Laporan Wartawan TribunJatim.com, Anggit Puji Widodo
TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Anak-anak di Desa Banjarsari, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, memilih menghabiskan waktu libur sekolah dengan menekuni kesenian tradisional jaranan dor yang telah lama hidup di lingkungan mereka.
Hampir setiap sore, halaman rumah warga berubah menjadi ruang latihan.
Denting gamelan berpadu dengan tabuhan gendang, bas, dan jidor mengiringi gerak anak-anak yang memainkan jaran kepang.
Aktivitas ini berlangsung rutin selama masa liburan sekolah.
Salah satu peserta latihan, Fernando Febriansyah, siswa SMP berusia 14 tahun, dipercaya mengisi peran sebagai penabuh gendang.
Baginya, latihan jaranan menjadi pilihan sederhana namun menyenangkan untuk mengisi waktu libur.
"Liburan biasanya bingung mau ngapain. Kalau latihan jaranan bisa gratis dan seru," ujar Fernando saat dikonfirmasi TribunJatim.com pada Sabtu (27/12/2025).
Fernando mengatakan, kegiatan ini sekaligus menjadi caranya ikut menjaga kesenian daerah agar tidak punah.
Latihan intensif selama liburan membuat Fernando dan rekan-rekannya semakin mahir.
Ia menyebut telah menguasai sejumlah irama khas jaranan dor dan beberapa kali ikut tampil saat ada undangan pentas, terutama menjelang peringatan Hari Kemerdekaan.
"Kalau tampil biasanya dapat uang saku, sekitar Rp 30 puluh ribu," katanya.
Uang tersebut biasa ia gunakan untuk jajan atau keperluan kecil lainnya.
Kegiatan latihan ini berada di bawah pendampingan Samiaji Mijek, pegiat seni setempat yang sejak lama konsisten mengenalkan jaranan dor kepada generasi muda.
Baca juga: Lestarikan Kesenian Tradisional, Disbudpar Jatim Gaungkan Wayang Topeng Panji di Malang
Menurutnya, liburan sekolah menjadi momentum tepat untuk mengajak anak-anak lebih dekat dengan budaya sendiri.
"Dari pada seharian main gadget, lebih baik mereka berkesenian," tutur pria yang akrab disapa Cak Mijek itu.
Cak Mijek menilai minat anak-anak muncul secara alami, karena sejak kecil mereka sudah akrab dengan pertunjukan jaranan di desa.
Jadwal latihan pun disesuaikan dengan aktivitas anak-anak.
Saat masa sekolah, latihan hanya dilakukan seminggu sekali.
Namun ketika liburan, frekuensinya meningkat hampir setiap hari.
"Selain sebagai sarana menyalurkan bakat, kegiatan ini bertujuan menanamkan kecintaan pada budaya lokal sekaligus membentuk kebiasaan positif," ungkap Cak Mijek.
Anak-anak juga kerap dilibatkan dalam pementasan bersama kelompok jaranan dewasa, meski fokus utama tetap pada proses belajar.
Di tengah derasnya arus hiburan digital, semangat anak-anak Desa Banjarsari mempertahankan jaranan dor menjadi potret optimisme bagi kelangsungan seni tradisional.
"Dari desa kecil di Bareng, denyut budaya terus dijaga, bahkan dimulai sejak usia belia, itulah harapan yang ingin kami pupuk," pungkas Cak Mijek.