Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - DPRD Provinsi Lampung memparipurnakan laporan Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong, Senin (29/12/2025).
Ketua Pansus Mikdar Ilyas menyampaikan, pansus telah merampungkan tugas selama satu tahun dengan sejumlah capaian yang berdampak langsung pada petani singkong di daerah ini.
Adapun hasil dari Pansus itu terbitnya Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Mikdar mengungkapkan, kompleksitas persoalan tata niaga singkong membuat Pansus bekerja hampir 12 bulan, sejak Januari hingga Desember 2025. Padahal secara aturan, masa kerja Pansus dapat diselesaikan dalam tiga bulan.
“Persoalan singkong ini rumit karena berkaitan dengan kewenangan daerah dan pusat. Kami berdiskusi dengan kelompok tani, OPD, pengusaha, hingga koordinasi dengan lima kementerian,” ujar Mikdar.
Menurutnya, Pansus menemukan berbagai persoalan yang selama ini membebani petani, mulai harga jual yang tidak wajar, biaya produksi tinggi, pupuk yang belum disubsidi, hingga kebijakan impor yang menekan harga singkong petani.
Mikdar mengatakan hasil perjuangan tersebut mulai terlihat. Mulai dari pupuk bersubsidi untuk singkong yang diberlakukan tahun ini, hingga adanya penguatan pembatasan impor.
Selain itu, keluarnya Pergub terkait harga dasar singkong juga dinilai sebagai langkah penting bagi kesejahteraan petani.
“Alhamdulillah kini ada harga patokan Rp1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 15 persen, berlaku tanpa melihat kadar aci untuk usia panen minimal delapan bulan. Sejak Februari aturan ini berjalan penuh, dan petani sudah merasakan keuntungan,” jelasnya.
Ia menambahkan, Pergub tersebut ikut diperkuat melalui dimasukannya komoditas singkong dalam Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Dengan payung hukum yang lebih kuat, pelanggaran tata niaga ke depan tidak hanya berkonsekuensi administratif, tetapi juga pidana.
“Dengan kondisi ini, kami berharap masalah yang menahun bisa terurai dan kesejahteraan petani meningkat.
Dulu petani tidak menutup modal, sekarang aktivitas pasar mulai menggeliat karena petani sudah punya daya beli,” ucapnya.
Berdasarkan laporan yang diparipurnakan, Pansus menghasilkan sejumlah rekomendasi dan langkah penyelesaian, di antaranya mendorong terbitnya Surat Edaran Ketua DPRD Lampung yang memperkuat Surat Edaran Gubernur mengenai harga minimal pembelian singkong.
Langkah lainnya menginisiasi terbentuknya organisasi pengusaha tapioka sebagai wadah kolaborasi pemerintah dan petani,mendesak kebijakan pembatasan impor tepung tapioka sesuai kebutuhan industri dalam negeri dan musim panen.
Kemudian mendorong alokasi pupuk bersubsidi bagi petani singkong dan mengusulkan singkong sebagai Produk Strategis Unggulan Daerah dalam Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Pansus juga memberikan 13 rekomendasi lanjutan untuk memperkuat tata niaga singkong, seperti pembangunan pabrik pengolahan singkong berskala besar di Lampung, monitoring dan evaluasi Pergub Nomor 36 Tahun 2025 secara berkala, dan pengetatan impor melalui penyajian data produksi dalam negeri yang akurat.
Rekomendasi lainnya berupa perluasan alokasi pupuk bersubsidi dan pengawasan distribusi, pengembangan produk hilirisasi seperti bioetanol, mocaf, dan turunan lainnya, serta penguatan kemitraan agribisnis yang berkeadilan antara petani dan industri.
Mikdar berharap hasil kerja Pansus dapat menjadi landasan kuat dalam memperbaiki ekosistem tata niaga singkong di Lampung dan berdampak nyata pada kesejahteraan petani.
“Ke depan, bukan hanya petani padi dan jagung yang bisa menikmati hasil bertani, tetapi petani singkong juga. Ini perjalanan panjang, tetapi pondasinya sudah kita siapkan,” pungkasnya.
( Tribunlampung.co.id / Riyo Pratama )