TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung tidak dapat ditunda dan harus dilaksanakan mulai 1 Maret 2026.
Keputusan tersebut disampaikan usai rapat tertutup bersama Gubernur Bali, Wali Kota Denpasar, Bupati Badung, Bupati Bangli, di Wisma Sabha Kantor Gubernur Bali, Senin (29/12/2025).
Baca juga: TPA Bangli Diperbantukan Selama TPA Suwung Ditutup, Ini Kata Bupati Nyoman Sedana Arta
Hanif menyatakan kehadirannya di Bali bertujuan untuk mendengarkan secara langsung dan mendetail kesiapan pemerintah daerah dalam menyikapi kebijakan pemerintah pusat terkait percepatan tata kelola sampah, khususnya di kawasan pariwisata seperti Bali.
“Sanksi sebenarnya sudah lama kami berikan kepada TPA Suwung agar segera bertransformasi menjadi TPA yang ramah lingkungan."
Baca juga: Kisah Warga Pesanggaran 40 Tahun Hidup bersama TPA Suwung: Bernapas dalam Bau dan Asap
"Hari ini kami pastikan, transformasi itu harus berjalan dan penutupan tidak bisa ditunda lagi,” tegas Hanif.
Ia menekankan bahwa TPA Suwung saat ini tengah diarahkan untuk bertransformasi menjadi fasilitas pengolahan sampah berbasis Waste to Energy (WtE).
Proses menuju WtE, menurutnya, sedang berjalan dan saat ini telah memasuki tahap lelang pembangunan.
Baca juga: Isu Sampah Dibuang ke Bangli hingga Ratapan Pemulung, Polemik Penutupan TPA Suwung Masih Bergejolak
Namun, Hanif mengakui proyek tersebut membutuhkan waktu sekitar dua tahun hingga benar-benar dapat beroperasi.
“Kurang lebih dua tahun ke depan, TPA Suwung diharapkan sudah beroperasi sebagai Waste to Energy. Tapi kita tidak bisa menunggu dua tahun tanpa solusi."
"Maka dua bulan ke depan ini menjadi waktu yang sangat krusial,” jelasnya.
Baca juga: Polemik TPA Suwung, Dewan Denpasar Desak Pemprov Bali Ambil Alih Koordinasi Penanganan Sampah
Dalam masa transisi tersebut, Hanif menyatakan pemerintah daerah wajib memaksimalkan seluruh upaya pengelolaan sampah dari hulu.
Ia menyoroti praktik-praktik baik yang sudah berjalan di sejumlah desa di Badung dan Kota Denpasar, seperti pemanfaatan teba modern, TPS3R, TPST, dan berbagai skema pengurangan sampah di sumber.
“Ini daerah pariwisata. Kita tidak boleh main-main dengan persoalan sampah. Penyelesaian di hulu harus dipacu maksimal. Sisanya, residu yang tidak bisa ditangani di hulu, harus dicarikan alternatif,” ujarnya.
Sebagai solusi sementara pascapenutupan TPA Suwung, Hanif menyetujui penggunaan TPA Bangli di Desa Landih sebagai lokasi penampungan sementara.
Namun ia menegaskan, penggunaan TPA Bangli hanya bersifat transisional dan membutuhkan peningkatan fasilitas secara cepat.
“TPA Bangli harus segera direvitalisasi dengan seluruh instrumennya. Pemerintah Provinsi hanya punya waktu dua bulan untuk meng-upgrade TPA Bangli agar layak digunakan sementara,” katanya.
Hanif juga mengingatkan bahwa penggunaan TPA Bangli akan menimbulkan konsekuensi biaya yang tidak kecil, terutama biaya pengangkutan sampah dari Denpasar dan Badung ke Bangli.
“Biaya angkutnya akan mahal. Karena itu, memaksimalkan pengolahan sampah di hulu menjadi keniscayaan. Tidak ada pilihan lain,” tegasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa penutupan TPA Suwung bukan berarti pemerintah lepas tangan terhadap persoalan sampah.
Justru sebaliknya, langkah tersebut merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam membenahi tata kelola sampah secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. (*)