TRIBUN-MEDAN.com, BINJAI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) didesak agar turun tangan melakukan supervisi usai Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai menghentikan penyidikan dugaan korupsi pengelolaan Dana Insentif Fiskal (DIF) yang diperoleh Pemerintah Kota (Pemko) Binjai senilai Rp 20,8 miliar pada tahun anggaran 2024.
"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harus turun tangan lakukan supervisi. Apa alasan atau dasar penghentian penyidikan," kata Assoc Prof Dr T Riza Zarzani, pengamat hukum pidana, Rabu (31/12/2025).
Lanjut Riza, dasar penghentian penyidikan dugaan korupsi itu menurut Kajari Binjai, Iwan Setiawan, karena kurang alat bukti.
"Berdasarkan ketentuan hukum sesuai KUHAP, etika kasus naik dari penyelidikan (Lid) ke tingkat penyidikan (Dik) wajib dipenuhi keterpenuhan alat bukti. Hal ini sendiri diatur sesuai Pasal 184 KUHAP," kata Riza.
"Jadi ketika naik ke tingkat penyidikan (Dik) berarti penyidik kejaksaan telah memilki alat bukti yang cukup," sambungnya.
Terpenuhnya alat bukti ditingkat penyidikan sesuai pasal yang diatur, Riza menjelaskan didapat dari bukti surat, saksi dan ahli, terutama audit kerugian negara dari (Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau BPKP.
"Oleh karena itu, menjadi tanda tanya ketika penyidik dari kejaksaan menaikan status dari penyelidikan (Lid) ke tingkat penyidikan (dik). Apakah sudah didapat bukti yang dimaksud? sangat aneh kemudian ketika dihentikan?," ucap Riza.
Riza kembali menegaskan, syarat penyelidikan naik ke tingkat penyidikan itu adalah, jika terpenuhi alat bukti yang cukup bukan untuk mencari alat bukti.
Oleh karena itu, Riza menambahkan jika ditahap penyidikan, jaksa masih mencari alat bukti itu merupakan hal yang aneh.
"Ini alasan yang aneh menurut saya. Berarti kejaksaan sembarangan menaikkan status ke tingkat penyidikan. Sebab diduga tanpa dilengkapi keterpenuhan alat bukti yang cukup sebagaimana dimaksud pasal 184 KUHAPidana," ujar Riza.
Penyidikan dugaan korupsi pada pengelolaan Dana Insentif Fiskal (DIF) yang diperoleh oleh Pemerintah Kota (Pemko) Binjai tahun anggaran 2024 sebesar Rp 20,8 miliar, resmi diberhentikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai.
Pemberhentian penyidikan oleh kejaksaan berdasarkan surat nomor 2793 tertanggal 23 Desember 2025 kemarin.
"Kita sudah ketemu dengan Badko HMI (Sumut) sebagai pelapor, dan sudah kita sampaikan ke mereka sudah menutup penyidikan ini," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Binjai, Iwan Setiawan, Selasa (30/12/2025).
Lanjut Iwan, jika ada petunjuk atau clue, dan ada hal-hal yang bisa membuka dugaan korupsi itu terang benderang, bahwa itu tindak pidana korupsi, pihaknya akan menindaklanjutinya.
"Kami terbuka, karena ini menyangkut hazat hidup orang banyak," ujar Iwan.
Adapun dasar penghentian dugaan korupsi pada pengelolaan dana insentif fiskal setelah dilakukan ekspose. Di mana tim penyidik telah melakukan pengumpulan alat bukti terdiri dari saksi, surat, maupun ahli.
Di mana saksi yang telah diperiksa dan dimintai keterangan sebanyak 39 saksi yang terdiri dari pihak Tim Anggaran Pendapatan Daerah (TAPD), (BPKPAD), Inspektorat, OPD yang menggunakan dana insentif fiskal.
Termasuk rekanan atau penyedia proyek pekerjaan yang dananya bersumber dari dana insentif fiskal.
"Tim penyidik juga telah melakukan penyitaan dokumen-dokumen, kemudian juga telah memeriksa ahli dari Kementerian Dalam Negeri bernama Fernando Siagian yang menjabat Kepala Sub Direktoriat Perencanaan Anggaran Daerah Wilayah I pada Direktorat Perencanaan Anggaran Daerah, Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI," kata Iwan.
"Kemudian ada ahli dari Kementerian Keuangan yang juga selaku Analis Keuangan Negara Ahli Madya Direktorat Dana Desa Insentif Otonomi Khusus dan Keistimewaan pada Direktorat Jenderal Kementrian Keuangan RI," sambungnya.
