Sejarah Penetapan Pelanggaran HAM di Indonesia
Afif Khoirul M October 22, 2024 04:34 PM

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com -Fajar menyingsing di ufuk timur, menyapa bumi pertiwi yang baru saja merdeka. Indonesia, negara kepulauan yang elok, lahir dari rahim perjuangan panjang melawan penjajahan.

Namun, di balik keindahan alam dan semangat kemerdekaan, tersimpan kisah pilu tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang telah menorehkan luka mendalam dalam perjalanan bangsa.

Perjalanan penetapan pelanggaran HAM di Indonesia adalah sebuah perjalanan panjang yang diwarnai dinamika politik, sosial, dan hukum.

Ia bermula dari sebuah ironi, di mana negara yang baru saja merdeka dan menyatakan penghormatan terhadap HAM dalam konstitusinya, justru menjadi saksi bisu berbagai tragedi kemanusiaan.

Awal Kemerdekaan dan Tantangan Penegakan HAM

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang diproklamasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1948 menjadi tonggak penting dalam sejarah penegakan HAM di dunia.

Indonesia, sebagai anggota PBB, turut meratifikasi DUHAM dan menegaskan komitmennya terhadap penghormatan HAM dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Namun, realitas di lapangan berkata lain. Periode awal kemerdekaan diwarnai berbagai konflik internal dan pergolakan politik yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM.

Peristiwa Madiun 1948, pemberontakan PRRI/Permesta, dan konflik-konflik lainnya menjadi catatan kelam dalam sejarah bangsa.

Orde Lama: Antara Idealitas dan Realitas

Pada masa Orde Lama, di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, Indonesia gencar menyuarakan anti-imperialisme dan kolonialisme di forum internasional.

Namun, di dalam negeri, pemerintah justru melakukan pembatasan terhadap kebebasan sipil dan politik. Pengekangan terhadap pers, pembubaran partai politik, dan penahanan tanpa proses hukum menjadi praktik umum yang melanggar HAM.

Di sisi lain, Orde Lama juga mencatat beberapa kemajuan dalam penegakan HAM.

Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc untuk mengadili para pelaku kejahatan perang pada masa penjajahan Jepang menjadi tonggak penting dalam sejarah hukum Indonesia.

Orde Baru: Stabilitas dan Represi

Pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto membawa stabilitas politik dan pembangunan ekonomi.

Namun, stabilitas tersebut harus dibayar mahal dengan pengorbanan HAM. Rezim Orde Baru menerapkan pendekatan keamanan dalam mengatasi setiap bentuk perbedaan pendapat dan gerakan oposisi.

Penculikan aktivis, penghilangan paksa, penyiksaan, dan pembunuhan di luar hukum menjadi praktik umum yang dilakukan oleh aparat keamanan.

Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II, serta kerusuhan Mei 1998 menjadi bukti nyata betapa represifnya rezim Orde Baru dalam menghadapi tuntutan reformasi.

Era Reformasi: Harapan dan Tantangan

Runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998 membawa angin segar bagi penegakan HAM di Indonesia.

Era reformasi ditandai dengan lahirnya berbagai kebijakan dan lembaga yang bertujuan untuk melindungi dan menegakkan HAM.

Amandemen UUD 1945, pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan pengesahan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM menjadi tonggak penting dalam sejarah reformasi hukum di Indonesia.

Namun, perjalanan penegakan HAM di era reformasi tidaklah mudah. Berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu, seperti Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Tanjung Priok, dan kasus-kasus lainnya, masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan.

Selain itu, pelanggaran HAM juga masih terjadi di berbagai wilayah, terutama di daerah konflik dan wilayah yang kaya sumber daya alam.

Refleksi dan Harapan

Sejarah penetapan pelanggaran HAM di Indonesia adalah sebuah perjalanan panjang yang penuh liku. Ia adalah cermin dari dinamika politik, sosial, dan hukum yang mewarnai perjalanan bangsa.

Peristiwa ini juga merupakan pengingat bagi kita semua akan pentingnya penghormatan terhadap martabat manusia.

Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai, namun tantangan penegakan HAM di Indonesia masih besar.

Impunitas, lemahnya penegakan hukum, dan budaya kekerasan masih menjadi hambatan utama dalam mewujudkan Indonesia yang adil dan beradab.

Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat sipil, maupun individu, untuk menegakkan HAM di Indonesia.

Kita harus belajar dari masa lalu, menghormati perbedaan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Hanya dengan cara itulah kita dapat mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

---

© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.