Kawilarang Bersekongkol dengan Pihak Asing dan Melakukan Pertemuan di Singapura 8 Oktober 1958
Afif Khoirul M October 08, 2024 06:34 PM

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Angin perubahan berhembus kencang di Nusantara. Tahun 1958, Indonesia masih muda, tertatih merajut persatuan di tengah gejolak pergolakan daerah.

Di tengah pusaran konflik, seorang putra terbaik bangsa, Kolonel Alex Kawilarang, terjerat dalam pusaran intrik dan konspirasi yang kelam.

Alex Kawilarang, nama yang pernah harum di medan perang, kini tercoreng oleh tuduhan pengkhianatan. Ia dituduh bersekongkol dengan pihak asing, merongrong kedaulatan negara yang ia perjuangkan.

Pertemuan rahasia di Singapura pada 8 Oktober 1958 menjadi bukti yang memberatkan, menorehkan luka mendalam bagi republik yang masih rapuh.

Lahir di Manado pada 23 Februari 1920, Alex Kawilarang tumbuh dalam semangat perjuangan. Darah militer mengalir deras dalam nadinya.

Ia adalah pejuang kemerdekaan yang gagah berani, terlibat dalam berbagai pertempuran melawan penjajah. Namanya terukir dalam sejarah sebagai komandan pasukan yang merebut kembali Manado dari tangan Belanda pada tahun 1945.

Karir militer Kawilarang menanjak. Ia menjadi Panglima Tentara dan Teritorium (TT) VII/Indonesia Timur, memimpin operasi penumpasan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS).

Keberanian dan kecerdasan taktiknya membuat RMS bertekuk lutut.

Namun, di balik kegemilangan prestasi, tersimpan gejolak dalam jiwa Kawilarang. Ia merasa kecewa dengan kebijakan pemerintah pusat yang dianggapnya tidak adil terhadap daerah.

Rasa ketidakpuasan ini membawanya pada jalan yang penuh liku, jalan yang pada akhirnya mengantarkannya pada pertemuan gelap di Singapura.

Pertemuan Rahasia di Singapura

Pada 8 Oktober 1958, di bawah selubung malam yang pekat, Kawilarang menginjakkan kaki di Singapura. Ia datang bukan untuk berlibur, melainkan menghadiri pertemuan rahasia dengan sejumlah tokoh asing.

Di antara mereka terdapat perwakilan dari Amerika Serikat dan Belanda, negara-negara yang memiliki kepentingan tersendiri di Indonesia.

Dalam pertemuan itu, terungkap rencana jahat untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno. Kawilarang, yang dijanjikan posisi penting dalam pemerintahan baru, terbuai oleh iming-iming kekuasaan.

Ia setuju untuk bergabung dengan gerakan separatis Permesta, yang didukung oleh pihak asing.

Keputusan Kawilarang untuk bersekongkol dengan pihak asing merupakan pukulan telak bagi Indonesia. Ia yang dulu pahlawan, kini dicap sebagai pengkhianat.

Pemerintah Indonesia bergerak cepat, mencopot Kawilarang dari jabatannya dan mencapnya sebagai pemberontak.

Kawilarang melarikan diri ke Sulawesi Utara, bergabung dengan Permesta. Ia memimpin pasukan pemberontak, mengobarkan perang saudara yang menghancurkan. Konflik ini menelan banyak korban jiwa, memperdalam luka di tubuh bangsa yang baru merdeka.

Permesta akhirnya berhasil ditumpas oleh pemerintah Indonesia. Kawilarang, yang kehilangan dukungan, melarikan diri ke luar negeri. Ia hidup dalam pengasingan, dihantui bayang-bayang pengkhianatannya.

Di ujung senja hidupnya, Kawilarang menyadari kesalahannya. Ia menyesali keputusannya untuk bersekongkol dengan pihak asing.

Kerinduan akan tanah air begitu menyesakkan dada. Ia ingin kembali, menebus dosa-dosanya, mengabdikan sisa hidupnya untuk Indonesia.

Pada tahun 1961, Kawilarang kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Ia disambut dengan tangan terbuka oleh Presiden Soekarno.

Meskipun tidak lagi memegang jabatan militer, Kawilarang tetap mengabdikan diri pada bangsa. Ia menjadi duta besar, mewakili Indonesia di berbagai forum internasional.

Kisah Alex Kawilarang adalah potret kelam dalam sejarah Indonesia. Ia adalah pahlawan yang tergelincir, terjebak dalam intrik politik dan bujuk rayu pihak asing.

Namun, di balik kesalahan yang ia perbuat, tersimpan rasa cinta yang mendalam terhadap tanah air.

Kisah Kawilarang menjadi refleksi bagi kita semua. Ia mengingatkan kita akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Ia juga mengajarkan kita untuk selalu waspada terhadap pengaruh asing yang dapat memecah belah bangsa.

---

© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.