PAUS LEO XIV Sampaikan Berkat 'Urbi et Orbi' yang Bersejarah: Seruan untuk Perdamaian Dunia
December 27, 2025 06:27 PM

TRIBUN-MEDAN.COM - Di hadapan ribuan umat beriman yang berada di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, di bawah langit mendung dan gerimis lembut, pemimpin umat Katolik Roma sedunia, Paus Leo XIV mendesak Ukraina dan Rusia untuk "berani", berunding dan mengakhiri perang.

Desakan Paus Leo XIV itu disampaikan dari balkon utama Basilika St. Petrus, Vatikan, sebelum memberikan berkat "Urbi et Orbi" (bagi Kota dan Dunia), hari Kamis (25/12/2025).

Berkat "Urbi et Orbi" atau juga disebut Berkat Paus ini memiliki sejarah panjang. Secara tradisi, pemberian berkat yang dimulai sejak abad pertengahan itu lalu berkembang, Paus memberikan berkat "Urbi et Orbi" yang disebut "Berkat Paus" pada Hari Raya Paskah dan Natal.

Dalam pesan Natal pertamanya sebagai paus, Paus Leo XIV,  menyerukan agar kedua belah pihak berani untuk berunding dan mengakhiri perang, saat perang terus berlanjut di Ukraina dan gencatan senjata masih belum tercapai.

Dua hari sebelumnya, Selasa (23/12/2025) Paus Leo XIV mengatakan di Castel Gandolfo, tempat peristirahatan musim panas: “Di antara hal-hal yang membuat saya sangat sedih adalah kenyataan bahwa Rusia tampaknya telah menolak permintaan gencatan senjata."

Saat itu, pemimpin umat Katolik Roma sedunia ini mengatakan, "Saya kembali menyampaikan permohonan saya kepada semua orang yang berkehendak baik untuk menghormati hari perdamaian – setidaknya pada hari raya kelahiran Juru Selamat kita.” Rusia telah berulang kali menolak seruan gencatan senjata dalam perangnya di Ukraina, dengan mengatakan bahwa hal itu hanya akan memberikan keuntungan militer kepada Kyiv.  

Merujuk pada konflik secara umum, Leo berkata: “Saya berharap mereka akan mendengarkan dan akan ada 24 jam perdamaian di seluruh dunia.”

Sejak semula, sikap Vatikan sangat jelas terhadap perang Ukraina - Rusia. Vatikan, berulang-kali mendesak kedua-belah pihak untuk berani terlibat dalam dialog dan pembicaraan yang tulus dan penuh hormat, meskipun terasa sulit, untuk mencegah kehancuran lebih lanjut.

Tahun 2023, menjelang setahun setelah perang pecah (mulai Februari 2022), Paus Fransiskus  mengatakan, “Saya menyampaikan permohonan yang paling sungguh-sungguh kepada bangsa-bangsa yang berperang… untuk perdamaian yang stabil dan terhormat bagi semua. Sayangnya, permohonan saya tidak didengar, dan perang berlanjut, dengan sengit, selama dua tahun lagi, dengan segala kengeriannya.”

“Perang menjadi semakin kejam dan meluas ke darat, laut, bahkan ke udara,” lanjut Paus, “dan kematian menimpa kota-kota yang tak berdaya, desa-desa yang tenang, dan penduduknya yang tak berdosa.”

Seruan serupa dahulu disampaikan Paus Benediktus XV, selama PD I (1917). Ketika itu, Paus Benediktus XV mengatakan bahwa pihak-pihak yang berperang harus mengganti “kekuatan materi senjata” dengan “kekuatan moral hukum,” dan menyerukan arbitrase internasional serta evakuasi wilayah yang diduduki. Ia juga menekankan pentingnya pemeriksaan yang jujur ​​terhadap klaim-klaim yang saling bertentangan.

Kata Paus Leo XIV,  di hadapan 26.000 umat beriman, "Semoga suara senjata berhenti, dan semoga pihak-pihak yang terlibat, dengan dukungan dan komitmen komunitas internasional, menemukan keberanian untuk terlibat dalam dialog yang tulus, langsung, dan penuh hormat."

Sangat Tegas

Sikap Paus Leo XIV terhadap perang di Ukraina dari sejak awal sangat tegas. Tiga hari setelah terpilih atau 11 Mei 2025,  Paus Leo XIV pertama kali secara terbuka menyatakan simpatinya kepada rakyat Ukraina ketika ia berkata: "Saya turut merasakan penderitaan rakyat Ukraina yang terkasih, katanya.

