TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Perambahan di Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) bulan November 2025 diungkap Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Kalimantan.
Senin (22/12/2025), Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan telah menetapkan 2 orang sebagai tersangka dalam kasus perambahan di Hutan Lindung Sungai Wain, yakni RMA (penanggung jawab) dan H (pengawas lapangan).
Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan menyebut lahan seluas 30 hektare di kawasan lindung HLSW ini dirambah untuk dijadikan kebun kelapa sawit.
Fakta perambahan Hutan Lindung Sungai Wain yang merupakan salah satu sumber air bersih di Kota Balikpapan ini bukan baru kali pertama terjadi diungkap Pokja Pesisir, Lembaga Swadaya Masyarakat yang menyoroti persoalan lingkungan.
Baca juga: Jangan Hanya Tangkap Pekerja, Seret Pemodal Perusak Hutan Lindung Sungai Wain Balikpapan ke Penjara
Kedua tersangka, RMA (55) dan H (44), ditetapkan pada Senin, 22 Desember 2025.
Mereka dijerat dengan Pasal 17 ayat (2) huruf b jo Pasal 92 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, beserta ketentuan pidana lainnya.
Para tersangka terancam hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda hingga 5 miliar rupiah.
Kasus ini merupakan tindak lanjut operasi tangkap tangan pada 17 Desember 2025 terhadap empat orang, yakni RMA, H, S, dan T, yang kedapatan membuka lahan di kawasan Hutan Lindung Sungai Wain menggunakan dua unit alat berat ekskavator.
S dan T diperiksa sebagai saksi operator ekskavator.
Kepala Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Kalimantan, Leonardo Gultom, menegaskan pentingnya sinergi lintas lembaga.
Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan akan terus bersinergi dengan pemerintah daerah dalam melakukan penegakan hukum, baik terhadap perorangan maupun korporasi yang melakukan aktivitas ilegal.
"Ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga kedaulatan kawasan hutan lindung di Indonesia," tegasnya seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.
Pokja Pesisir melalui juru bicaranya, Husen Suwarno, mengapresiasi langkah aparat dalam menindak pelaku perambahan, terlebih luas area yang dibabat mencapai sekitar 30 hektare.
Berdasarkan hasil penelusuran lapangan, lokasi pembukaan lahan tersebut dinilai bukan kawasan baru.
“Ini bisa terlihat dengan bukti foto-foto yang kami ambil,” ujarnya, dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Sabtu (27/12/2025).
Berikut sejumlah fakta perambahan HLSW berdasarkan temuan Pokja Pesisir:
1. Dimulai 2022
Kajian Pokja Pesisir mencatat, aktivitas pembukaan area di kawasan tersebut sudah terjadi sejak 2022 dengan klaim awal atas nama I. K. Semadi, dan kondisinya semakin parah sejak 2023 hingga sekarang.
Seiring waktu, diduga terjadi perubahan nama atau kepemilikan lahan, mengingat sejak 2023 tidak lagi ditemukan plang kepemilikan di lokasi.
2. Peringatan perambahan HLSW sudah berulang kali disampaikan
Husen mengaku tidak terkejut dengan maraknya perambahan di kawasan HLSW.
Menurutnya, Pokja Pesisir telah berulang kali menyampaikan peringatan dan masukan dalam berbagai forum resmi bersama instansi terkait.
“Tapi kritik dan masukan dianggap angin lalu,” katanya.
3. Jalan Tol IKN salah satu pemicu perambahan HLSW
Pokja Pesisir menilai, salah satu faktor pemicu utama perambahan HLSW adalah akses jalan penghubung Pulau Balang yang memisahkan HLSW dengan Hutan Pesisir Teluk Balikpapan, yang kini telah berkembang menjadi Jalan Tol IKN.
Kondisi ini dinilai membuka celah bagi aktivitas ilegal di kawasan lindung.
“Kalau dilihat titik koordinat pembukaannya berada di atas DAS Tempadung, yang mana kawasan tersebut masuk dalam Hutan Lindung Sungai Wain,” ulas Husen.
Ia menambahkan, pembangunan Jalan Tol IKN dinilai tidak memperhatikan keberadaan buffer zone atau zona penyangga HLSW.
Akibatnya, kawasan hutan lindung menjadi rentan terhadap klaim lahan, pembukaan ilegal, hingga kerusakan lingkungan yang lebih luas.
