Kisah Hayam Wuruk Mencetuskan Kutara Manawa dengan Berpijak Kitab India
GH News October 20, 2024 08:05 AM
KERAJAAN Majapahit membuat perundang-undangan yang disebut Kutara Manawa layaknya KUHP saat ini. Kitab Kutara Manawa itu disusun semasa Majapahit dipimpin oleh Hayam Wuruk, dengan berkiblat kitab undang-undang di India.

Kerajaan Majapahit menyusun kitab undang-undang hukum itu berdasarkan jenis dan klasifikasi pelanggarannya, seperti pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia saat ini.



Total ada sebanyak 20 bab yang mengklasifikasikan jenis pelanggaran dari Kutara Manawa.

Sejarawan Prof. Slamet Muljana pada bukunya "Tafsir Sejarah Negarakretagama" memaparkan, tiap bab Kutara Manawa memuat pasal-pasal yang sejenis. Sehingga ada sistematik dalam penyusunan. Susunannya semula menganut suatu sistem yang tidak diketahui lagi.



Di Bab I pada Kutara Manawa menyangkut Ketentuan umum mengenai denda. Pada Bab II disebutkan Delapan macam pembunuhan, disebut astadusta, Bab III tentang Perlakuan terhadap hamba, disebut kawula.

Kemudian dilanjutkan di Bab IV mengenai Delapan macam pencurian, disebut astacorah. Bab V: Paksaan atau sahasa, Bab VI tentang Jual-beli atau adol-tuku, Bab VII: Gadai atau sanda. Berikutnya, Bab XVII: Perkelahian atau atukaran Bab XVIII: Tanah atau bhumi Bab XX: Fitnah atau duwilatek.



Pada zaman Majapahit, pengaruh India meresap dalam segala bidang kehidupan. Pengaruh India itu juga terasa sekali dalam bidang perundang-undangan.

Nama Agama dan Kutaramanawadharmasastra telah jelas menunjukkan adanya pengaruh India dalam bidang perundang-undangan Majapahit.

Kitab perundang-undangan India Manawadharmasastra dijadikan pola perundang-undangan Majapahit yang disebut Agama dan Kutaramanawadharmasastra.

Isinya adalah saduran dari kitab perundang-undangan India Manawadharmasastra, disesuaikan dengan suasana setempat. Demikianlah Kitab Perundang- undangan Agama itu bukan terjemahan tepat dari kitab perundang- undangan India Manawadharmasastra.

Pada pasal 109 dijelaskan, isi Kitab perundang-undangan Agama diambil dari sari kitab perundang-undangan India Manawadharmasastra dan Kutaradharmasastra.

Bunyinya seperti berikut: "Kerbau atau sapi yang digadaikan, setelah lewat tiga tahun, leleb, sama dengan dijual, menurut undang-undang Kutara.

Menurut undang-undang Manawa, baru leleb, setelah lewat lima tahun. Ikutilah salah satu, karena kedua-duanya adalah undang-undang.

Tidaklah dibenarkan anggapan, bahwa yang satu lebih baik daripada yang lain, Manawadharmasastra adalah ajaran maharaja Manu, ketika manusia baru saja diciptakan. Beliau seperti Bhatara Wisnu.

Kutarasastra adalah ajaran bagawan Bregu pada zaman Treptayoga, beliau seperti Bhatara Wisnu, diikuti oleh Rama Parasu dan oleh semua orang, bukan buatan zaman sekarang.

Ajaran itu telah berlaku sejak zaman purba. Dalam Kitab Perundang-undangan Agama, banyak terdapat pasal-pasal yang dikatakan berasal dari ajaran bagawan Bregu. Jadi berasal dari Kutarasastra, misalnya pasal 46, 141, 176, 234.

Adanya beberapa pasal yang sangat mirip dalam Kitab Perundang-undangan Agama membuktikan bahwa pembuat undang-undang tersebut, selain menggunakan Manawadharmasastra, juga menggunakan kitab perundang-undangan lainnya.

Misalnya pasal 192 dan pasal 193, pasal 121 dan pasal 123. Bab paksaan atau sahasa dalam Kitab Perundang-undangan Agama berbeda dengan apa yang terdapat dalam Manawadharmasastra.
© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.