TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Rencana penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung pada 28 Februari 2026 membawa harapan baru bagi warga Banjar Pesanggaran, Kelurahan Pedungan, Denpasar.
Setelah puluhan tahun hidup berdampingan dengan gunungan sampah, bau menyengat, hingga asap kebakaran, warga akhirnya melihat peluang untuk keluar dari kondisi lingkungan yang selama ini mereka tanggung dalam diam.
Warga Pesanggaran menyatakan setuju dengan rencana penutupan tersebut.
Namun, di balik dukungan itu, tersimpan kegelisahan mendalam jika penutupan dilakukan tanpa solusi pengelolaan sampah yang jelas.
Baca juga: Rencana Pengelolaan 30 Ton Sampah Dengan RDF Di Jembrana Bali, Masifkan Penerapan Teba Modern
Kepala Lingkungan Banjar Pesanggaran, I Putu Sucipta, menuturkan bahwa warga mendukung penuh kebijakan penutupan TPA Suwung, asalkan pemerintah telah menyiapkan lokasi dan sistem pengolahan sampah pengganti.
“Kami sangat setuju TPA Suwung ditutup. Tapi sebelum ditutup, harus ada tempat lain. Kalau tidak, dampak sosialnya justru akan lebih parah. Denpasar ini padat penduduk dan lahannya terbatas,” ujarnya, Jumat (26/12/2025) malam.
Selama hampir 40 tahun TPA Suwung berdiri, warga Pesanggaran menjadi kelompok yang paling merasakan dampak langsung.
Bau sampah menjadi bagian dari keseharian, terutama karena arah angin selama hampir 11 bulan dalam setahun bertiup dari tenggara menuju kawasan permukiman warga.
Baca juga: Heboh Isu Pemkot Denpasar Bakal Buang Sampah ke Bangli Imbas Penutupan TPA Suwung, DPRD Menolak
“Setiap hari bau itu masuk ke rumah kami. Dampaknya sangat signifikan ke warga Pesanggaran, tapi kami tidak pernah mendapat apa-apa selain dampak buruk,” kata Sucipta.
Kondisi semakin berat ketika terjadi kebakaran di TPA Suwung. Asap tebal mengepung permukiman warga, memaksa mereka menghirup udara tercemar tanpa perlindungan memadai.
“Waktu kebakaran, rumah-rumah kami dipenuhi asap. Kami benar-benar bernapas dalam asap. Miris memang, tapi demi kepentingan yang lebih besar, kami memilih diam,” ungkapnya.
Baca juga: Puluhan Truk Sampah Datangi Kantor Gubernur Bali, Sampaikan 5 Tuntutan, Ancam Demo Lagi Bawa Sampah
Ironisnya, meski menanggung beban lingkungan dan kesehatan selama puluhan tahun, warga Pesanggaran tak pernah menerima kompensasi apapun.
Upaya meminta dukungan dana kesehatan pun tak pernah terealisasi.
“Kami pernah mengajukan permintaan dana kesehatan, tapi tidak bisa dipenuhi. Alasannya dana terbatas dan tidak ada alokasi,” tambahnya.
Sucipta juga menilai berbagai program pengelolaan sampah yang selama ini dijalankan pemerintah—seperti TPS3R, TPST, teba modern, hingga insinerator skala kecil—belum menyentuh akar persoalan.
“Program-program itu lebih banyak berhasil di wacana. Hasil di lapangan masih minim, sementara warga terus merasakan dampaknya,” ujarnya.
Di tengah rencana penutupan TPA Suwung, warga berharap pemerintah benar-benar menghadirkan solusi konkret, bukan sekadar memindahkan masalah ke wilayah lain.
“Semakin cepat ada solusi nyata, semakin baik. Semakin cepat TPA ini pindah, kami haturkan swaha,” ucapnya.
Warga Pesanggaran juga berharap Kabupaten Badung dapat mengelola sampahnya secara mandiri.
Menurut mereka, Badung memiliki kemampuan fiskal dan lahan yang lebih memadai.
“Badung punya dana dan lahan yang cukup. Harapannya bisa membangun pengolahan sampah sendiri, supaya sampah Badung tidak lagi dibawa ke Denpasar,” pungkas Sucipta.
Bagi warga Pesanggaran, penutupan TPA Suwung bukan sekadar kebijakan lingkungan, melainkan harapan akan kualitas hidup yang lebih layak setelah puluhan tahun hidup di bawah bayang-bayang sampah. (*)