Rokok Bungkus Kosong
SEVIMA October 04, 2024 05:20 PM
Pada sisi lampu merah perempatan jalan, tua bangkotan itu menenteng gendongan. Bila lampu jalan menyala merah, saat yang lain diam maka dia bergerak mengitari angkot yang berhenti. " Rokok, rokok,rokok ", katanya menawarkan. Nasabahnya khusus pembeli enceren level bawah yaitu sopir angkot.
Dikatakan enceran level bawah karena tidak ada lagi penjualan yang bisa dibagi ke bawahnya, artinya tidak ada jualan rokok setengah batang. Dialah Kang Jajang yang sangat menikmati profesi jualan rokok dan kopi sacet dengan seduhan dari air termos.Kenikmatan itu terasa dalam, lahir dari refleksi hablumminannas, adalah betapa baik hati pedagang empek empek tempat berteduhnya serta diuntungkan pula karena pulang searah. Air termos Kang Jajang dimasak tukang empek empek setiap hari dan pulangnya dibonceng pula pakai motor.
Kang Jajang lebih tua dari umurnya, umur lima puluh dua tahun tetapi bercorak di atas enam puluh tahun sehingga terkesan bangkotan. Badan yang sangat kurus, sudah dekat jaraknya dengan tungkai, dan sering batuk batuk. Sepertinya Kang Jajang sakit asma. Tapi anehnya dia tidak mau mengesankan bahwa pada badan kerempeng itu menumpang pula penyakit penyedot energi, bahwa segala penyakit yang berkaitan dengan paru paru adalah memunculkan lesu dan kusam serta keletihan.
Saya bertanya ke Kang Jajang berapa bungkus sehari rokok yang dijual, katanya kadang dua bungkus, kadang tiga bungkus. Lalu saya menimpali dengan keraguan, dengan mengatakan bahwa rokok dalam jinjingannya sekitar sepuluh bungkus. Kang Jajang mengatakan bahwa yang berisi cuma dua bungkus selebihnya bungkus kosong. Pandai juga Kang Jajang ini jualan, menutupi kelemahan modal dengan menampakkan bahwa barang dagangannya berada pada posisi stok normal.
Adalah sulit mencari nilai lebih dari Kang Jajang, begitu sangat repotnya mencari nafkah, badan reot lalu diserang penyakit pula. Sederhananya hanya bermodalkan nyawa dan badan yang ringan bila ditimbang dari kacamata potensi. Lalu mengapa dia senang bercerita tentang lebih. Tentang betapa baiknya tukang empek empek, istrinya setia menunggu pulang dan tiada tanya yang miring , bahkan tiada marah bila setoran di bawah biasanya. Kata Kang Jajang rata rata menyetor lima belas ribu sehari, dan istri sudah merasa cukup. Namun yang mengherankan jumlah anaknya lima orang. Apa rumus matematika untuk mendeskripsikan pendapatan dibagi kebutuhan hidup untuk sama dengan keadaan bertahan? Entahlah.Pokok nya jauh dari rumus rumus realita.
Ketauladan Kang Jajang adalah guru hidup dalam perjalanan kehidupan. Belajar dan mempelajari Kang Jajang serta hubungannya dengan tukang empek empek mengharuskan mengganti logika sebagai alat pembelajaran ke media rasa dan estetika. Rasa antara mereka pada mutu kedekatan mendalam tanpa strata , merasa berada pada tataran yang sama, yaitu sesama hamba Allah. Tukang empek empek bukan hanya bermuamalat dari jualan tetapi dia juga berniga melalui sodaqoh dengan modal perbuatan tetapi menjadi nilai ekonomi bagi Kang Jajang. Dan estetika alami bukanlahlah selalu tentang yang kasat tetapi pancaran pancaran aktifitas amalyah keseharian membawa mereka pada titik temu yang sama, tentang sukron yang sedang dijalani, dan tanpa diucapkan.
Tentang keluarga Kang Jajang yang damai dalam kepahitan. Istrinya yang poporsional dalam menilai penghasilan suami serta profesional dalam ber imam ke pada suaminya menjadi jauh beda dari karakter istri pada umumnya.Istri pada umumnya lazim terjadi menempatkan tentang ayah yang selalu salah bilamana suami berkekurangan. Razia dompet bila setoran kurang. Terkadang suami kehabisan energi oleh prinsip istri, jangankan untuk menerima argumentasi, prediksi pun tidak bisa berlaku. Artinya bila suami dalam kekurangan lalu suami mengambarkan akan ada reziki sekian hari lagi sebagai dosis penenang kegundahan istri, namun istri tidak butuh itu kecuali realisasi. Tuntutan istri yang berkepanjangan dirasa sebagai pengadilan keluarga bagi suami.
Perwujudan Sukron dari Kang Jajang bahwa dia mengkondisikan kontrakdiktif dari keadaan diri dari sebenarnya. Tidak mau memberi kesan agar orang lain berhiba hati ke padanya. Dari sini kelihatan bahwa dia tidak mau menitip kasihan dan kesedihan agar yang lain memberi sodaqoh. Dari cara dia bercerita yang lurus lurus dan semangat bahwa dia ingin dipandang merdeka dari masalah. Tema yang sering diangkat saat diajak bicara tentang seputar apresiasi ke pada istri juga anak anak yang menerima dan menyesuaikan keadaan dengan kondisi ekonomi.
Kang Jajang berbeda dalam menentukan mutu dibanding kebanyakan yang lain, dia memberi apresiasi ke pada orang yang berlaku baik padanya. Dia bukanlah sosok orang kecil yang membangga banggakan orang besar dan orang populer. Entah karena pengetahuannya atau karena dia tidak memiliki koneksi orang orang hight hingga kemudian dia hanya tertarik melihat mutu manusia dari sisi perbuatan. Mudah mudahan bernilai doa bagi yang sering disebut Kang Jajang sebagai orang baik dan penolong.
Kang Jajang riwayatmu kini, saya tidak pernah lagi mendengar suara menjajakan rokok,rokok,rokok dan tak lagi melihat sosok yang krempeng itu yang merupakan guru kehidupan bermukim di lampu merah.Kemana dia ( ?) Saya sudah tak melihatnya dari tahun 2021 sampai sekarang di lampu merah perempatan Degung Kota Sukabumi. Saya merasa kehilangan atas agent of value, yang mengajarkan nilai nilai bukan dengan cara mangajar tetapi dengan memetik pembelajaran melalui kisah kesehariannya : seorang sosok nestapa berbaju sukron, seorang pesakitan yang tidak cemburu pada rasa sehat, seorang pengucap apresiasi atas yang lain sebagaimana sesungguhnya merupakan lantunan doa darinya, doa dari seorang yang sakit dan dhuafa yang mudah diijabah Allah. Wallahu a'lam bishawab.
Sumber: Rafdi Penulis Adalah Kolomnis Pada Berbagai Media Massa Nasional
© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.