Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak potensi bencana alam seperti gempa hingga banjir. Salah satu refleksi bencana terbesar pada tahun ini terjadi di Pulau Sumatera.
Longsor dan banjir bandang telah mengakibatkan 1.138 (data BNPB per 27 Desember 2025) korban meninggal di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat. Dalam rangka menjaga mutu pendidikan di tengah musibah tersebut, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai Indonesia membutuhkan kurikulum darurat.
"Jadi yang pertama, kita nggak punya kurikulum darurat. Secara nasional, yang itu menjadi konteks bersama, kalau ada bencana, kita menggunakan kurikulum darurat," kata Koordinator JPPI Ubaid Matraji dalam diskusi Catatan Akhir Tahun Rapor Pendidikan 2025 yang digelar JPPI di Bakoel Kopi Cikini, Jalan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (30/12/2025).
Anak Tak Bisa Dipaksa Belajar di Tenda
Ubaid melihat sejauh ini siswa-siswa yang menjadi korban tetap belajar di tenda. Menurutnya, siswa tidak boleh dipaksa belajar dalam kondisi stres dan trauma karena kehilangan keluarga atau tempat tinggal.
"Orang dia ini trauma. Orang dia ini situasinya stres. Orang dia ini akan ada anak yang tiba-tiba jadi sebatang kara, bapaknya nggak ada. Belajar matematika apa?" beber Ubaid.
Hal yang sama berlaku bagi guru yang ditugaskan mengajar padahal ia tengah menjadi korban. Ubaid menyarankan agar pemerintah harus bisa membedakan situasi normal dengan situasi darurat.
"Dia sendiri bisa kehilangan anak, bisa kehilangan istri, bisa kehilangan ibu bapaknya. Jadi guru sebagai korban. Kalau guru sebagai korban, yang ngajar siapa? Kita nggak punya perencanaan itu," tuturnya.
Isi Kurikulum Darurat
Ubaid membeberkan apa saja yang mesti ada dalam kurikulum darurat, mulai dari dari bentuk pembelajaran; sumber tenaga pendidik; dan lokasi belajar.
"Kurikulum darurat itu mengatur bagaimana pembelajaran, bagaimana pendidikan dilakukan dalam situasi gempa, dalam situasi banjir, dalam situasi tsunami. Gurunya siapa? Sekolahnya mau gimana? Lalu kurikulumnya apa? Capain pembelajarannya apa?" kata Ubaid.
Belum adanya kurikulum darurat menurut Ubaid membuat Indonesia mengalami learning loss yang cukup besar. Ia menyarankan pemerintah Indonesia agar membuat kurikulum ini layaknya negara lain misalnya Jepang.
"Kita ingin supaya 2026 negara kita menurut beberapa ahli bencana itu kan akan ada banyak bencana. Terutama yang terkait dengan air dan seterusnya. Kita berharap ada. Segera dirumuskan kurikulum pendidikan dalam situasi darurat," harap Ubaid.






