjadi alat produksi Kerupuk Nineung. Dalam sehari, pabrik ini mampu menghasilkan sekitar 20.000 kerupuk yang siap diedarkan ke warung dan pasar di Bogor.
UMKM BOGOR – Tungku kayu dengan wajan raksasa menjadi alat produksi Kerupuk Nineung. Dalam sehari, pabrik ini mampu menghasilkan sekitar 20.000 kerupuk yang siap diedarkan ke warung dan pasar di Bogor. (TribunnewsBogor.com/Riga Fasya Dwi Jamaludin – Politeknik Negeri Jakarta)

Kerupuk mentah dikirim langsung dari beberapa daerah, terutama dari Kota Ciamis, yang terkenal sebagai salah satu sentra kerupuk.

Wawan dan karyawannya melakukan proses penggorengan, pengemasan, dan distribusi.

Jenis kerupuk yang dijual pun beragam, mulai dari kerupuk koin, kerupuk sidoarjo, hingga berbagai varian lainnya.

“Di sini bahan kerupuk mentahnya beli, jadi kita hanya menggoreng dan mengemas saja,” kata Wawan menambahkan.

Kini, Pabrik Kerupuk Nineung telah berkembang dan mempekerjakan 26 karyawan.

Baca juga: Cobain Sensasi Kopi Aceh di Ciomas Bogor, BblarA Coffee Tawarkan Racikan Beda Khas Buloh Blang Ara

Mereka berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari mahasiswa hingga ibu rumah tangga.

Secara tidak langsung, Wawan membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar.

Beberapa bekerja sebagai penggoreng kerupuk di pabrik, sebagian lainnya menjadi penjual.

Sistem kerja di pabrik ini menggunakan sistem shift sehingga pekerjaan lebih teratur dan bergantian.

Dalam sehari, pabrik ini mampu menghasilkan sekitar 20.000 biji kerupuk. Harga satu biji kerupuk dibanderol Rp500.

Jika sudah dikemas dalam satu bungkus berisi 10 kerupuk, harga jualnya menjadi Rp5.000.

UMKM BOGOR - Kerupuk mentah disortir satu per satu dan hitung per lima biji sebelum masuk proses penggorengan. Ketelitian inilah yang membuat Kerupuk Nineung tetap konsisten dalam kualitas.
UMKM BOGOR - Kerupuk mentah disortir satu per satu dan hitung per lima biji sebelum masuk proses penggorengan. Ketelitian inilah yang membuat Kerupuk Nineung tetap konsisten dalam kualitas. (TribunnewsBogor.com/Riga Fasya Dwi Jamaludin – Politeknik Negeri Jakarta)

Kerupuk Nineung dipasok ke sejumlah pasar dan warung di wilayah Bogor.

Selain itu, kerupuknya juga dikirim ke daerah lain seperti Ciawi, Parung, dan Leuwiliang.

Dari usahanya ini, Wawan dapat meraih omzet rata-rata sekitar Rp10 juta per bulan.

Namun, seperti pelaku UMKM lainnya, Wawan juga menghadapi kendala dalam mengembangkan usahanya.

Modal usaha merupakan tantangan terbesar, terutama karena sistem penitipan barang di warung tidak dibayar secara langsung.

“Kalau pelaku usaha kecil seperti saya, tantangannya ada di modal. Karena kalau kerupuk dititip di warung itu tidak langsung dibayar. Biasanya minggu depan baru bayar. Jadi harus punya modal mutar,” jelas Wawan.

Ke depan, Wawan berharap dapat memiliki modal lebih besar agar bisa mengembangkan Pabrik Kerupuk Nineung.

Ia ingin meningkatkan kapasitas produksi, menambah karyawan, serta memperluas jangkauan pemasaran.

Dengan konsistensi, kerja keras, dan kualitas produk yang tetap dijaga, Pabrik Kerupuk Nineung menjadi bukti bahwa UMKM lokal dapat terus bertahan dan berkembang di tengah persaingan usaha yang semakin ketat.

(Riga Fasya Dwi Jamaludin – Politeknik Negeri Jakarta)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.