Selain itu, Paus Leo juga secara langsung menargetkan warga Ukraina, dan kemudian mengatakan bahwa ia memikirkan terutama keluarga-keluarga yang menderita akibat perang, termasuk di Ukraina. Menurut Paus Leo XIV, tidak ada kemenangan bersenjata yang dapat menggantikan penderitaan para ibu, ketakutan anak-anak, atau masa depan yang dicuri juga sangat kuat. 

Ia mencatat bahwa rakyat Ukraina menderita akibat serangan serius terhadap warga sipil dan infrastruktur. Kata Paus Leo XIV, "Dunia kita terus terluka oleh perang di Ukraina dan di banyak wilayah lain di dunia", katanya pada bulan Agustus. Lalu, paus  menyerukan doa agar Tuhan mengeringkan air mata mereka yang menderita akibat konflik bersenjata yang sedang berlangsung.

 Dalam pidatonya kepada para peziarah Ukraina, 28 Juni 2025,  Paus Leo XIV menyatakan kedekatannya dengan Ukraina yang terkepung, dengan anak-anak, kaum muda, orang tua, dan terutama dengan keluarga yang berduka atas orang-orang terkasih mereka, dan meyakinkan akan turut berduka cita atas para tawanan dan korban perang yang tidak masuk akal ini.

Paus Leo XIV secara terbuka menentang agresi Rusia bahkan sebelum menjadi Paus. Pada tahun 2022,  ia menggambarkan perang Rusia di Ukraina sebagai "invasi imperialis" yang bertujuan untuk merebut kekuasaan. Ini berbeda dengan Paus Fransiskus yang mengambil pendekatan lebih diplomatis, menekankan persaudaraan antara Ukraina dan Rusia, yang menuai kritik dari banyak negara.

Tetapi, dahulu, sikap Paus Fransiskus, jelas jauh berbeda dari posisi negara-negara Barat. Ia ingin mengakhiri persenjataan Barat di Ukraina dan menegosiasikan gencatan senjata segera. Paus secara eksplisit memperingatkan terhadap perlombaan senjata di Ukraina. Sikap seperti ini juga diambil Paus Leo XIV.

Menurut studi Centre for Strategic and International Studies (CSIS, 2025) yang berbasis di AS, jumlah korban tewas militer Rusia mencapai 250.000 orang dan total korban, termasuk yang terluka, lebih dari 950.000. Ukraina juga mengalami kerugian yang sangat tinggi, dengan antara 60.000 hingga 100.000 personel tewas dan total korban mencapai sekitar 400.000 orang.

PAUS LEO PIMPIN PERAYAAN NATAL DI VATIKAN
PERAYAAN NATAL: Di hadapan ribuan umat beriman yang berada di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, pemimpin umat Katolik Roma sedunia, Paus Leo XIV, mendesak Ukraina dan Rusia untuk berani berunding dan mengakhiri perang. Desakan Paus Leo XIV itu disampaikan dari balkon utama Basilika St. Petrus, Vatikan, sebelum memberikan berkat Urbi et Orbi (bagi Kota dan Dunia), hari Kamis (25/12/2025).

Tema Sentral

"Pace" atau "peace", perdamaian adalah tema sentral dalam doktrin Katolik: sudah ada dalam Alkitab dan dalam tradisi Kristen, tema ini secara bertahap diintegrasikan ke dalam teks-teks resmi Gereja Katolik Roma, dan secara perlahan membentuk dasar wacana Takhta Suci. Dengan ensiklik Pacem in Terris (1963), Paus Yohanes XXIII, misalnya, menjadikan promosi perdamaian sebagai prioritas kepausan.

Paus Yohanes XXIII adalah paus pertama yang menganjurkan “pelucutan senjata integral,” yang hanya dapat dicapai melalui pembaharuan hati dan pikiran. Dalam Pacem in Terris, ia menulis: “Setiap orang harus menyadari bahwa, kecuali proses pelucutan senjata ini menyeluruh dan lengkap, dan mencapai jiwa manusia, mustahil untuk menghentikan perlombaan senjata, atau mengurangi persenjataan, atau — dan ini yang utama — pada akhirnya menghapuskannya sepenuhnya."

Menurut Paus Yohanes XXIII, "Setiap orang harus dengan tulus bekerja sama dalam upaya untuk menghilangkan rasa takut dan kecemasan akan perang dari pikiran kita. Tetapi ini membutuhkan penggantian prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan perdamaian di dunia saat ini dengan prinsip yang sama sekali berbeda, yaitu, kesadaran bahwa perdamaian sejati dan abadi antar bangsa tidak dapat terdiri dari kepemilikan persediaan persenjataan yang sama tetapi hanya dalam saling percaya. Dan kami yakin bahwa ini dapat dicapai, karena ini adalah hal yang tidak hanya didikte oleh akal sehat, tetapi juga merupakan hal yang paling diinginkan dan paling bermanfaat.” 