Temuan pembukaan lahan di kawasan Tempadung yang berbatasan langsung dengan HLSW ini pun dinilai sebagai contoh nyata persoalan lingkungan yang membutuhkan penanganan serius dan berkelanjutan dari seluruh pemangku kepentingan.
Terpisah, Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Timur, Joko Istanto menjelaskan Hutan Lindung Sungai Wain merupakan penopang sumber air bersih, penyangga kehidupan, serta keanekaragaman hayati di Kalimantan Timur.
"Kami akan terus memperkuat pengawasan, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta mendorong partisipasi masyarakat dalam perlindungan kawasan hutan," sebut Joko.
Dilansir TribunKaltim.co dari laman resminya, HLSW adalah jantung kehidupan kota Balikpapan.
Sejarah pengelolaan hutan di Sungai Wain menjadi kawasan lindung sudah dimulai sejak tahun 1934.
Ketika itu, Sultan Kutai sudah menetapkan kawasan hutan Sungai Wain sebagai hutan yang akan dilestarikan.
Selanjutnya, dibentuk Badan Pengelola HLSW tahun 2002.
Hingga kemudian sesuai Undang-undang Nomor 23/2014, kawasan Hutan Lindung Sungai Wain berada di bawah Kesatuan Pengelolaan Hutan Bongan.
Sejak awal tahun 2016 hingga sekarang Yayasan Pro Natura (www.pronaturafoundation.org) menjadi mitra utama dalam pengelolaan dan pelestarian HLSW.
Luas kawasan HLSW adalah sekitar 10.000 ha.
Secara administratif berada di Kecamatan Balikpapan Barat dan di kelurahan Karang Joang di Balikpapan Utara.
Hutan Lindung Sungai Wain terletak di km 15 pada bagian utara Kota Balikpapan, berdekatan dengan jalan utama antara Balikpapan dan Samarinda (ibukota Provinsi Kaltim) di bagian timur serta Teluk Balikpapan di sebelah barat.
HLSW adalah hamparan hutan dataran rendah yang relatif kecil hanya sekitar 10.000 hektare tetapi sangatlah penting keberadaannya bagi kota Balikpapan.
Selain menjadi sumber air bersih untuk 25 persen kebutuhan kota Balikpapan termasuk kebutuhan air baku untuk kilang minyak Pertamina, HLSW memiliki potensi untuk ekowisata, penelitian dan pendidikan yang luar biasa.
Lebih dari 1000 jenis tumbuhan telah diidentifikasi di HLSW.
Hutan ini luar biasa kaya jenis pepohonan Dipterocarpaceae. HLSW menjadi sumber genetika yang sangat penting.
Satwa asli Kalimantan ditemukan tinggal di HLSW.
Sayangnya banyak jenis sekarang telah berstatus “TERANCAM PUNAH” karena hutan dataran rendah sudah hampir habis ditebang.
Berbagai jenis burung asli Kalimantan seperti burung enggang, ayam hutan langka, burung pelatuk masih dapat kita jumpai.
Fauna langka yang terancam punah masih lazim dijumpai, seperti macan dahan, lutung dan lain-lain.
Penopang Sumber Air
Sudah lebih dari 70 tahun, air dari HLSW digunakan sebagai penopang industri minyak di Balikpapan.
Tanpa air dari HLSW kota Balikpapan tidak akan menjadi kota besar seperti sekarang.
Manfaat sebagai penyedia air bersih inilah yang mengingatkan pentingnya Hutan Lindung Sungai Wain sebagai sumber air untuk masa depan masyarakat Kota Balikpapan.
Paru-paru Kota
Udara bersih untuk kota Balikpapan sangat diperlukan mengingat pertumbuhan kota semakin pesat yang turut memicu peningkatan pencemaran udara.
HLSW bisa disebut sebagai paru-paru hijau Kota Balikpapan.
Udara pepohonan rimbun HLSW menyerap CO2 yang kotor dari Balikpapan dan melepas O2 bersih yang dinikmati oleh warga tanpa disadari.
Baca juga: Bangau Tong-tong Diselamatkan Polairud Kaltim dan BKSDA, Dilepas ke Hutan Sungai Wain Balikpapan
(TribunKaltim.co/Ary Nindita Intan RS/kompas.com)