SURYA.CO.ID, BOJONEGORO - Lagu berjudul 'Karena Judi' yang dipopulerkan Muchsin Alatas benar-benar terjadi pada ratusan keluarga di Bojonegoro.
Gara-gara judi online (judol), sebanyak 198 pasangan suami istri (pasutri) di Bojonegoro terpaksa berakhir dengan perceraian sepanjang tahun 2025.
Data dari Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro, Rabu (31/12/2025), trend kenaikan akibat judi terus terjadi dalam tiga tahun terakhir.
PA Bojonegoro mencatat, pada 2023 ada 64 perkara perceraian yang dilatar belakangi judi. Jumlah tersebut melonjak tajam menjadi 170 perkara pada 2024, dan terus meningkat menjadi 198 perkara sepanjang 2025.
Lonjakan ini menempatkan judi sebagai salah satu faktor dominan pemicu runtuhnya bahtera rumah tangga.
Panitera PA Bojonegoro, Solikin Jamik mengungkapkan, sepanjang tahun 2025 ada sebanyak 2774 perkara perceraian yang ditangani.
Dari banyaknya jumlah perkara yang masuk, lanjut Solikin, perceraian karena judi yang menonjol dan menjadi perhatian. Tercatat ada 198 perkara perceraian dilatar belakangi karena judol.
"Dari total 198 perkara tersebut, jumlah perkara judi online mendominasi, yakni mencapai 192 perkara. Sedangkan, 6 lainnya disebabkan judi konvensional," ujar Solikin, Rabu (31/12/2025).
Menurutnya, baik judol maupun judi konvensional telah menjadi sumber konflik berkepanjangan dalam rumah tangga. Dalam banyak perkara, kecanduan judi membuat suami gagal menjalankan kewajiban utama sebagai pencari nafkah.
"Penghasilan habis untuk berjudi. Akibatnya, kebutuhan rumah tangga terabaikan dan pertengkaran tak terhindarkan," sambungnya.
Menurut Solikin, judol lebih berbahaya karena aksesnya yang mudah dan sulit dikendalikan. Cukup dengan telepon genggam, praktik perjudian dapat dilakukan kapan saja tanpa pengawasan, dan kerap berlangsung sembunyi-sembunyi.
“Trend perkara perceraian akibat judi terus meningkat setiap tahun. Mayoritas dipicu judol karena dampaknya langsung menghantam ekonomi keluarga dan keharmonisan rumah tangga,” ujarnya.
Solikin menambahkan, dampak judi tidak hanya bersifat materiil tetapi juga tekanan psikologis yang membuat hilangnya kepercayaan antar pasangan. Hingga trauma pada anak menjadi konsekuensi yang kerap muncul dalam perkara perceraian tersebut.
Namun, tingginya angka perceraian ini tidak sejalan dengan data penegakkan hukum. Berdasarkan data rilis akhir tahun, Satuan Reserse Kriminal Polres Bojonegoro sepanjang 2025 hanya menetapkan lima tersangka kasus judol, jumlah itu justru menurun dibandingkan 2024 dengan 43 kasus.
Kapolres Bojonegoro, AKBP Afrian Satya Permadi menyebut, penurunan jumlah tersangka sebagai hasil dari upaya penindakan dan pencegahan yang lebih intensif oleh kepolisian.
“Selama 2025, kami menetapkan lima tersangka dan mengamankan lima unit telepon genggam yang digunakan untuk aktivitas judol," kata Afrian dalam konferensi pers akhir tahun, Senin, (29/12/2025) kemarin.
Ia menegaskan, judol menjadi salah satu fokus penanganan aparat penegak hukum seiring dengan perhatian khusus pemerintah pusat.
Selain judi daring, kepolisian juga memprioritaskan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dan penyalahgunaan narkotika.
Di tengah penurunan penindakan, data perceraian justru menunjukkan dampak sosial judol yang semakin mengkhawatirkan.
Ini menjadi sebuah ironi yang menggambarkan jarak antara ranah hukum dan realitas yang dialami keluarga korban. *****