Tak hanya itu, tim penyidik Kejari Binjai telah melakukan observasi lapangan, dan meminta dokumen pertanggungjawaban yang telah dilakukan penyitaan tersebut.
Berdasarkan keterangan ahli dari Kementerian Dalam Negeri bahwasanya, menurut Iwan terkait dengan pembayaran utang dengan menggunakan dana insentif fiskal itu diperbolehkan atau dibenarkan.
Sepanjang sudah dilakukan review oleh Inspektorat Kota Binjai.
"Kemudian ahli dari Kementerian Keuangan juga sudah menjelaskan bahwasanya, penggunaan dana insentif fiskal itu diperuntukan berdasarkan PMK 125 tahun 2023. Yang terdiri untuk pengendalian inflasi, penurunan stunting, peningkatan investasi, dan angka penurunan kemiskinan," kata Iwan.
Gitupun Iwan menambahkan, dana insentif fiskal tidak dapat digunakan untuk gaji dan tunjangan dinas.
"Atas dasar itu tim penyidik juga telah melakukan zoom ekspose dengan BPK RI. Hasil kesimpulan yang diperoleh dari pihak BPK RI, belum terdapat indikasi penyimpangan sacara administrasi maupun penyimpangan terindikasi tindak pidana korupsi yang mengakibatkan keuangan negara, pengelolaan dana insentif fiskal," ujar Iwan.
"Dan berdasarkan itulah penyidik melaksanakan ekspose kemudian dilakukan penghentian, dan kemudian dilaporkan kepada pimpinan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara," tambahnya.
Meski demikian, Iwan menegaskan pihak tak menutup kemungkinan bahwa tim penyidik akan membuka kembali perkara dugaan korupsi pengelolaan dana insentif fiskal, jika ditemukan alat bukti baru.
Perlu diketahui perjalanan dugaan korupsi pada pengelolaan dana isentif fiskal ini, cukup menarik dan menyita banyak perhatian orang.
Mulanya dugaan korupsi ini, dilaporkan oleh Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumatera Utara di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) pada bulan Maret 2025 lalu.
Bahkan penyelidik Kejatisu sudah mendatangai kantor BPKPAD Kota Binjai untuk mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan dana insentif fiskal.
Namun di tengah perjalanan, penyelidikan diambil alih oleh Kejaksaan Negeri (Kajari) Binjai, yang pada saat itu di bawah kepemimpinan Kajari, Jufri.
Puluhan saksi, Organisasi Perangkat Daerah (OPD), rekanan atau penyedia proyek pun diperiksa secara bergantian oleh penyelidik Kejari Binjai.
Hingga akhirnya pada bulan Agustus 2025, dugaan korupsi pada pengelolaan dana insentif fiskal ini, status perkaranya dinaiki ke tahap penyidikan.
Pada waktu itu, Kajari Binjai sudah berganti dari Jufri ke Iwan Setiawan.
Menariknya, pada saat wartawan melakukan doorstop di Kantor Wali Kota Binjai pada Bulan Agustus 2025 lalu, Iwan mengaku tak tahu apa-apa soal dugaan korupsi pada pengelolaan dana insentif fiskal.
Koordinator Lingkar Wajah Kemanusiaan (LAWAN) Institute Sumatera Utara, Abdul Rahim saat dimintai keterangannya mengaku terkejut dengan pernyataan Iwan Setiawan saat dikonfirmasi wartawan terhadap perkembangan penyelidikan kasus dugaan korupsi dana isentif fiskal.
"Dalam wawancara singkatnya, beliau menyatakan, “Saya belum tahu apa-apa, nanti yaa,”. Pernyataan tersebut mencerminkan dugaan lemahnya koordinasi internal antara pejabat lama dan pejabat baru, serta memperkuat kekhawatiran publik bahwa ada potensi kasus ini diseret ke arah dugaan pengaburan'" ujar Rahim.
Kemudian yang lebih menariknya lagi, pada Bulan Oktober 2025, Kajari Binjai, Iwan Setiawan sempat mengaku penyidikan dugaan korupsi pada pengelolaan dana insentif fiskal Complicated (Sulit).
Namun pada akhirnya pada 23 Desember 2025, penyidikan dugaan korupsi pada pengelolaan dana isentif fiskal yang bernilai Rp 20,8 miliar resmi diberhentikan.
(cr23/tribun-medan.com)