WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA – Harga beras dunia mengalami penurunan signifikan dalam beberapa bulan terakhir.
Fenomena ini sempat menimbulkan spekulasi di ruang publik bahwa anjloknya harga terkait dengan keputusan Indonesia yang tidak melakukan impor beras seperti dua tahun sebelumnya.
Namun, Pengamat Pertanian sekaligus Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Khudori menegaskan klaim tersebut tidak sepenuhnya tepat.
Menurutnya, data dari Bank Dunia hingga Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menunjukkan penurunan harga beras global merupakan bagian dari fluktuasi pasar sekaligus dampak membaiknya produksi negara produsen utama serta meningkatnya suplai global.
“Harga beras dunia yang rendah saat ini merupakan bagian dari fluktuasi berulang. Data menunjukkan kalau tidak ada goncangan pasokan-permintaan, harga global akan stabil di kisaran 400 dolar AS per ton,” ujar Khudori kepada wartawan, Senin (29/12/2025).
Baca juga: Trotoar Guiding Block Cuma Cat di Tangsel, Pemkot Sebut Penanganan Ada di Pemprov Banten
Khudori memaparkan, harga beras Thailand 5 persen patah yang sempat menyentuh 660 dolar AS per ton pada Januari 2024 kini turun menjadi sekitar 368 dolar AS per ton.
Tren serupa juga terjadi pada beras dari Vietnam, Pakistan, India, hingga Amerika Latin.
“Penurunan harga ini bukan karena Indonesia tidak impor. Produksi global membaik dan ekspor India meningkat, itu faktor yang lebih masuk akal,” tegasnya.
FAO memperkirakan produksi beras global 2024/2025 mencapai 549,9 juta ton, naik sekitar 2,7 persen dibanding periode sebelumnya.
Sementara suplai dunia diperkirakan mencapai 749 juta ton dengan permintaan sekitar 539 juta ton. Khudori menambahkan, permintaan justru meningkat, terutama dari Afrika.
Indonesia, lanjut Khudori, bukan importir beras terbesar secara rutin. Impor besar hanya dilakukan pada tahun-tahun tertentu saat produksi domestik tertekan oleh faktor cuaca, seperti pada 2023–2024.
“Indonesia tidak impor tahun ini bukan berarti sama sekali tidak ada impor. Swasta tetap mengimpor beras khusus untuk kebutuhan industri, sekitar 350–550 ribu ton per tahun,” jelasnya.
Di sisi lain, Khudori mengingatkan pemerintah agar tidak terlena dengan kondisi saat ini.
Menurutnya, peningkatan produksi masih bergantung pada perluasan panen, bukan pada peningkatan produktivitas.
“Ada PR besar bagi pemerintah, yakni membangun fondasi produksi yang kokoh. Tahun ini kita terbantu faktor alam. Tapi kemewahan seperti ini tidak selalu ada tiap tahun. Tugasnya bagaimana memastikan produksi berkelanjutan,” pungkasnya.