Airlangga: Potensi 'Gudang Bawah Tanah' RI untuk Serap Karbon Terbesar di Dunia
kumparanBISNIS September 24, 2024 01:20 PM
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pasar karbon Indonesia berpotensi jadi yang terbesar di dunia dengan banyaknya carbon capture utilization and storage (CCUS) yang dibangun. Mulai dari Arun di Aceh, Teluk Bintuni di Papua, di Maluku Utara, dan di Blok Cepu di Jawa Tengah.
Karbon yang sebelumnya dilepaskan ke udara dari kegiatan seperti pengeboran hulu migas, akan dimasukkan atau ditimbun di dalam tanah seperti gudang bawah tanah agar bisa mengurangi emisi.
Untuk di Arun saja, kata dia, kapasitas karbon yang bisa ditimbun sekitar 30 juta ton per tahun, sedangkan kita punya emisi 778 juta ton. Maka dalam waktu 25 tahun, kita bisa menyerap seluruh karbon yang ada, hanya dari 1 CCUS.
"Kita punya CCUS di Teluk Bintuni, di Malut, lalu ada juga di Cepu, bisa kita masukkan. Jadi ware house atau 'gudang bawah tanah' ini di Indonesia salah satu yang terbesar," katanya dalam acara Green Initiative kumparan di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (24/9).
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Pemimpin Redaksi kumparan Arifin Asydhad meresmikan kumparan Green Initiative Conference 2024 di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (24/9/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Saat ini harga pasar karbon di Indonesia USD 25-32 per ton. Karena itu, pemerintah perlu mendorong regulasi yang jelas berapa karbon yang bisa diserap dari pasar internasional dan yang di domestik.
Kalau aturan itu bisa diterapkan dengan jelas, menurut dia, masalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang selama ini selalu dikeluhkan karena menghasilkan emisi besar akibat pembakaran batu bara, bisa disiasati.
"Misalnya kita tarik (PLTU) dengan pembakaran blue amonia atau karbonnya dilikuifasikan dimasukkan ke dalam tanah. Dengan itu Indonesia bisa selesaikan net zero emission," katanya.
© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.