TRIBUNNEWSMAKER.COM - Seorang mahasiswi Universitas Negeri Manado (UNIMA) di Kota Tomohon, Sulawesi Utara, ditemukan meninggal dunia di kamar indekosnya dalam kondisi yang memilukan.
Mahasiswi tersebut diketahui mengakhiri hidup dengan cara gantung diri dan meninggalkan sebuah surat pernyataan yang ditulis sebelum kematiannya.
Isi surat itu kemudian mengungkap fakta mengejutkan yang membuat publik terhenyak.
Dalam tulisannya, korban menyebut dirinya mengalami dugaan pelecehan seksual di lingkungan kampus tempat ia menempuh pendidikan.
Lebih mengejutkan lagi, terduga pelaku dalam kasus tersebut disebut-sebut merupakan seorang dosen.
Fakta ini sontak memicu gelombang kemarahan masyarakat serta tuntutan agar kasus ini diusut secara tuntas dan transparan.
Korban diketahui bernama Evia Maria Mangolo.
Ia tercatat sebagai mahasiswi aktif Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) angkatan 2022 di Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi (FIPP) UNIMA.
Baca juga: Sosok Mahasiswi Meninggal di Indekos Tomohon Sulut, Tak Ada Tanda Kekerasan, Keluarga Tolak Otopsi
Maria berasal dari Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara, dan dikenal sebagai sosok yang pendiam.
Jenazah Maria ditemukan dalam kondisi gantung diri di kamar kos Kaaten, Kelurahan Matani Satu, Kota Tomohon.
Tak lama setelah kabar duka itu menyebar, media sosial dihebohkan dengan beredarnya surat pernyataan yang diduga merupakan tulisan terakhir korban.
Surat tersebut ditujukan langsung kepada Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi UNIMA, Dr. Aldjon Dapa, M.Pd.
Dalam surat itu, Maria membeberkan dugaan pelecehan seksual yang ia alami selama berada di lingkungan kampus.
Ia menyebut terduga pelaku berinisial DM, yang disebut sebagai salah satu dosen di fakultasnya.
Maria juga menuliskan secara rinci kronologi kejadian yang menurutnya sangat memengaruhi kondisi mental dan emosionalnya.
Dalam pengakuannya, korban menyebut pelaku sempat menghubunginya secara pribadi.
"Pada hari Jumat tanggal 12 Desember, sekitar jam satu siang Mner Danny chat ke saya," tulis Maria dalam surat tersebut.
"Beliau bertanya kepada saya kalau saya bisa urut ke dia. Saya jawab, 'Maria tidak tau ba urut Mner'," lanjutnya.
Maria kemudian menuliskan bahwa permintaan itu membuatnya merasa tidak nyaman.
"Mner bilang, 'Mener capek sekali'. Dalam pikiran saya itu bukan hak saya untuk melayani dia seperti itu," ungkap Maria, dikutip Rabu, 31 Desember 2025.
Informasi lain yang beredar menyebutkan bahwa sebelum tragedi ini terjadi, Maria sempat melaporkan dugaan pelecehan tersebut kepada dosen pembimbing akademiknya.
Namun, laporan itu diduga tidak mendapat tanggapan yang serius dari pihak terkait.
Situasi tersebut membuat kondisi psikologis korban semakin tertekan dan trauma.
“Kejadian tersebut masih dalam lingkup kampus FIPP. Dampak yang saya rasakan adalah trauma dan ketakutan,” tulis Maria dalam suratnya.
“Saya merasa tertekan dengan masalah ini,” lanjutnya, menggambarkan beban berat yang ia pikul hingga akhir hidupnya.
Baca juga: Ayah Tiri Alvaro Akhiri Hidup di Polres Jaksel, Terkuak Sosok yang Temukan Jasadnya, Bukan Polisi
Selain surat pernyataan, Maria ternyata juga menuliskan pesan yang ia tempel di dinding kos.
Ia menulis pakai bahasa daerahnya, menyinggung soal orang tua.
Berikut kurang lebih artinya:
"Biar hidup susah kita, tetap mau selesaikan sekolah.
Papa dan mama walau sakit, lelah tetap bekerja demi bisa sekolahkan kita dengan saudara laki-laki.
Makanya kita dengan saudara laki-laki harus bisa selesaikan sekolah supaya bisa bikin orangtua bangga.
Anak orang tua tapi punya cita-cita," tulisnya, dikutip Tribunnewsmaker.com. Rabu (31/12/2025).
Pembaca yang merasa memerlukan layanan konsultasi masalah kejiwaan, terlebih pernah terbersit keinginan melakukan percobaan bunuh diri, jangan ragu bercerita, konsultasi atau memeriksakan diri ke psikiater di rumah sakit yang memiliki fasilitas layanan kesehatan jiwa.
Di Manado anda bisa menghubungi pihak RSJ PROF. DR. V. L. Ratumbuysang.
(TribunNewsmaker.com/ Listusista)