Maka, pidato tahunan para penerus Petrus telah mengidentifikasi beberapa ancaman terhadap perdamaian, pertama dan terutama perang, tetapi juga totalitarianisme, ketidakadilan sosial dan ekonomi, serta kurangnya persaudaraan dan kepedulian terhadap alam.

Wilayah Lain

Pada hari Kamis, Paus Leo XIV menggunakan pesan Natal pertamanya sebagai Paus untuk menyerukan “perdamaian dan penghiburan bagi para korban semua perang yang terjadi di dunia saat ini” serta bagi mereka yang menderita “ketidakadilan, ketidakstabilan politik, penganiayaan agama, dan terorisme.”

Paus  Leo XIV menggemakan banyak keprihatinan pendahulunya, Paus Fransiskus, dengan mendesak perlindungan bagi pengungsi, korban bencana iklim, pengangguran, dan mereka yang dieksploitasi. Selain itu, Paus Leo XIV menyerukan “dialog” di Amerika Latin di tengah meningkatnya serangan Angkatan Laut AS di wilayah itu dan perawatan yang lebih baik bagi para migran yang “melintasi benua Amerika.” 

Selain perang Ukraina dan Rusia yang menjadi perhatian, Paus Leo XIV  juga mengecam kekacauan dan konflik yang melanda bagian lain dunia, termasuk Thailand dan Kamboja di mana bentrokan perbatasan yang mematikan telah berkobar meskipun ada gencatan senjata pada bulan Juli. 

Pada kesempatan itu, Paus Leo XIV, meminta agar "persahabatan kuno" negara-negara Asia Tenggara dipulihkan dan "berupaya menuju rekonsiliasi dan perdamaian".

Dalam khotbah Natal di Basilika St. Petrus, Paus Leo XIV  menyesalkan kondisi para tunawisma di seluruh dunia, dan kerusakan yang disebabkan oleh konflik. "Rapuhlah raga penduduk yang tak berdaya, yang telah ditempa oleh begitu banyak perang, yang sedang berlangsung atau telah berakhir, meninggalkan puing-puing dan luka terbuka," katanya. 

Ia mengatakan kisah kelahiran Yesus menunjukkan bahwa Tuhan telah "mendirikan kemah-Nya yang rapuh" di antara orang-orang di dunia. Lalu, mengapa kita tidak memikirkan tenda-tenda di Gaza, yang terpapar hujan, angin, dan dingin selama berminggu-minggu?" 

Gaza telah hancur akibat pemboman Israel dalam perang dua tahun, yang dipicu oleh serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Badai musim dingin telah memperburuk penderitaan 2,1 juta penduduk wilayah tersebut, yang hampir semuanya telah mengungsi dan rumah mereka rusak atau hancur.

Lembaga-lembaga bantuan telah menyerukan agar Israel mengizinkan lebih banyak tenda dan pasokan yang sangat dibutuhkan masuk ke Gaza. Cogat, badan militer Israel yang mengontrol penyeberangan perbatasan Gaza,  menolak klaim pembatasan bantuan yang disengaja, dengan mengatakan hampir 310.000 tenda dan terpal telah dikirim sejak dimulainya gencatan senjata pada bulan Oktober.

Doa Perdamaian

Paus Leo XIV berdoa untuk “keadilan, perdamaian, dan stabilitas bagi Lebanon, Palestina, Israel, dan Suriah,” dan mendesak agar janji perdamaian yang berakar pada kebenaran diperbarui. 

Ia secara khusus memohon untuk Ukraina, meminta agar “suara senjata berhenti,” dan agar semua pihak yang terlibat, dengan dukungan komunitas internasional, menemukan keberanian untuk terlibat dalam “dialog yang tulus, langsung, dan penuh hormat.” 

Mengingat konflik yang berisiko dilupakan, Paus Leo XIV menyatakan kedekatannya kepada para korban perang dan kekerasan di Sudan, Sudan Selatan, Mali, Burkina Faso, dan Republik Demokratik Kongo, serta kepada semua orang yang menderita akibat ketidakadilan, ketidakstabilan politik, penganiayaan agama, dan terorisme. 

Paus juga berdoa untuk Haiti, menyerukan diakhirinya kekerasan dan kemajuan di jalan perdamaian dan rekonsiliasi. Ia juga memohon perdamaian untuk Myanmar, meminta agar negara itu dibimbing menuju rekonsiliasi dan harapan, terutama untuk generasi mudanya. Beralih ke Amerika Latin, ia mendorong mereka yang memiliki tanggung jawab politik untuk memberi ruang bagi dialog demi kebaikan bersama, alih-alih perpecahan ideologis dan partisan.

(*/Tribun-medan.com/KBRI Takhta Suci)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.